KUPANG, BN – Senin (1/9/2025) siang, udara Kota Kupang seperti kobaran api. Matahari menancap lurus di ubun-ubun, membuat aspal Jalan El Tari berkilat panas. Namun teriknya hari tak menyurutkan langkah ratusan mahasiswa yang sejak pagi berkumpul di GOR Oepoi. Mereka adalah Cipayung Plus, gabungan organisasi mahasiswa yang membawa satu semangat: bersuara untuk keadilan.
Sekitar pukul 11.00 Wita, mereka bergerak. Long march perlahan mengalir, memenuhi ruas jalan hingga berhenti tepat di depan Gedung DPRD NTT. Suara lantang mahasiswa yang berorasi secara bergantian menggema menembus gedung para Wakil Rakyat. Mereka menyuarakan 11 tuntutan dalam aski itu.
Aparat TNI-Polri sudah siaga sejak pagi. Pagar kawat melingkar di jalan persis di pinggir trotoar depan gedung DPRD NTT. Kendaraan taktis Brimob berjajar di halaman, serta ada mobil pemadam kebakaran terparkir di halaman belakang gedung. Semuanya lengkap, namun tak ada yang menyalakan ketakutan. Aparat berdiri dalam barisan tenang.
Sehari sebelumnya, Minggu (31/8/2025) malam, halaman Kantor Gubernur NTT dipenuhi cahaya lilin dan lantunan doa. Gubernur Melki Laka Lena menginisiasi doa bersama yang dihadiri tokoh agama, tokoh masyarakat, dan unsur Forkopimda. Doa lintas iman itu dinaikkan untuk satu harapan: agar NTT dan Indonesia tetap damai di tengah gelombang unjuk rasa yang merebak di berbagai daerah.
Suasana hening malam itu seolah menjadi ikhtiar dan landasan spiritual bagi jalannya aksi keesokan hari.
Di dalam Gedung Sasando, hari Senin, Sidang Paripurna DPRD sedang berlangsung. Hadir Gubernur Melki, Wakil Gubernur, para pimpinan OPD, serta pimpinan DPRD: Ketua Emilia Nomleni, Wakil Ketua I Fernando Soares, Wakil Ketua II Robby Tulus, dan Wakil Ketua III Kristin Patty. Dari unsur Forkopimda tampak Kapolda NTT, Danrem 161/Wirasakti, dan Kajati NTT.
Usai sidang, mereka tidak meninggalkan ruangan. Mereka menunggu. Begitu massa aksi tiba, Gubernur bersama Wakil Gubernur, pimpinan DPRD, dan Forkopimda keluar. Mereka berdiri sejajar di hadapan mahasiswa
“Mahasiswa tidak boleh dimatikan suaranya. Mereka bagian dari kita yang ingin NTT lebih baik,” ujar Melki singkat, namun dalam.
Selama hampir tiga jam, mahasiswa berorasi bergantian. Melki Laka Lena dan seluruh pejabat diam. Mereka mendengar dengan sabar. Mahasiswa menyuarakan isu nasional dan lokal: pengesahan RUU Perampasan Aset, pencopotan Kapolri Listyo Sigit Prabowo, penegakan HAM, hingga protes terhadap proyek geotermal.
Usai berorasi, giliran Gubernur Melki menanggapi. “Semua akan kami teruskan ke pemerintah pusat. Kalau kewenangan ada di kami, sore ini juga diputuskan. Update-nya akan kami sampaikan berkala,” katanya.
Terkait geotermal, ia menegaskan akan tutup jika merusak. “Kalau merusak, kita tutup. Kalau berjalan baik, kita lanjutkan. Kalau jelek, kita tutup.” Ketua DPRD Emilia Nomleni menambahkan bahwa DPRD siap mencatat seluruh aspirasi untuk diteruskan.
Sementara itu, Kapolda NTT Irjen Rudy Darmoko menyampaikan bela sungkawa atas meninggalnya Affan Kurniawan dalam aksi di Jakarta. Ia menegaskan kasus itu telah ditangani Mabes Polri. “Anggota yang diduga terlibat sudah ditempatkan khusus dan ditahan. Mari kita kawal bersama,” ujarnya.
Dari pukul 11.56 hingga 14.53 Wita, aksi berlangsung tanpa letupan. Tidak ada batu, tidak ada api, tidak ada kata-kata kasar. Yang ada hanyalah orasi mahasiswa yang menyala, aparat yang sabar, dan pemimpin daerah yang mendengar.
Kota Kupang sebagai barometer NTT memperlihatkan wajah demokrasi yang berbeda dari hiruk-pikuk Jakarta. Demokrasi tumbuh teduh, lahir dari doa malam sebelumnya, dan diwujudkan dengan keberanian pemimpin daerah untuk berdiri tanpa jarak bersama rakyatnya.
Panas siang itu justru melahirkan kesejukan: demokrasi yang lantang, tapi tidak melukai; keras, namun tetap penuh kasih. (*/BN)