Diskriminasi Kaum Perempuan Masih Menjadi Persoalan Sepanjang Sejarah

  • Whatsapp
Aksi damai FMN. (Arman/BN)
Aksi damai FMN. (Arman/BN)
Aksi damai FMN. (Arman/BN)

KUPANG, berandanusantara.com – Forum Mahasiswa Nasional (FMN) menilai, bahwa diskriminasi terhadap kaum perempuan masih menjadi persoalan dalam sejarah perkembangan masyarakat dari masa ke masa. Oleh karena itu, perjuangan terhadap hak-hak perempuan harus terus dilakukan.

Hal ini mengemuka dalam aksi damai yang digelar Forum Mahasiswa Nasional, dalam rangka memperingati hari perempuan internasional, Selasa (8/3/2016), di depan kampus Universitas Widya Mandira (Unwira) Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Koordinator lapangan (Korlap) FMN, Inosentius Naitio mengatakan dalam aksi damai yang dilakukan ini, berbagai tuntutan terus dikumandangkan untuk pemerintah baik pusat sampai ke daerah, agar menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Selain itu, jelas Naitio, FMN juga mendesak pemerintah untuk menghentikan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, membuka lapangan kerja bagi kaum perempuan, memberikan akses pendidikan serta kesehatan yang memadai untuk kaum perempuan.

Salah satu yang diangkat dalam aksi damai tersebut, adalah pemberlakuan tes perawan bagi kaum perempuan dalam setiap seleksi penerimaan tenaga kerja. “Kami minta stop tes perawan bagi seluruh perempuan Indonesia, karena itu merupakan salah satu bentuk diskriminasi,” tegas Inosentius Naitio.
Isu mengemuka soal perempuan yang diangkat oleh

FMN dalam pernyataan sikapnya adalah partisipasi perempuan dalam politik yang masih minim. Selain itu, perlu diberikan kompensasi dalam bentuk cuti hamil dan menyusui, serta pemberlakuan jam malam terhadap perempuan harus dihentikan.

Erfin Klau, aktivis perempuan dari FMN dalam orasinya menyoroti tingginya kematian ibu dan anak yang terjadi di NTT. Menurut Erfin, persoalan tersebut diakibatkan keterbatasan infrastruktur, sarana dan prasarana kesehatan, serta rawan pangan yang sering melanda.

“Rawan pangan itu akibat monopoli lahan produktif untuk pertambangan, yang akhirnya terjadi kerusakan lingkungan dan masifnya kekerasan terhadap perempuan di NTT,” ungkap Erfin dengan tegas. (Arman Hote)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *