Melki Laka Lena: Pancasila Bukan Sekadar Seremonial

  • Whatsapp
Gubernur NTT bersama para pimpinan daerah menari Gawi, tarian khas Ende yang melambangkan kebersamaan, persatuan, rasa syukur, dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya serta leluhur. (Foto: istimewa)

ENDE, BN – Suasana khidmat menyelimuti Lapangan Pancasila, Ende, pada Minggu (1/6/2025) pagi ketika Gubernur Nusa Tenggara Timur, Emanuel Melkiades Laka Lena, memimpin langsung Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila Tingkat Provinsi.

Momen bersejarah ini menjadi lebih bermakna karena berlangsung di kota yang menjadi tempat perenungan dan lahirnya ideologi dasar bangsa Indonesia oleh Bung Karno.

Read More

Dengan tema “Memperkokoh Ideologi Pancasila Menuju Indonesia Raya”, upacara tersebut dihadiri oleh jajaran pejabat tinggi, tokoh masyarakat, hingga pelajar dan mahasiswa dari seluruh penjuru NTT. Hadir pula Wakil Gubernur Johni Asadoma, anggota DPR RI dan DPD RI asal NTT, para bupati/wakil bupati se-Provinsi NTT, Forkopimda, perwakilan BPIP RI, serta para tokoh agama dan pemuda.

Yang menarik, para peserta upacara tampil mengenakan pakaian adat dari berbagai daerah, menegaskan semangat kebinekaan yang menjadi roh Pancasila. Tepat pukul 10.00 WITA, upacara dimulai dengan rangkaian protokoler yang tertib dan penuh penghormatan, dari pengibaran bendera Merah Putih hingga pembacaan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.

Dalam amanatnya, Gubernur Melki membacakan Pidato Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) RI, Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, yang menegaskan bahwa Pancasila bukan sekadar warisan sejarah, melainkan kompas moral dan ideologis bangsa di tengah tantangan globalisasi.

“Pancasila adalah rumah besar bagi keberagaman Indonesia. Ia mempersatukan lebih dari 270 juta jiwa dengan latar belakang yang berbeda-beda. Kebinekaan bukanlah alasan untuk terpecah, melainkan kekuatan untuk bersatu,” ujar Gubernur Melki.

Ia menekankan pentingnya Asta Cita, delapan agenda besar menuju Indonesia Emas 2045, yang salah satunya adalah memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi, dan HAM. Menurutnya, tanpa arah ideologis, kemajuan apa pun akan mudah goyah dan kehilangan makna.

Gubernur Melki juga memaparkan empat medan utama pembumian Pancasila, yakni pendidikan yang harus membentuk generasi cerdas dan berkarakter, birokrasi yang wajib melayani dengan adil dan transparan, ekonomi yang harus berpihak pada rakyat kecil dan mengutamakan keadilan sosial, serta ruang digital, yang menuntut etika, literasi, dan toleransi dalam setiap interaksi.

“Kita ingin Indonesia yang maju bukan hanya secara teknologi, tetapi juga secara moral. Kita ingin Indonesia yang sejahtera bukan hanya dalam statistik, tetapi juga dalam rasa keadilan dan persaudaraan,” tandasnya.
Upacara ditutup dengan seruan semangat dari Gubernur Melki:
“Di Bumi Ende ini, Dirgahayu Pancasila! Jayalah Indonesiaku!”

Usai upacara, para pemimpin daerah menyempatkan diri mengikuti prosesi simbolik di bawah pohon sukun bersejarah, tempat Bung Karno dahulu merenungkan dasar-dasar negara selama masa pengasingannya di Ende (1934–1938). Di lokasi ini pula ditata Patung Garuda Bhinneka Tunggal Ika dan Lambang Daerah Kabupaten Ende.

Sebagai penutup, suasana haru dan semangat kebangsaan berubah menjadi riuh dan hangat saat Gubernur dan para pejabat menari Gawi bersama masyarakat. Sebuah simbol kekeluargaan dan gotong royong, nilai inti yang selalu hidup dalam semangat Pancasila. (*/BN)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *