Lembata, berandanusantara.com- Upacara adat ( Ritual adat) “Gute Semei” dilakukan di Desa Wulandoni, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, Rabu (10/9/2014). Ritual adat ini dilakukan oleh tetua adat desa itu. Menurut kepercayaan setempat, bahwa ritual adat “Gute Semei” ini merupakan upacara adat untuk mengumpulkan darah-darah yang sudah tercecer ditengah jalan, hutan-hutan atau ditempat kejadian perkara.
Upacara adat ini dilakukan khusus bagi orang-orang yang meninggal karena dibacok atau dibunuh. Dan darah-darah yang tercecer itu dikumpulkan pada satu tempat dan dibungkus dengan kain putih, kemudian dihantar kerumah duka dan disemayamkan dirumah duka selama 40 malami lamanya.
Adapun tujuan daripada ritual adat ini untuk memberi ketenangan jiwa dari orang yang meninggal akibat dibacok atau dibunuh karena berbagai hal, misalnya karena merebut lahan atau batas tanah seperti yang baru-baru ini terjadi pertikaian antara Wulandoni dan kampong Luki Desa Pantai Harapan Kabupaten Lembata.
Ritual yang dilaksanakan di Wulandoni Rabu (10/9) itu untuk mengumpulkan darah dari korban pertikaian itu yaitu Krinus Manuk (56) yang dibunuh di Kantor Camat Wulandoni depan PosPol Wulandoni Minggu (17/8) berkenaan dengan HUT RI ke-69 baru lalu. Untuk hal ini masyarakat kampong Wulandoni,kampong Senaki, kampung Lewuka,kampung Udak, kampung Uoor dan Kampung Paubokol, berkupul di Wulandoni untuk melakukukan ritual adat “Gute Semei”.
Pada acara itu, para tetua adat memohon restu leluhur Lewotana Lembata dan Tuhan Yang Maha Esa, agar darah yang tercecer itu disatukan lagi sehingga arwah dari Bpk Krinus Manuk yang meninggal dibunuh tidak bertayangan di mana-mana. Dan setelah darah dibunkus oleh kain putih kemudian dihantar kerumah duka selama 40 malam. Dan setelah 40 malam, darah itu dikuburkan pada tempat kubur Bpk Krinus Manuk.
Ritual adat ini penting dilakukan oleh masyarakat Kampung Wulandoni dan sekitarnya karena menurut sejarah pristiwa sadis ini sudah terjadi dua kali pada tempat yang sama. Mungkin Karenena selama pristiwa pertama tidak melakukan ritual Gute Semai maka pristiwa berdarah pada tempat ini ulang terjadi. Perlu diingat semua acara ritual itu patut kita lakukan sebab, kepercayaan para tetua jangan kita anggab reme karena dengan ritual adat pertikaian dan pristiwa pembunuhan tidak terulang lagi.
Hal ini disampaikan anggota DPRD Lembata, Bediona Philipus, SH, M.si kepada Berandanusantara.com di lewoleba, Rabu(10/9/2014), sesaat pulang dari wulandoni.
Menurut Bediona Philipus, kita semua harus bersyukur bahwa ritual ini terjadi dan semua warga menyadari bahwa pertikaian yang terjadi di Wulandoni bukan untuk membawa kebaikan atau keuntungan bagi warga, akan tetapi kehancuran malah yang terjadi. Dan, lanjut dia, untuk saat ini situasi dan kondisi (sikon) sudah beransur Kondusif. Namun, bagi anak-anak sekolah masih trauma menyaksikan pristiwa berdarah itu. Dan banyak anak sekolahpun harus pindah sekolah dari wulandoni karena mereka masih merasa takut dan trauma.
Ditanya apakah ada titik terang perdamaian diantara dua kampung tetangga itu? anggota DPRD 2 periode yang biasa No Ipi ini mengatakan, jalan perdamaian itu tentu, tetapi membutuhkan analisa serius karena peroalan ini muncul karena tapal batas.
“Memang ketika kami datangi masyarakat baik warga wulandoni maupun warga Luki, mereka sangat menyesal dengan pristiwa berdarah ini, sebab kekeluargaan yang dirajut sekian tahun dari turun temurun, dihancurkan oleh pristiwa ini,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, ketika dirinya beberapa Tokoh masyarakat yang ditemui sangat menyesal dengan peristiwa yang telah terjadi tersebut. Seperti halnya Tokoh masyarakat Wulandoni, Hafid, dan Kepala Desa Pantai Harapan, Muhamad Tayib, mereka sangat terluka dengan peristiwa yang telah terjadi di daerah mereka tersebut.
Menurutnya, ada tiga hal penting yang perlu dikaji dibalik pristiwa berdarah di Wulandoni. Yang pertama, jelasnya, ialah penyelesaian konflik Lahan yang disengketakan, kedua, penanganan kasus hukum oleh aparat aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian Lembata, dan ketiga, keterbukaan dari para PNS, guru dan pihak polres Lembata, sehingga pristiwa ini terjadi. “Ini penting dilakukan,” tandasnya.
Ipi juga mengharapkan kepada masyarakat agar jangan terpancing atau terprovokasi dari orang- orang yang tidak bertanggung jawab, sebab yang menderita adalah warga itu sendiri. ”oleh karena itu mari kita hadapi dengan kepala dingin, dan ritual “Gute Semei” dapat mempersatukan kita,” pungkasnya. (Wil Rambung)