KUPANG, berandanusantara.com – Perjuangan keluarga Tomboy selama 40 tahun untuk mendapatkan kembali hak kepemilikan tanah seluas 283 hektar di jantung Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), masih berlanjut.
Ahli waris tanah bersama dengan Kuasa Hukum akan segera melayangkan gugatan terhadap Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang, di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang. Pemkot Kupang dinilai telah mencaplok tanah yang diklaim masih merupakan milik keluarga Tomboy.
Saat ini, Tim Kuasa Hukum sedang mengumpulkan sejumlah bukti, baik dari Ahli Waris maupun sejumlah pihak terkait. ”Dalam Waktu dekat kami akan segera layangkan gugatan kepada pemkot kupang ke PTUN,” jelas Gregorius Sehari Durun, ketua Tim Kuasa Hukum keluarga Tomboy kepada Wartawan, Selasa (19/1/2016).
Gregorius menjelaskan, tindakan Pemkot Kupang yang telah menyerobot tanah milik keluarga Tomboy sangat menyalahi hukum. Pasalnya, Pemkot Kupang mengklaim dan menjual beberap bidang tanah kepada para pengusaha ternama tanpa mendapat kuasa dari pemilik asli. “Mereka menjual tanah tanpa ada persetujuan dari pihak keluarga, itu menyalahi hukum,” jelas Gregorius.
Lahan 183 hektar tersebut, jelas dia, terletak di empat kelurahan di Kota Kupang diantaranya di Kelurahan Kelapa Lima, Fatululi, Oebobo dan Pasir Panjang. “kami mempunyai bukti-bukti yang otentik atas seluruh tanah diempat kelurahan itu. Lahan itu merupakan tanah milik keluarga Tomboy sejak puluhan tahun lalu dan tanah tersebut mempunyai sertifikat resmi,” katanya.
Menurut Gregorius, tanah seluas 283 hektar tersebut merupakan tanah warisan milik ayah atau kakek kandung kliennnya Almarhum Leonard Tomboy. Dahulu, jelas dia, adalah tanah warisan dari kakek leluhur kliennya, Sofia Baloe -Tomboy, bernama Kobo Leu Tomboy (almarhum) yang diperoleh dari Pemerintah Swapraja, dalam hal ini Fetor Amabi sebagai imbalan jasa.
“Imbalan jasa tersebut oleh karena kakek leluhur kliennya pada zaman belanda sebagai seorang panglima perang yang telah berhasil atau berjasa berparang melawan dan mengusir penjajah portugis dari wilayah NTT,” tandasnya.
Atas jasanya tersebut, kata Gregorius, tanah warisan milik kliennya tersebut oleh Pemerintah Swapraja, Fetor Amabi, diserahkan kepada kakek kliennya Kobo Leu Tomboy (Almarhum) untuk dikelolah atau dikuasai, serta dimiliki oleh kakek lelehur kliennya sejak zaman belanda hingga saat ini.
Dijelaskan lanjut, kepemilikan tanah itu dibuktikan dengan pendaftaran tanah warisan milik kliennya tersebut kepada panitia Lendreform, Kecamatan Kota Kupang, pada tanggal 02 Juli 1968, sebagai tanah kelebihan maksimum.
Ditempat yang sama salah satu ahli waris Margareth Tomboy mengisahkan, sekitar tahun 1960 tanah tersebut dijaga ayah mereka Leonard Tomboy (Almarhum) kepada lima bersaudara. Saat ini, kata dia, dua orang saudara mereka sudah meninggal dunia, sedangkan dirinya bersama Elsy Tomboy dan yusuf Tomboy yang mengelolah tanah tersebut sebagai ahli waris Leonard Tomboy.
Dia menambahkan, pada tahun 1960 keluarga tomboy sempat mengungsi karena diserang penyakit kolera. Namun, untuk kepemilikan tanah masih merupakan milik mereka sebagai hak ulayat. Dan tanah tersebut mempunyai bukti-bukti yang otentik.
Selain di kelurahan fatululi, Keluarga Tomboy juga mengkalim beberapa bidang tanah yakni yang terletak di samping kantor BPK provinsi NTT. hingga tanah di pesisir keluarahan pasir panjang.
Selasa (19/01/2016), ketiga ahli waris beserta kuasa hukum mendatangi beberapa titik tanah untuk menanam patok sebagai tanda tanah tersebut merupakan hak mereka.
Tim Kuasa Hukum keluarga Tomboy terdiri dari Gregorius sebagai ketua tim, didampingi anggota masing-masiing Jou Hasyim Walming, Stevanus Sogem, Sudarmono K lewa. (Tim)