Gara-gara Status Facebook, Rudi Terpaksa Mendekam di Penjara

  • Whatsapp
Rudi Lombok (dtc)
Rudi Lombok (dtc)
Rudi Lombok (dtc)

JAKARTA, berandanusantara.com  – Niat hati cuma ingin mengkritik pengelolaan pariwisata oleh pemerintah daerahnya. Apa daya malah kurungan penjara yang didapatkan. Ya, begitulah nasib yang diderita oleh Rudi Lombok.

Ia telah menjadi salah satu korban keganasan Undang-Undang Informasi dan Transkasi Elektronik (UU ITE). Akibat status yang ditulisnya di Facebook, ia harus mendekam di tahanan Polda Nusa Tenggara Barat (NTB).

Saat ditemui dalam acara dalam dialog Darurat Revisi UU ITE dan Peran Natizen Kawal Demokrasi yang berlangsung di Bakoel Kopi, Cikini, Jakarta, Senin (30/11/2015), pria yang sehari-hari sebagai pemandu wisata ini menceritakan secara rinci nasib sial yang dideritanya.

Bermula dari tiga buah status soal kinerja Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) NTB. Namun kritikan tersebut dilaporkan pada 5 Januari 2015 sebagai pencemaran nama baik. Rudi lantas baru diperiksa bulan Mei 2015 dan langsung dinyatakan tersangka.

Namun Ia tidak menyangka akan langsung ditangkap di kediamannya. Padahal selama ini ia mengaku sangat korporatif dengan pihak berwajib. “Tanpa surat pemanggilan, hanya lewat SMS saja, saya datang memenuhi panggilan,” ujarnya.

Namun ada keanehan yang dirasakan Rudi, selama pemeriksaan ia tidak mengetahui dan diberitahukan apa yang menjadi kesalahannya. Ia kerap bertanya ke pihak berwajib, namun tidak mendapat jawaban pasti. Ia bahkan tidak dibacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

“Pokoknya kamu salah,” kata Rudi menirukan jawaban pihak kepolisian.

Setelah dua minggu ditahan, Rudi pun dibebaskan. Selama masa penahanan, Ia mengaku sudah ada perdamaian di antara dirinya dan pihak pelapor.
Sayangnya, meski laporan sudah dicabut oleh pihak pelapor. Tapi kasus Rudi tetap berlanjut tanpa diketahui alasannya. Sejak saat itu ia harus menjalani tahanan kota.

“Ini mematikan perekonomian saya, membuat keluarga saya cemas, pekerjaan sosial jadi terbengkalai,” tuturnya.

Keanehan terus berlanjut di persidangan. Rudi mengatakan sang pelapor yang adalah Kepala BPPD membawa banyak saksi. Namun pada persidangan, apa yang disampaikan Rudi selama ini dibenarkan para pelapor.

“Ia (sang pelapor) mengatakan ia khilaf dan membenarkan apa yang saya katakan,” ungkap Rudi.

Namun di perjalanan selanjutnya saksi-saksi yang dihadirkan malah menuturkan hal yang bertentangan satu sama lain. Ketika ada saksi ahli bahasa dan hukum pun masih membingungkan menanggapi status Facebook Rudi apakah masuk dalam pencemaran nama baik.

Walau mulai Rabu (25/11/2015), status tahanan kota Rudi telah berakhir karena sudah melebihi enam bulan. Namun ia masih menyimpan kegundahan apakah setiap kritikan ataupun pujian yang diposting di media sosial dapat dituntut sebagai pencemaran nama baik.

Ia berharap pemerintah segera merevisi UU tersebut. Agar tidak ada orang lain yang mengalami apa yang telah terjadi pada dirinya.

“UU ITE itu jahat sekali. Apa yang kami ungkapkan benar, malah kami yang menjadi salah,” sesalnya. (Dtc/afr/rou)

Related posts