Kabar Gembira! NTT Punya Kampus Bambu Pertama di Indonesia

  • Whatsapp
Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat saat peresmian Kampus Bambu. (Foto: *BN)

BAJAWA, berandanusantara.com – NTT boleh berbangga hati sebagai provinsi pertama di Indonesia yang memiliki Kampus Desa Bambu Agroforestri. Kampus itu diresmikan langsung oleh Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) pada Senin (24/5) pagi.

Kampus Desa Bambu Agroforestri terletak di daerah Turetogo di Desa Ratogesa, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada. Berdiri di atas lahan satu hektar, kampus tersebut dibangun oleh Yayasan Bambu Lestari (YBL), organisasi nirlaba yang sejak 1993 telah aktif mengkampanyekan dan mewujudkan bambu sebagai solusi lingkungan dan solusi ekonomi bagi masyarakat pedesaan di NTT.

Read More

Peresmian ditandai dengan penandatanganan prasasti yang disaksikan oleh sejumlah pejabat teras Pemprov NTT serta Bupati Ngada AKBP (Purn) Paru Andreas. Hadir pula Direktur Pengembangan Sosial Budaya dan Lingkungan Desa dan Perdesaan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Bito Wikantosa.

Sebelumnya, Gubernur NTT VBL sempat meninjau bangunan serta fasilitas yang terdapat di kampus tersebut, di antaranya fasilitas pengawetan bambu, pameran poster serta Rumah Bambu Lestari, bangunan berbahan bambu laminasi yang didesain untuk perumahan sosial maupun rekonstruksi pasca bencana.

Rumah Bambu Lestari didesain sebagai struktur knock down, yang bisa dibongkar-dikirim-dirakit dengan cepat dan murah. Selain itu Gubernur NTT VBL juga ikut serta menanam bibit bambu bersama ibu-ibu pembibit.

“Bambu adalah kehidupan, bambu adalah masa depan. Saya berterimakasih kepada mama-mama yang telah merawat bambu,” kata VBL kepada para ibu yang hadir.

Gubernur VBL juga berkesempatan mendengarkan alunan suling bambu foy doa yang dimainkan komposer dan pembuat suling Anis Wawo. Seniman yang berusia 85 tahun ini telah menciptakan
suling baru pentatonik yang diberi nama Doa Foy Doa.

Kampus Desa Bambu Agroforestri Turetogo akan difungsikan sebagai lokasi Sekolah Lapang Bambu (SLB), sebuah inisiatif edukasi YBL bagi individu, masyarakat desa, komunitas adat, maupun organisasi perempuan dan pemuda. Kurikulum SLB mencakup berbagai aspek pengembangan bambu agroforestri (wanatani), dari hulu, tengah hingga hilir.

Di hulu, bambu agroforestri mencakup pembibitan, perawatan serta pemanenan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Hutan Bambu Lestari. Di tengah, bambu agroforestri mendorong lahirnya pabrik pengolahan bambu di tingkat desa yang dikelola oleh koperasi petani maupun Badan Usaha Milik Desa (BUMDES).

Sedangkan di hilir, bambu agroforetri membangun kolaborasi dengan berbagai pihak untuk melahirkan produk-produk bambu yang inovatif dan memiliki nilai tambah tinggi.

Saat ini, YBL telah menjalin kerjasama dengan Sekolah Seniman Pangan untuk membangun potensi pangan lokal, dengan gerakan perempuan menganyam Du Anyam serta gerakan perempuan penenun Torajamelo untuk mengembangkan produk-produk kerajinan inovatif berbahan bambu.

“Kami sedang mencoba membangun sebuah ekosistem yang akan melahirkan industri bambu berbasis masyarakat, industri bambu yang menguntungkan bagi petani serta industri bambu yang tidak hanya melindungi tetapi juga meningkatkan kualitas lingkungan. Kampus ini merupakan bagian penting dari ekosistem tersebut,” papar Presiden Direktur YBL, Arief Rabik.

Kampus ini, menurut Arief, adalah perwujudan mimpi almarhumah Ibundanya, Linda Garland, interior desainer yang mendirikan YBL dan merintis pengembangan bambu di NTT. Arief menegaskan bahwa tidak ada satupun rumpun bambu yang ditebang selama proses pembangunan kampus.

Penggunaan fondasi beton juga sangat dibatasi agar tidak mengganggu sistem akar permukaan bambu. Di dalam area kampus juga terdapat hutan bambu yang terjaga kelestariannya serta wilayah pembibitan yang terisi berbagai jenis bambu dan tanaman sela, termasuk porang dan tanaman pewarna tradisional.

Pembangunan Kampus Desa Bambu Agroforestri melibatkan dua arsitek ternama Indonesia, Andesh Tomo dan Andrea Fitrianto, serta tiga arsitek muda, yaitu Isabella van der Griend, Rakha Sonigya dan Saka Suwirna.

Andrea Fitrianto, yang desain jembatan bambunya di Davao, Bogor dan Solo banyak mendapat pujian, mengatakan bahwa bangunan-bangunan di Kampus Desa Bambu Agroforestri dirancang sedemikian rupa untuk menonjolkan kekayaan kontur dan keindahan lanskap Turetogo.

Secara khusus, Andrea merancang lima pondok wisata yang akan dibangun di antara hutan bambu dan kawasan pembibitan. Pondok wisata itu akan menjulang 7 meter dari atas tanah ditopang oleh jalinan bambu petung utuh yang diperoleh dari sekitar Turetogo. Pondok wisata ini akan selesai dibangun pada akhir Juli mendatang.

