PALANGKARAYA, berandanusantara.com – Ratusan warga NTT mendiami gubuk tak layak huni dengan alas seadanya di tempat penampungan di Jalan Badak, Kecamatan Dekan Raya, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Selama dua bulan, nasib mereka terlunta-lunta usai di Putus Hubungan Kerja (PHK) oleh PT Agro Lestari Sentosa, sebuah perusahaan kelapa sawit.
“Kami sudah dua bulan di sini. Semuanya di PHK dari perusahaan,” terang Harlin (31), warga asal Mukun, Manggarai Timur, NTT, Rabu (28/10/2015).
Menurut Harlin, ketika di PHK, mereka ditampung oleh Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI). Untuk menopang hidup, mereka mengandalkan pasokan makanan dari KSBSI, Menwa Universitas Palangkaraya (Unpar) dan bantuan gereja.
“Ya seperti inilah nasib kami sejak di PHK. Kami dibantu banyak orang untuk hidup sehari-hari,” kata dia.
Menurut pengakuannya, buruh kelapa sawit ini di PHK lantaran mogok kerja untuk menuntut hak mereka kepada perusahaan. Namun, perusahaan mengeluarkan mereka dengan secara sepihak tanpa uang pesangon.
“Kami mogok kerja untuk menuntut hak kami yang tidak dipenuhi oleh perusahaan. Tapi karena itu pula kami di PHK secara sepihak,” cerita dia.
Selama bekerja di PT Agro Lestari Sentosa, Harlin dan buruh lainnya mendapat upah Rp 79 ribu per hari. Upah itu ditambah dengan beras 17 kg per bulan.
Namun seiring waktu, perusahaan memperlakukan mereka secara tidak adil. Jika tak masuk kerja barang sehari dengan alasan apa pun, jatah beras mereka ditiadakan selama satu bulan.
“Nasib kami seperti itu. Kalau ada dari kami yang tidak kerja entah karena sakit atau izin, jatah beras kami sebulan langsung dihapus,” tukas ayah satu orang anak ini.
Tak hanya jatah beras yang hilang, sebagian dari mereka tak memproleh Jamsostek dan BPJS kesehatan. Ketika sakit, mereka berobat dengan biaya sendiri. Tercatat sudah 6 orang yang sudah meninggal sejak mereka bekerja dari tahun 2011.
“Kami sakit biaya sendiri. Tak ada Jamsostek atau BPSJ kesehatan. Itulah yang kami tuntut dan kemudian kami di-PHK,” cerita dia.
Perjuangan mereka tak berhenti di situ. Saat ini mereka telah melaporkan perlakuan perusahaan kepada Polsek setempat, dinas ketenagakerjaan Palangakaraya dan Pemprov Palangkaraya.
“Kami sudah tiga kali demo dan telah melaporkan perusahaan. Tapi sejauh ini belum ada hasilnya,” kata Harlin.
Ketika mengunjungi tempat penampungan ini, nampak disaksikan merdeka.com para buruh yang sebagian besar dari Kabupaten Atambua, NTT ini harus berlindung dari hujan, asap dan angin dalam gubuk yang seadanya.
Sebagian di antaranya tinggal dalam kantor KSBSI yang belum selesai dibangun. Selain itu, untuk tidur mereka menggunakan alas terpal dan tikar. Untuk MCK, mereka menggunakan sumur bor yang diberdayakan oleh KSBSI.
Maksud hati untuk memperbaiki kondisi ekonomi di Palangkaraya sungguh menjadi sebuah ironi bagi ratusan buruh asal Nusa Tenggara Timur (NTT).
Setelah di PHK secara sepihak oleh PT Agro Lestari Sentosa dua bulan lalu, mereka kini hidup terlunta-lunta dalam gubuk tak layak huni di tempat penampungan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI).
Merdeka.com berkesempatan mengunjungi tempat penampungan ini. Terlihat anak-anak kecil yang sebagian besar murid SD bermain di antara gubuk-gubuk itu. Sedangkan ibu-ibu bersama-sama menyiapkan makan malam di tungku api yang dibuat di tengah-tengah tengah tempat penampungan.
Ketika asap melanda wilayah Palangkaraya, mereka berjibaku dalam suasana yang memprihatikan. Tak ayal, beberapa anak kecil dan ibu-ibu dilarikan ke RS untuk mendapat perawatan.
“Kami sungguh dekat dengan titik api. Setiap saat asap menyerang kami. Ada anak-anak yang jatuh sakit dan dilarikan ke RSU,” cerita seorang buruh yang enggan menyebutkan namanya kepada merdeka.com di tempat penampungan KSBSI, Jalan Badak, Kecamatan Dekan Raya, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Rabu (28/10).
Selain karena tak memiliki BPJS dan Jamsostek dari perusahaan tempat mereka bekerja, para buruh ini meminta rekomendasi dari RT setempat untuk dirujuk ke rumah sakit. Di samping itu, mereka juga menderita penyakit diare.
Ketika hujan mengguyur Wilayah Palangkaraya dua hari berturut-turut kemarin, beberapa gubuk yang mereka diami rubuh. Dengan keadaan seadanya mereka bahu membahu membangun kembali gubuk tersebut.
“Saya prihatin. Saya melihat mereka tidur meringkuk dan bahkan ada yang tidak tidur sama sekali. Ada pula yang hanya menyandarkan kepalanya saja ketika hujan. Gubuk mereka rubuh,” cerita salah seorang warga setempat. (Andyos/merdeka)