KUPANG, BN – Laporan dugaan maladministrasi, penyimpangan kewenangan penyidik, serta pembelokan proses hukum dalam kasus Petronela Tilis versus Terlapor Blasius Lopis yang dilaporkan ke Propam Polda NTT, mendapat perhatian serius dari anggota DPRD NTT Fraksi PKB, Yohanis Rumat, S.E.
Yohanis secara tegas meminta Kapolda NTT untuk memberikan sanksi tegas terhadap oknum penyidik yang dilaporkan. Menurutnya, Propam Polda harus serius menangani laporan Petronela Tilis tertanggal 17 Maret 2025 yang memuat sejumlah poin krusial.
“Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengamankan oknum penyidik pembantu yang diduga melakukan maladministrasi, kesalahan prosedur, pencatatan yang keliru, serta salah dalam menetapkan status hukum Pelapor, Petronela Tilis. Intinya, Polda NTT harus segera mengambil tindakan terhadap anggotanya yang menyimpang,” ujar Yohanis saat dimintai tanggapan terkait lambannya proses hukum laporan Petronela di Polsek Noemuti, Polres TTU.
Ia menyoroti adanya dugaan pembelokan pasal hukum. Laporan awal menggunakan Pasal 406 KUHP tentang pengrusakan, namun dalam proses penyidikan diubah menjadi Pasal 407 KUHP tentang tindak pidana ringan.
“Kalau indikasi ini benar, itu jelas kejahatan hukum. Apalagi sudah ada aturan internal di kepolisian tentang penyimpangan semacam ini. Maka, sangat tepat jika kasus ini diambil alih oleh Polda agar tidak ditangani seperti di TTU,” tegasnya.
Yohanis juga menegaskan, bila kasus ini terus stagnan, pihaknya dari DPRD akan turun langsung melakukan pengecekan lapangan. “Jika laporan ini bersifat fiktif atau ada upaya manipulasi, kami akan temukan. Kami minta Kapolda dan Propam benar-benar menegakkan hukum demi rasa keadilan bagi Pelapor, Petronela Tilis,” tambahnya.
Isi Laporan Petronela Tilis:
Laporan yang disampaikan Petronela ke Propam Polda NTT pada 17 Maret 2025 memuat delapan poin, antara lain:
1. Pada 24 Desember 2024, Petronela dan saksi Elfrida Kuriun diusir oleh Aipda Agustinus Bria Seran saat ingin menanyakan surat tanda penerimaan laporan polisi.
2. Setelah laporan dibuat, tidak ada pemeriksaan terhadap Petronela sebagai pelapor dalam bentuk berita acara wawancara.
3. Pemeriksaan baru dilakukan pada 8 Januari 2025, jauh dari waktu pelaporan.
4. Hal ini dianggap mengabaikan Pasal 7 KUHAP.
5. Tidak ada pemeriksaan di TKP, yang bertentangan dengan Pasal 8 ayat 1 jo Pasal 75 KUHAP.
6. Pasal sangkaan dalam laporan (Pasal 406 KUHP) diganti oleh penyidik menjadi Pasal 407 KUHP, yang dinilai merugikan pelapor.
7. Informasi soal adanya kasus sebelumnya antara pelapor dan terlapor tidak ditindaklanjuti sesuai Pasal 106 KUHAP.
8. Pada 14 Maret 2025, Petronela dan saksi menolak menandatangani berita acara penyitaan karena adanya kesalahan pencantuman nama tersangka.
Tembusan Laporan Dikirim Kepada:
1. Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si.
2. Kapolda NTT, Irjen Pol. Daniel Tahi Monang Silitonga, S.H., M.A.
3. Ketua Kompolnas, Budi Gunawan
4. Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, S.H., M.H.
5. Ketua Komisi I DPRD NTT, Drs. Julius Uly, M.Si
6. Irwasda Polda NTT, Kombes Pol Murry Miranda, S.I.K.
7. Kapolres TTU, AKBP Eliana Papote, S.I.K., M.M.
(*/BN/FT)