KUPANG, berandanusantara.com – Tindakan dugaan pengeroyokan yang dilakukan oleh oknum aparat Kepolisian terhadap aktivis Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) cabang Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), dinilai sebagai pelecehan terhadap demokrasi.
Hal itu mengemuka dalam aksi demonstrasi ratusan massa kelompok Cipayung, yang merupakan gabungan organisasi mahasiswa diantaranya Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMKI), serta Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Senin (31/10/2016) siang.
Dugaan pengeroyokan itu terjadi saat aksi yang dilakukan oleh belasan aktivis PMKRI cabang Kupang di kantor Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT, Jumat (28/10/2016). “Dalam aksi itu, aktivis sebelumnya melakukan long march dari Sekretariat PMKRI menuju kantor Kajati NTT. Di sana, ada orasi dan sempat membakar krans bunga, namun tiba-tiba terjadi pengeroyokan,” ujar Ketua PMKRI cabang Kupang, Kristoforus Mbora.
Menurut dia, dalam dokumentasi berupa video sangat jelas memperlihatkan tindakan sewenang-wenang aparat kepolisian. Mirisnya, kata dia, pengeroyokan yang dilakukan terhadap aktivis PMKRI Kupang dengan alasan sebagai bagian dari mekanisme pengamanan.
“Apakah mengamankan aksi dengan pengeroyokan dibenarkan? Ini yang menjadi tanda tanya bagi kami. Apalagi dalam aksi tersebut dilakukan para aktivis secara damai dan beretika,” katanya.
Ketua HMI cabang Kupang, Nawir meminta dengan tegas Lembaga DPRD NTT untuk bisa memfasilitasi agar kasus ini bisa diusut. Dia bahkan mengancam akan mengutuk Lembaga DPRD NTT jika tidak mampu mengusut secara tuntas kasus dugaan pengeroyokan terhadap para pejuang rakyat tersebut.
“Kami sangat berharap agar DPRD bisa membantu kami menuntaskan persoalan ini,” pungkas dia. (AM)