KUPANG, BN – Himpunan Pengusaha Peternak Sapi Kerbau (HP2SK) Nusa Tenggara Timur menyambut baik rencana revisi Peraturan Gubernur (Pergub) NTT tentang Tata Niaga Ternak.
Ketua HP2SK NTT, Tono Sufari Sutami, mengusulkan agar pemerintah provinsi meninjau kembali sejumlah ketentuan dalam regulasi tersebut, khususnya mengenai bobot minimal sapi dan persyaratan lahan.
Salah satu usulan utama yang disampaikan adalah penurunan bobot minimal sapi yang boleh keluar dari NTT menjadi 250 kilogram. “Kami minta bobot badannya dikurangi menjadi 250 kg. Ini penting karena banyak peternak kecil yang tidak bisa memenuhi syarat yang terlalu tinggi,” ujarnya, Rabu (24/4/2025), usai mengikuti pertemuan dengan Komisi II DPRD NTT.
Tono juga menyoroti aturan kepemilikan lahan minimal 50 hektare bagi usaha peternakan skala besar dengan kapasitas kandang hingga 1.000 ekor. Menurutnya, syarat tersebut menyulitkan peternak kecil yang tidak memiliki lahan luas atau mitra usaha.
“Peternak kecil kesulitan untuk berusaha jika syaratnya terlalu berat. Ini perlu dipertimbangkan kembali agar usaha peternakan bisa lebih inklusif,” tegas Tono.
Usulan tersebut, lanjutnya, mendapat sambutan positif dari sejumlah anggota DPRD NTT. Ia berharap seluruh masukan dari pelaku usaha dapat menjadi pertimbangan dalam proses revisi Pergub.
“Kuota distribusi sapi keluar daerah juga dibatasi per tahun. Maka dari itu, perusahaan yang memenuhi syarat dan memiliki sapi sesuai ketentuan harus bisa mengurus kuota tersebut secara proporsional,” tambahnya.
Pemerintah Provinsi NTT sendiri memang tengah memproses revisi terhadap Pergub Nomor 52 Tahun 2003 yang dinilai tidak lagi relevan dengan kondisi usaha saat ini. Kepala Dinas Peternakan NTT, Yohanes Oktavianus, menyebut revisi tersebut telah dibahas bersama Komisi II DPRD NTT dalam forum Rapat Dengar Pendapat.
Menurutnya, revisi Pergub akan mencakup tidak hanya aspek bobot, tapi juga sejumlah poin lain yang dianggap menghambat. Pemerintah ingin menghadirkan aturan baru yang lebih adaptif dan menguntungkan semua pihak, tanpa mengabaikan kualitas dan mekanisme tata niaga.
Yohanes juga membantah adanya praktik jual beli rekomendasi dalam sistem distribusi ternak. “Sistem kami sudah digital dan tertutup untuk pungutan liar. Semua berbasis syarat yang jelas dan tanpa proses manual,” tegasnya. (*/BN)