Rumput Laut Rusak, Warga Semau Mengeluh ke Senator Medah

  • Whatsapp
Senator Ibrahim Agustinus Medah saat berdialog dengan warga Semau. (Lbt)
Senator Ibrahim Agustinus Medah saat berdialog dengan warga Semau. (Lbt)
Senator Ibrahim Agustinus Medah saat berdialog dengan warga Semau. (Lbt)

SEMAU, berandanusantara.com — Masyarakat petani di pesisir pantai Pulau Semau Kabupaten Kupang mengeluhkan rusaknya rumput laut kepada senator/anggota DPD RI, Drs. Ibrahim Agustinus Medah. Akibatnya hasil penen menurun, bahkan sebagian tidak bisa dipanen. Selain mengeluh tentang bibit yang rusak, warga juga mengeluh soal anjloknya harga.

“Rumput laut yang kami budidaya akhir-akhir ini mulai rusak dan harganya, juga turun terlalu jauh. Kami minta bantuan Bapak Ibrahim Medah untuk mengatasi kesulitan yang kami hadapi ini,” kata Samuel Lasi, Kepala Desa Uitiutuan, Kecamatan Semau, Kamis (12/11/2015), ketika Medah melakukan reses ke wilayah setempat.

Tidak hanya itu, warga setempat juga bekerja sama dengan LSM Cis Timor mengembangkan ubi ungu. Dan meminta bantuan agar Medah memperbanyak bibit ubi ungu itu agar bisa ditanam di seluruh wilayah Pulau Semau karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

“Kami terpaksa membeli bibit ubi ungu ini dengan harga yang mahal karena memang kami sangat butuh. Apalagi jika ubi ini ditanam dengan benar maka berat umbinya bisa mencapai 7-8 kilo gram tiap pohon,” kata Kepala Desa Batuinan, Apner Yopi Pallo.

Menanggapi sejumlah keluhan itu, Medah mengatakan, ada dua jenis rumput laut yang selama ini dikembangkan di NTT, yakni cottony dan spinusum.

Dijelaskannya, yang mengalami banyak kerusakan adalah jenis cottony dan menurut penelitian, jika dua jenis ini yaitu cottony dan spinisum jika ditanam bersamaan maka cottony akan rusak atau pertumbuhannya menjadi lambat.

“Kalau dua-duanya ditanam sama-sama maka jenis spinusum akan lebih subur karena jenis ini sifatnya lebih rakus sehingga lebih banyak menyerap nutrisi di laut dibandingkan dengan cottony sehingga membuat cottony tidak bisa bertahan hidup dan akan mati,” katanya.

Itu pasalnya, Medah yang dikenal sebagai pelopor pengembangan rumput laut di NTT itu mengingatkan para petani bahwa langkah pertama yang harus diambil oleh petani rumput laut adalah memisahkan lokasi budidaya antara cottony dan spinisum.

“Harus dipisahkan antara kedua jenis ini dan cara pisahkannya yang jauh,” jelasnya.

Mantan Bupati Kupang dua periode ini juga mendesak para Kepala Desa dan Camat untuk terlibat aktif membantu petani dengan menentukan lokasi mana di laut yang ditanam cottony dan spinisum yang harus dipisahkan.

Medah menambahkan, langkah lain yang akan ditempuh yaitu akan mendatangkan bibit baru jenis cottony untuk dibagikan kepada para petani untuk dikembangkan.

“Saya akan datangkan bibit baru yang khusus untuk dibagikan kepada petani di Pulau Semau. Dan karena harus diangkut dengan pesawat dan tiap kali penerbangan tidak bisa mengangkut dalam jumlah yang besar. Tapi ingat, bibit yang baru itu juga tidak boleh ditanam gabung dengan jenis spinisum,” jelasnya.

Terkait harga rumput laut yang anjlok saat ini, Medah mengatakan, harga pasar dunia memang sedang anjlok sehingga ia menyarankan untuk harus cepat dijual. “Jangan tunggu sampai mahal, berapapun harganya dijual saja. Kalau uang kurang tambah talinya di laut sehingga menambah hasil panen. Ini harga bukan dimainkan oleh pengumpul, ini semata karena harga pasar dunia yang mempengaruhinya,” katanya.

Terkait pengembangan ubi ungu yang kini marak di Pulau Semau, Medah mengapresiasi upaya masyarakat yang bekerja sama dengan LSM Cis Timor.

“Saya berupaya semaksimal mungkin untuk membantu memperbanyak bibit ubi ungu ini untuk dikembangkan dalam skala besar di seluruh NTT. Ubi ungu ini punya potensi ekonomi yang sangat besar,” katanya.

Mantan Ketua DPRD NTT ini menambahkan, mestinya pemerintah daerah baik provinsi dan kabupaten memanfaatkan APBD yang dimiliki yang sebagian besarnya bersumber dari APBN itu dimaksimalkan untuk mengangkat potensi yang ada pada masyarakat untuk dikembangkan oleh masyarakat.

“Jika APBD yang sekitar 90-95 persen bersumber dari APBN itu dimanfaatkan dengan baik, dan dengan maksimal, maka potensi yang ada di masyarakat digali untuk mendongkrak ekonomi yang masyarakat agar membawa kemajuan bagi masyarakat,” jelasnya. (laurens leba tukan)

Related posts