Tentang YBL

Yayasan Bambu Lestari (YBL) didirikan oleh Ibu Linda Garland pada 1993 sebagai organisasi nirlaba untuk mengkampanyekan dan mewujudkan bambu sebagai solusi ekonomi dan ekologi bagi masyarakat pedesaan di Indonesia. Setelah Ibu Linda Garland berpulang, kepemimpinan YBL dilanjutkan oleh putra beliau, Arief Rabik.

Bambu menjadi pilihan utama karena sejumlah keutamaan yang dimiliki tanaman tersebut. Dari sisi Ekologis keutamaan bambu adalah: (1) Mampu memulihkan lahan kritis; (2) Mampu menyimpan air, satu rumpun bambu mampu menyimpan 5000 liter air per musim hujan. Air yang kemudian dilepaskan kembali ke tanah pada musim kemarau.; (3) Mampu menyerap karbon (CO2).

Satu hektar hutan bambu mampu menyerap dan menahan 50 ton CO2 per tahun.;(4) Mampu tumbuh di lahan miring serta menstabilkan lahan rawan longsor. Dengan demikian bambu adalah tanaman yang tepat untuk upaya restorasi lahan kritis, perlindungan Daerah Aliran Sungai (DAS), mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta pencegahan bencana.

Dari sisi Ekonomis keutamaan bambu adalah: (1) Dapat dibudidayakan secara lestari dan berkelanjutan. Dengan metode Hutan Bambu Lestari (HBL) bambu dapat dipanen secara reguler tanpa mengurangi fungsi hutan bambu sebagai daerah tutupan hijau serta konservasi air.; (2) Kemampuan bambu dalam menyimpan air menciptakan sebuah lingkungan kondusif bagi budidaya tanaman-tanaman pangan dan produktif lainnya.

(3) Bambu dapat diolah menjadi beraneka ragam produk, termasuk produk-produk yang selama ini telah akrab dengan tradisi masyarakat lokal di Indonesia. Secara global, telah diidentifikasi lebih dari 1500 produk berbasis bambu, dari produk bangunan dan furnitur hingga tekstil dan makanan.; (4) Permintaan akan bambu terus meningkat. Pasar global untuk bambu dan produk-produk olahan bambu nilainya kini ditaksir telah melebihi 70 Milyar Dollar.

Seluruh program YBL untuk mengkampanyekan dan mewujudkan bambu sebagai solusi ekonomi dan
solusi ekologi bagi masyarakat pedesaan memiliki paling tidak lima tujuan utama, yaitu (1) Restorasi lahan kritis; (2) Konservasi air; (3) Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; (4) Pencegahan bencana; (5) Pemberdayaan Masyarakat Desa serta Masyarakat Adat.

Lima tujuan utama ini tercermin secara utuh pada model Desa Bambu yang diperkenalkan oleh YBL. Pada model ini Masyarakat Desa dan Masyarakat Adat menjadi mitra utama dalam pembibitan, penanaman, perawatan serta pemanenan bambu. Bibit bambu kemudian ditanam pada tanah milik desa maupun tanah yang dikelola mitra utama lainnya (seperti KPH, Perhutani, Pemerintah Daerah), serta di
lahan-lahan kritis.

Pada daerah penanaman, bambu kemudian disandingkan dengan tanaman pangan lokal maupun tanaman produktif lainnya sehingga masyarakat memiliki sumber pendapatan lainnya pada saat menunggu bambu mencapai usia panen.

Koperasi serta badan usaha milik desa diaktivasi untuk membangun dan mengelola pabrik pengolahan bambu di tingkat desa guna menciptakan produk-produk yang memiliki nilai tambah. Model Desa Bambu ini memastikan bahwa industri bambu yang dibangun adalah industri yang berbasis rakyat.

Provinsi Nusa Tenggara Timur, terutama Kabupaten Ngada, telah menjadi titik utama upaya YBL dalam mewujudkan industri bambu yang berbasis rakyat. Berkat dukungan kuat dari Pemerintah Provinsi NTT di bawah arahan Bapak Gubernur Victor B. Laiskodat, upaya mewujudkan mimpi itu telah mengalami percepatan dan penguatan dalam beberapa tahun terakhir ini.

Dukungan itu juga memungkinkan YBL untuk mengeksplorasi hal-hal baru dalam kemitraan dengan Pemerintah, Masyarakat dan Sektor Swasta. Berkat dukungan dari Ibu Julie Sutrisno Laiskodat, KetuaTim Penggerak PKK NTT, YBL berhasil menjalin kemitraan dengan para ibu-ibu dalam membangun pembibitan berbasis keluarga (family nursery).

Program awal yang melibatkan 208 ibu-ibu berhasil menghasilkan lebih dari 126 ribu bibit di awal tahun ini. Program lanjutan akan melibatkan 350 ibu-ibu di 7 kabupaten dan menghasilkan lebih dari 2,8 juta bibit. Dukungan ini menguatkan upaya YBL untuk mengeksplorasi model Desa Bambu sebagai wahana untuk memberdayakan perempuan serta generasi muda.

Eksplorasi lainnya yang sedang dikerjakan adalah menggunakan model Desa Bambu untuk memberdayakan Masyarakat Adat yang tinggal di sekitar Kawasan Konservasi. Selain di NTT, YBL juga menjalankan program di Bali dan Jawa Timur, yang berfokus pada rehabilitasi dan pelindungan Daerah Aliran Sungai, serta di Kalimantan dan Sulawesi. (*BN/BMB)

Related posts