Responden Pertanyakan Survei Cagub NTT Oleh Laboratorium Politik UI

  • Whatsapp
Ist
Ist
Ist

KUPANG, berandanusantara – Survei yang dilakukan oleh Laboratorium Politik Universitas Indonesia (UI) hanya mencantumkan 10 nama figur bakal calon gubernur dan wakil gubernur NTT. Hal ini membuat responden dan kalangan masyarakat mempertanyakan survei yang telah dilaksanakan sejak Selasa 24 Oktober 2017 itu.

Figur-figur yang namanya tidak masuk dalam kuisioner justru adalah mereka yang sudah sangat dikenal luas. Bahkan, mereka pun telah mendaftarkan diri melalui Partai Politik untuk maju bertarung di Pilgub NTT 2018 mendatang. Alhasil, responden malah menduga kalau survei itu “disponsori”.

Informasi yang dihimpun dari responden, ada sekitar 29 pertanyaan dalam kuisioner. 20 pertanyaan diantaranya adalah pertanyaan tertutup dan sisanya adalah pertanyaan terbuka. Dalam beberapa pertanyaan tertutup, antara lain responden ditanyakan siapa figur calon gubernur yang paling disukai dari 10 nama yang sudah disebutkan. Responden juga ditanyakan, siapa figur yang paling tidak disukai dari 10 nama tersebut.

Dari sepuluh nama tersebut, Beny K. Harman berada di urutan pertama dan Robert Jawang di urutan ke-10. Beberapa figur cagub yang disebutkan dalam kuisioner antara lain, Kristian Rotok, Marianus Sae, Esthon Foenay, Ibrahim Medah, Lusia Adinda Lebu Raya, Goris Mere dan Robert Jawang.

Petrus, salah satu responden di Kota Kupang yang sempat dihubungi wartawan melalui telepon selulernya kemarin, membenarkan bahwa dirinya menjadi salah satu responden yang dilakukan oleh Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI). Namun, setelah membaca 10 nama figur calon gubernur yang tertera dalam kuisener tersebut, ia tidak melihat beberapa nama figur calon gubernur NTT yang sudah dikenal luas oleh masyarakat NTT.

“Saya heran kok ada beberapa nama figur cagub yang sudah dikenal luas dan mengikuti proses pendaftaran di Partai tidak ada dalam daftar kuisener tersebut. Pahadal mereka ini mendaftar sebagai cagub di Parpol besar,” ujar Petrus.

Yang lebih mengherankan, lanjutnya, figur-figur cagub yang tidak pernah mendaftar di Parpol justru ada namanya. “Kog figur yang tidak mendaftar di partai, justru ada namanya dalam daftar kuisener tersebut. Survey ini survey asal-asalan. Bisa saja ada masyarakat menduga ada ‘pesan sponsor’,” kritik Petrus.

Hal senada juga dikemukakan Beni, responden lainnya yang juga berdomisili di Kota Kupang. “Saya mempertanyakan kredibilitas lembaga yang melakukan survey. Saya tidak tahu apa kepentingan dibalik itu tapi jelas bahwa survey ini tidak professional,” ujarnya.

Ia bahkan sangat menyesal karena survei yang dilakukan Lembaga Psikologi Politik Universitas Indonesia tersebut tidak mengakomodir realitas politik yang terjadi di NTT saat ini.

“Sangat disayangkan sekali lembaga sekelas UI melakukan survey dengan kuisener yang abal-abal. Masyarakat bisa saja menduga ada ‘pesan sponsor’ dibalik survey ini. Saya juga pertanyakan profesionalisme dan kredibilitas lembaga tersebut,” tandasnya.

Koordinator survey Lembaga Psikologi Politik Universitas Indonesia, Rufus Pati Wutun yang dikonfirmasi wartawan melalui telepon selularnya mengakui adanya nama sejumlah figur cagub NTT yang tidak masuk dalam daftar kuisioner yang dibagikan kepada 500 orang responden. Namun ia membantah kalau ada ‘titipan sponsor’ dalam survei yang dilakukan oleh lembaga tersebut.

“Survey tersebut merupakan survey uji coba dengan metode stimulus respons. Kami mau lihat bagaimana situasi di masyarakat. Ada beberapa nama yang sengaja kami sembunyikan. Kalau di bawah ada respon dari masyarakat berarti masyarakat punya perhatian. Hari ini sudah ada 11 orang yang menelepon saya mempertanyakan hal itu,” ujar Rufus.

Karena ada respon dari masyarakat, lanjut Rufus, maka pihaknya menarik dua nama figur dalam daftar nama figur cagub dalam kuisener tersebut, yakni Goris Mere dan Robert Jawang.

“Lalu saya masukan 3 nama baru yakni Melki Laka Lena, Daniel Tagu Dedo dan Kristo Blasin. Besok sudah keluar kuisener versi terbaru, bukan lagi dengan 10 nama tapi dengan 11 nama bakal calon gubernur. Survey besok (hari ini, Kamis 26/10/17), red), bukan uji coba lagi,” jelasnya.

Dengan demikian, kata Rufus, pihaknya akan mengedarkan kuisener versi baru dengan 11 nama. “Bukan survey stimulus respon lagi. Tahap stimulus respon sudah lewat. Kalau survey sebelumnya kita pancing dahulu respon di masyarakat. Tapi besok (26/10/17, red), kita keluarkan versi baru dengan 11 nama cagub. Jadi bukan survey uji coba lagi,” tandasnya.

Mengenai adanya sponsor dibalik survey tersebut, Rufus membantahnya. “UI itu universitas besar, tidak ada titipan sponsor dari partai politik atau figur tertentu. Survey ini dilakukan oleh Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia. Saya salah satu anggotanya,” katanya.

Menurut Rufus, pihaknya tidak punya kepentingan politik dalam survey tersebut. “Yang perlu diingat, pertama, kami tidak dapat diintervensi oleh kepentingan politik. Karena yang lebih penting dari kami adalah bukan calon tapi faktor atau kriteria yang digunakan untuk mengukur seorang figur yang layak,” jelasnya.

Yang kedua, lanjut Rufus, pihaknya punya kewajiban untuk memberikan pendidikan politik yang benar. “Pendidikan politik yang benar itu adalah pendidikan politik yang benar-benar merujuk pada kepentingan rakyat. Ketiga, perlu ada kejujuaran. Itu yang menjadi sangat penting. Karena itu ketika kami mendapat informasi dari lapangan, kita harus merubah kuisener tersebut. Karena bagaimanapun orang-orang partai dan masyarakat juga punya calon,” paparnya.

Saat ditanya apakah Laboratorium Psikologi Politik UI tidak mengetahui nama figur-figur bakal calon gubernur NTT, pihaknya sengaja memasukan hanya 10 nama untuk mengetahui respon masyarakat. “Jadi begini, kan ada banyak nama figur bakal calon gubernur yang ada. Jadi kita bilang kita turunkan dulu 10 nama ini sebagai stimulus respon. Jadi kami bilang ini tahap uji coba. Jadi kami mengharapkan adanya komentar dan perbaikan dari publik baru kami melakukan perbaikan kuisener,” kilahnya. (yos/ian/tim)

Related posts