Kemiskinan di NTT Dampak dari Kepemimpinan Politik yang Rakus

  • Whatsapp
Istimewa
Istimewa
Istimewa

KUPANG, berandanusantara.com – Selasa (13/9/2016), Gerakan Pemberantasan Korupsi Nusa Tenggara Timur (Getar Nusa) dideklarasi. Tidak main-main, tujuan utama terbentuknya gerakan ini adalah untuk memberantas korupsi, terutama di NTT.

“Atas dasar itu, Getar Nusa dibentuk untuk memberi bukti kepada khalayak bahwa kemiskinan struktural yang ada di NTT memang berakar pada kepimimpinan politik yang rakus, korup dan tidak berpihak pada rakyat,” tegas Boni Hargens pada deklarasi Getar Nusa di aula hukum Universitas Kristen Artha Wacana Kupang.

Dia menjelaskan, NTT adalah provinsi yang identik dengan kemiskinan, pengangguran, buta huruf, busung lapar, dan korupsi adalah masalah utamanya. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir sejumlah kajian mengungkap NTT adalah provinsi ke empat terkorup di tanah air.

Berdasarkan data penanganan kasus korupsi wilayah tahun 2015 yang dihimpun ICW, jelas Boni, NTT menempati urutan ke 4 dengan 30 kasus korupsi dengan nilai kerugian negaranya sebesar Rp 26,9 Miliar. Sementara pada urutan pertama adalah provinsi jawa timur dengan 54 kasus, dimana nilai kerugian negara sebesar Rp 332,3 miliar, ditambah kasus suap dengan nilai Rp 2,4 miliar.

Dikatakan Boni, korupsi adalah bagian dari colonity of power atau praktek keterjajahan yang dilakukan para elit terhadap rakyat. Melalui korupsi, para elit mengambil bagian yang menjadi hak rakyat dan menjadikan rakyat terbelakang.

“Secara ekstrim saya katakan, korupsi bisa disebut sebagai penjajahan, penindasan baru dalam dunia modern, karena di lakukan secara legal dan sistematis, elit-elit politik dan ekonomi itulah yang di sebut penjajah dan rakyat adalah kaum terjajah,” katanya.

Dia menambahkan, resiko dari praktik korupsi maka terjadilah kemiskinan struktural. Kemiskinan bukan karena rakyat malas bekerja, tetapi karena pola pembangunan yang tak menguntungkan rakyat. Itulah yang bisa menjelaskan mengapa setiap tahun semakin banyak proyek pembangunan mengalir ke daerah, tetapi rakyat tetap hidup miskin.

“Program-program besar pun didesain atas nama kemiskinan, tetapi di tangan elit uang rakyat dihabisi secara sistemis,” pungkas dia. (Amandus Hote)

Related posts