SoE, berandanusantara – Jaksa Penutut Umum (JPU) menerima berkas dan jumlah tersangka kasus dugaan korupsi dana pemeliharaan mobil Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) keliling di Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun, berkas dan Jumlah tersangka berbeda dengan yang tertera pada Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Salah satu warga TTS yang enggan menyebutkan namanya mengatakan bahwa, penanganan kasus tersebut sudah memasuki tahun ke tiga dan hingga kini belum ada penyelesaiannya.
“Penanganan kasus korupsi ini dipertanyakan masyarakat, karena hingga saat ini label tersangka masih melekat pada penyidik. Secara phsykologi sangat terganggu dalam pergaulan mereka sehari-hari baik ditempat kerja maupun dilingkungan dimana mereka tinggal,”ucapnya sambil berharap agar penanganan kasus tersebut segera dituntaskan.
Sementara Kanit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres TTS, Ketut Susiana, yang ditemui diruang kerjanya menjelaskan, penyidik sedang merampungkan berkas tersangka berdasarkan petunjuk dari Jaksa.
Menurut dia, sebelumnya berkas para tersangka sudah dikirim ke Kejaksaan namun masih P18 sehingga berkasnya dikembalikan untuk dilengkapi.
“Kita sudah kirim berkasnya ke kejaksaan, namun dua kali dikembalikan oleh jaksa dengan beberapa petunjuk, dengan demikian penyidik sedang berusaha untuk merampungkan sesuai dengan pentunjuk Jaksa itu,” akunya
Susiana mengakui bahwa sesuai dengan SPDP penyidik polres TTS sudah menetapkan tiga orang tersangka. Namun pada pengiriman berkas tahap pertama, penyidik hanya mengirim berkas satu orang tersangka saja atas nama Fried Fanggidae selaku Kasubag Keuangan Dinkes TTS.
“Memang kita hanya kirim berkas untuk tersangka Fried Fanggidae saja,” ucap Susiana.
Susiana beralasan bahwa penyidik Polres TTS hanya mengirim berkas untuk satu orang tersangka itu, berdasarkan petunjuk Jaksa agar berkasnya displitzing, akan tetapi bukan berarti bahwa dua tersangka lainnya yaitu Melkior Tunliu selaku bendahara tahun 2010 dan Yunus Baitanu selaku bendahara tahun 2011 lolos dari jeratan hukum.
Lebih lanjut Susiana menambahkan, berkas dua tersangka tersebut akan dikirim setelah berkas tersangka Fried Fanggidae dinyatakan P21 jaksa, dan fakta-fakta yang didapat pada persidangan tersangka Fried Fanggidae,”tuturnya
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) SoE Oscar Douglas Riwu, kepada Beranda Nusantara, diruang kerjanya, Senin (19/10/2015) menegaskan, pengembalian berkas perkara kasus dugaan korupsi di Dinkes TTS, karena belum adanya uraian mengenai peran dari tersangka dalam berkas yang dikirim penyidik ke Kepolisian. Berikut adanya perubahan jumlah tersangka dimana pada SPDP yang dikirim penyidik Polres TTS ke Kejaksaan terdapat tiga orang tersangka, sementara dalam berkas perkara yang dikrim penyidik Polres TTS cuma satu tersangka saja. Dugaan jumlah kerugian negara dalam berkas yang dikirim lebih kecil dari biaya penanganan kasus tersebut.
“Dalam SPDP yang kita terima kan tiga tersangka, namun ketika berkasnya dikirim ko cuma satu tersangka dan jumlah kerugian negaranya lebih kecil dari biaya penanganan kasus tersebut,”jelas Kejari Oscar.
Douglas meminta untuk dilakukan gelar perkara bersama penyidik. Hasil dari gelar perkara tersebut akan ditemukan ada kekurangan syarat materil dan formil yang harus dilengkapi penyidik kepolisian.
Untuk diketahui beberapa waktu lalu penyidik Polres TTS melimpahkan berkas tahap satu kasus dugaan korupsi, dana operasional mobil puskesmas keliling (Pusling) dan dana pemeliharaan mobil Dinas Kesehatan (Dinkes) TTS tahun tahun anggaran 2010 dan 2011.
Saat pelimpahkan, Jaksa Penuntut Uumum (JPU) mengembalikan berkas tersebut untuk dilengkapi dan ketika penyidik sudah melengkapi sesuai petunjuk JPU, lagi-lagi berkas tersebut dikembalikan. Dalam kasus tersebut penyidik Polres TTS menetapkan tiga TSK masing-masing Fried Fanggedae, Yunus Baitanu dan Melkior Tunliu karena dalam surat pertanggung jawaban (SPJ) dana operasional mobil pusling dan dana pemeliharaan mobil Dinkes dengan total anggaran Rp 300-an juta fiktif. Alhasil, setelah dilakukan audit oleh BPKP diketahui terjadi kerugian negara senilai Rp 64 juta. (Megi)