Dili, berandanusantara.com – “Viva Timor-Leste !”…. “Viva Povu Maubere (Rakyat Maubere)!”… “Australia naokten (pencuri)!”…. “Australia ekspansionista (pencaplok)!” Begitulah sebagian yel-yel yang diteriakkan oleh puluhan ribu massa demonstran yang membanjiri jalanan Ibukota Dili, Timor-Leste pada Selasa (22/3/2016) kemarin.
Mereka berasal dari berbagai organisasi dan elemen yang ada dalam masyarakat, seperti MKOTT (Movimentu Kontra Okupasaun Tasi Timor/Gerakan Kontra Okupasi Laut Timor) yakni organisasi yang menghimpun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM/NGO), ACBN (Assosiação Combatentes da Brigada Negra/Asosiasi Pejuang Brigadir Hitam), yakni sebuah organisasi kemasyarakatan yang menghimpun berbagai organisasi perlawanan di masa lalu seperti AST (Asosiasi Sosialis Timor), GMTTP (Gerakan Mahasiswa Timor-Timur untuk Perdamaian), BPPM (Barisan Penerus Perjuangan Maubere), Uniamorte (Perstuan Timor-Leste), dan OJECTIL (Organisasi Pemuda Komunis Timor-Leste).
Selain itu, demonstrasi juga diikuti oleh seluruh mahasiswa universitas di Dili (Undil, Unpaz, UNTL, UNITAL, DIT, IOB, dan ISC), para pegawai negeri, pelajar seluruh SMA, serta para pemuda yang tinggal di sekitar ibukota Dili seperti Distrik Aileu dan Liquisa). Semua massa demonstran terkonsentrasi di sekitar Kedutaan Besar Australia.
Aksi demonstrasi ini sendiri direncanakan berlangsung selama dua hari (22-23 Maret 2016). Massa memulai demonstrasi sejak pukul 07.00 waktu Timor-Leste dan berakhir hingga menjelang sore. Intinya, para demonstran menuntut adanya perundingan ulang terkait dengan batas wilayah kelautan (Laut Timor) dengan pihak Australia. Membludaknya massa demonstran telah menyebabkan seluruh jalanan protokoler Ibukota Dili mengalami macet total.
Baik pemerintah Timor-Leste maupun para demonstran menilai bahwa perjanjian wilayah batas kelautan yang berlaku selama ini dinilai tidak adil. Garis batas wilayah kelautan Australia di Laut Timor dinilai terlalu masuk ke area kelautan Timor-Leste atau tidak sesuai dengan hukum internasional terkait dengan batas laut territorial. Artinya, negara Australia telah mengekspansi atau mengokupasi wilayah kelautan Timor-Leste.
Sebagaimana diketahui bahwa Perjanjian Laut Timor antara Pemerintah Timor-Leste dan Pemerintah Australia ditandatangani pada tanggal 20 Mei 2002 (hari restorasi kemerdekaan Timor-Leste) yang intinya menyepakati eksplorasi minyak bumi secara bersama di Laut Timor oleh kedua negara.
Wakil penandatangan pada saat itu adalah John Howard (Australia) dan Mari Alkatiri (Timor-Leste). Perjanjian ini mulai diberlakukan pada tanggal 2 April 2003 setelah adanya pertukaran nota diplomatik, terhitung sejak 20 Mei 2002. Perjanjian Laut Timor memiliki masa berlaku selama 30 tahun sejak tanggal penandatanganan dengan ketentuan perbatasan dasar laut kedua negara memiliki ketetapan yang jelas.
Namun, dalam Perjanjian Maritim Laut Timor pada tahun 2007, masa berlaku perjanjian ini diperpanjang hingga 2057. Perjanjian ini sendiri belum terkait dengan adanya perjanjian teriorial wilayah kelautan kedua Negara. Perjanjian territorial inilah yang hari ini diteriakkan oleh massa demontran, yakni perlu adanya perundingan mengenai batas territorial laut dengan garis tengah (median line) yang membelah Laut Timor secara adil berdasarkan hukum internasional.
Perjanjian ini disahkan untuk menggantikan Perjanjian Celah Timor yang ditandatangani oleh Australia dan Indonesia pada tanggal 11 Desember 1989; perjanjian tersebut tidak lagi berlaku setelah Timor-Leste merdeka dari Indonesia. Meskipun sedikit berbeda, Perjanjian Laut Timor memposisikan Timor-Leste pada posisi yang sama dengan Indonesia dalam Perjanjian Celah Timor.
Membludaknya massa demonstran juga tidak terlepas dari seruan politik yang dilakukan oleh Xanana Gusmão selaku Ketua Delegasi Perundingan (sekaligus Ketua Umum ACBN) dalam acara Seminar Nasional tentang Kedaulatan Kelautan yang diselenggarakan oleh ACBN pada tanggal 16 Maret 2016 yang lalu. Dalam acara tersebut juga diberikan sertifikat penghargaan terhadap mantan aktivis PRD (Partai Rakyat Demokratik) oleh Xanana Gusmão selaku Panglima Tertinggi FALINTIL (Angkatan Bersenjata Perlawanan Timor-Leste).
Beberapa nama mantan aktivis PRD tersebut di antaranya Budiman Sujadmiko, Petrus Harianto, Andi Arief, Daniel Indra Kusuma, Yakobus Eko Kurniawan, Dita Indah Sari, Wilson, Widji Tukul, Bimo Petrus Nugroho, dan Safi’i Kemamang. Penghargaan diberikan sebagai ucapan terima kasih para mantan pejuang perlawanan pembebasan nasional Timor-Leste terhadap solidaritas perjuangan yang telah dilakukan oleh PRD di masa lalu.
“Gerakan massa ini, kami lakukan sebagai bagian untuk mendukung upaya diplomasi yang saat ini tengah dilakukan oleh Pemerintah Timor-Leste yang diwakili oleh Xanana Gusmão. Saat ini, beliau (red: Xanana Gusmao) sedang berkunjung ke Afganistan untuk mengikuti Konferensi Negara-Negara Miskin,” ujar Nuno Corvelo Lolaran selaku Pelaksana Harian ACBN. (VA SAFI’I/Dili).