SoE, berandanusantara.com – Alokasi dana sebesar Rp 1,9 miliar yang digelontorkan melalui anggaran pendapatan belanja negara (APBN) tahun anggaran 2012, di desa Oeuban, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT), diduga pengelolahannya tidak sesuai petunjuk teknis (Juknis).
Bantuan pemerintah pusat tersebut diperuntukan kepada lima kelompok ternak , dengan masing-masing kelompok mendapat jatah Rp 394 juta untuk pengadaan bibit sapi sebanyak 66 ekor. Namun, dalam pengelolaan di setiap kelompok dinilai terjadi penyimpangan yang diduga dilakukan oleh kepala desa Oeuban, Sefnat Batu.
Pasalnya, dari 66 ekor sapi yang terdiri dari 60 ekor betina dan 6 ekor jantan, bagi 20 anggota dalam kelompok, ternyata pengadaannya hanya 57 ekor saja. “Sembilan ekor lainnya dikemanakan,” ungkap Sekretaris Kelompok Bali Super, Abaraham Oematan Kepada wartawan belum lama ini
Menurut Oematan, kelompok Bali Super langsung diketuai oleh Sefnat Batu, yang juga adalah kepala desa Oeuban, sementara satu rekannya Hendrik Mella bertindak sebagai bendahara kelompok. Struktur ini, kata Oematan, untuk memperlancar kelengkapan proses administrasi dalam kelompok. Namun sayangnya, semuanya tidak berjalan baik karena pengelolahannya bertentangan rencana usaha kelompok (RUK).
“Ini jelas bertentangan, karena dalam RUK harusnya pengadaan 66 ekor sapi, namun kenyataannya hanya 57 ekor,” tegasnya.
Selain itu, Abraham Oematan juga mengakui kalau dirinya merasa ditipu oleh Sefnat Batu. Menurutnya, dari ke 66 ekor sapi juga seharusnya diberikan ke 20 anggota kelompok, dengan masing-masing anggota mendapat jatah 3 ekor sapi untuk dipelihara. Ternyata dalam perjalanan anggota kelompok hanya diberikan satu ekor sapi saja. “Ini sudah sangat menyusahkan,” katanya.
Sementara, Hendrik Mella juga merasakan hal yang sama. Dirinya juga mengaku segala sesuatu diatur sendiri mulai dari pembelian sampai kepada pembagian dilakukan sendiri oleh Sefnat Batu selaku ketua kelompok Bali Super. “Memang benar masih ada kekurangan sembilan ekor sapi untuk kelompok kami dan kekurang sembilan ekor tersebut juga untuk sembilan anggota kelompok Bali Super,” ujarnya.
Keduanya mengaku, pengadaan sejak tahun 2012 tersebut hingga saat ini pun belum mencapai 66 ekor. Oleh karena itu mereka pun telah melaporkan masalah ini ke Resort Peternakan Mollo Barat, namun sampai dengan saat ini belum ada tindak lanjut.
Resort Peternakan Mollo Barat, Matias Oematan ketika ditemui dikediamannya membenarkan kekurangan sapi sembilan ekor untuk kelompok Bali Super. Dari lima kelompok di desa Oeuban, menurut dia, yang bermasalah hanya terjadi di kelompok Bali Super yang dipimpin langsung oleh Kepala Desa setempat, Sefnat Batu.
Namun, Matias Oematan hanya menganjurkan untuk persoalan ini diselesaikan secara kekeluargaan. Menurutnya, yang menyusun RUK adalah pada kelompok, sehingga sebaiknya diselesaikan di dalam kelompok.
Kepala seksi pembibitan ternak Dinas Peternakan TTS, Minggus Pandie yang dikonfirmasi mengaku belum tahu persis tentang persoalan ini. Namun demikian, dirinya akan membentuk tim untuk mencari tahu ke lokasi yang bermasalah. “Kita akan segera bentuk tim,” pungkasnya. (Megi)