ROTE NDAO, BN – Senator asal Bali, Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik atau yang akrab disapa Ni Luh Djelantik, angkat bicara terkait penahanan aktivis asal Rote Ndao, Erasmus Frans Mandato. Melalui akun media sosialnya pada Senin (8/9/2025), Ni Luh menegaskan bahwa demokrasi di Indonesia sedang memasuki masa kegelapan.
“Demokrasi memasuki masa kegelapan. Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Semesta membersamaimu sahabat. Percayalah, satu persatu dari mereka yang membiarkan Ibu Pertiwi tercabik akan dipermalukan oleh Sang Maha Kuasa,” tulis Ni Luh.
Erasmus Frans Mandato, yang dikenal sebagai aktivis vokal sekaligus mantan anggota DPRD Rote Ndao, resmi ditahan usai menyuarakan kritik terhadap dugaan penebangan liar hutan mangrove di Rote Ndao. Kritik yang ia sampaikan melalui media sosial justru berujung pada jeratan UU ITE, sehingga memicu polemik luas.
Banyak kalangan menilai langkah aparat sebagai bentuk kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat. Dalam negara demokrasi, kritik mestinya dipandang sebagai kontrol sosial serta hak warga negara, bukan dijadikan alasan untuk membungkam suara rakyat.
Sebelumnya, Koordinator Daerah BEM Nusantara NTT, Andy Sanjaya, menilai langkah Polres Rote Ndao yang menetapkan Erasmus sebagai tersangka hanyalah cara membungkam suara kritis warga. “Ini jelas kriminalisasi. Erasmus tidak melakukan kejahatan, ia hanya menyuarakan keresahan rakyat terkait penutupan akses jalan ke pantai Desa Bo’a. Itu hak berpendapat yang dijamin undang-undang, bukan alasan untuk memenjarakan,” tegas Andy dalam pernyataan sikap yang diterima media ini.
Kasus Erasmus Frans Mandato pun menjadi peringatan serius bagi masyarakat. “Hari ini Erasmus, besok bisa siapa saja yang mengalami hal serupa,” kata salah satu aktivis di Kupang.
Penahanan ini memantik solidaritas dan gerakan dukungan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat di Kabupaten Rote Ndao. Tagar #bebaskan, #saverotendao, #keadilanuntukrakyat, hingga #stopkriminalisasiaktivis ramai digaungkan di media sosial sebagai bentuk protes atas kebungkaman terhadap suara rakyat. (*/BN)