JAKARTA, BN — Di layar ruang Munas I Partai Berkarya, lambang kepala elang perlahan muncul menggantikan pohon beringin. Perubahan itu menandai langkah baru partai yang kini resmi dipimpin Letjen TNI (Purn.) Muchdi Purwoprandjono setelah terpilih secara aklamasi pada penghujung Oktober 2025.
Pergantian simbol bukan hal kecil. Bagi Partai Berkarya, yang selama ini kerap diasosiasikan dengan nostalgia Orde Baru, langkah itu menjadi deklarasi untuk keluar dari bayang sejarah masa lalu dan membangun identitas baru.
“Ini bukan sekadar pergantian lambang, tetapi pernyataan arah. Kami ingin menjadi partai solusi, bukan partai seruan,” kata Muchdi dalam pidato penerimaan mandatnya.
Dalam forum yang dihadiri perwakilan kader dari seluruh Indonesia itu, Muchdi menegaskan niat untuk memodernisasi partai melalui enam agenda strategis, antara lain digitalisasi tata kelola, kaderisasi pemimpin muda, serta penguatan isu ketahanan pangan dan lapangan kerja.
Perubahan simbol dan arah politik Berkarya datang pada masa sulit bagi partai-partai di Indonesia. Survei sejumlah lembaga dalam dua tahun terakhir menunjukkan penurunan kepercayaan publik terhadap partai politik, yang kini berada di kisaran 35 persen.
Di tengah situasi itu, rebranding bisa menjadi peluang maupun risiko. Pengamat politik Ahmad Naufal dari Universitas Nasional menilai langkah Berkarya sebagai “strategi reposisi citra” yang wajar dilakukan untuk menyesuaikan diri dengan dinamika politik baru.
“Beringin lekat dengan masa lalu, sementara elang menandakan visi dan kebebasan. Itu pesan yang ingin mereka sampaikan: keluar dari romantika sejarah menuju politik yang lebih adaptif,” kata Naufal kepada seputar-ntt.com, Senin (3/11/2025).
Namun, ia juga menilai tantangan terbesar Berkarya bukan pada simbol baru, melainkan konsistensi gagasan dan aksi politik. “Publik sudah jenuh dengan perubahan kosmetik. Yang dibutuhkan sekarang adalah keberlanjutan ide dan kerja konkret,” ujarnya.
Munas I juga memutuskan untuk memperkuat basis partai di kalangan muda dan perempuan. Upaya ini, menurut sejumlah kader, merupakan bagian dari strategi jangka panjang agar partai lebih relevan di tengah pergeseran perilaku pemilih.
“Kalau ingin hidup, partai harus bicara dengan bahasa anak muda. Itu yang sedang kami susun: cara baru berpolitik tanpa kehilangan akar nilai,” kata Rian Nugroho, anggota tim perumus platform partai.
Bagi Berkarya, regenerasi bukan sekadar kebutuhan organisasi, tetapi strategi eksistensi. Setelah sempat terbelah secara internal pada 2021–2023, partai kini mencoba merapikan kembali struktur dan arah gerak.
Muchdi Pr. menegaskan, fokusnya ke depan adalah konsolidasi dan kerja nyata di tingkat akar rumput. “Partai ini lahir untuk bekerja, bukan berdebat soal masa lalu,” katanya.
Dengan lambang baru dan kepemimpinan yang lebih terstruktur, Partai Berkarya berharap bisa kembali masuk gelanggang politik nasional pada Pemilu 2029. Sejumlah kader menyebut rebranding ini sebagai momentum “kembali ke jalan politik yang substantif.”
Langkah tersebut juga menunjukkan dinamika lebih luas dalam politik Indonesia pasca-2024, ketika partai-partai lama mulai menata ulang strategi menghadapi perubahan generasi pemilih.
Elang yang kini menjadi simbol baru Berkarya bukan sekadar hiasan di spanduk. Ia mewakili harapan untuk terbang lebih tinggi, sekaligus ujian: apakah partai ini benar-benar mampu meninggalkan masa lalunya, atau sekadar mengganti baju tanpa mengubah isi. (*/BN)






