Dinas PUPR NTT Hentikan Proyek Monumen Pancasila

  • Whatsapp
PLT Kadis PUPR NTT (tengah) didampingi Sekertaris (kanan), bersama Staf Khusus Gubernur bidang Hukum (kiri) saat memberikan keterangan pers. (Ist)
PLT Kadis PUPR NTT (tengah) didampingi Sekertaris (kanan), bersama Staf Khusus Gubernur bidang Hukum (kiri) saat memberikan keterangan pers. (Ist)
PLT Kadis PUPR NTT (tengah) didampingi Sekertaris (kanan), bersama Staf Khusus Gubernur bidang Hukum (kiri) saat memberikan keterangan pers. (Ist)

KUPANG, berandanusantara.com – Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengentikan proyek pembangunan Mibumen Pancasila dengan nilai anggaran sebesar Rp58 Miliar itu.

Penghentian itu juga ditandai dengan syrat pemutusan kontrak terhadap Kontraktor Pelaksana yang mengerjakan proyek yakni PT EROM, bernomor PUPR.SKT.05.01/602/240/VII/2019.

Read More

Pelaksana Tugas Kepala Dinas PUPR NTT, Maxi Nenabu, Jumat (26/7/2019) siang, menjelaskan, sebelumnya oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang baru telah diberi kesempatan kepada pelaksana untuk melanjutkan pekerjaan tersebut.

Namun setelah dipantau, tepatnya pada minggu ke 60 tanggal 31 Juni 2019, progres pekerjaan tersebut mengalami deviasi yakni minus 6,194 persen. Pihak pelaksana pun telah mendatangani surat bersedia untuk diputus hubungan kerja apabila tidak mencapai target.

“Pada tanggal 3 Juli 2019 dilaksanakan SCM lagi dan diberikan test case selama 18 hari kelender yang jatuh pada tanggal 22 Juli 2019, realisasi harus mencapai 90,91 persen. Dan nyatanya tidak mencapai target,” ungkap Nenabu.

Staf Khusus Gubernur NTT bidang hukum, Markus Hage, mengatakan, langkah yang diambil oleh PLT Kadis PUPR NTT merupakan bentuk dari penegakan hukum. Menurutnya, itu merupakan kewajiban dari pimpinan instansi pemerintah.

“Apalagi terhadap proyek ini yang sejak awal sudah terindikasi korupsi,” tegas Hage.

Dia menjelaskan, proyek tersebut sebenarnya sudah selesai pada tanggal 31 Maret 2019. Namun, oleh PPK saat itu, masih mencari celah dengan berkonsultasi dengan LKPP. Kemudian, dengan dasar itu kembali mendapat perpanjangan waktu.

“Sebenarnya rekomendasi LKPP itu sifatnya opsional, bukan imparatif. LKPP itu lembaga fungsional yang fungsinya hanya memberikan nasehat dan arahan saja,” tandasnya.

Markus Hage menambahkan, dengan dikeluarkannya surat pemutusan kontrak, maka pihaknya juga akan merekomendasikan persoalan ini ke jalur hukum.

“Itu sudah pasti. Dan diharapkan aparat penegak hukum bisa memproses kasus yang merugikan keuangan negara ini,” pungkasnya. (*Tim)

Related posts