ISSA 2025: Sektor Tradisional dan Keterbukaan Jadi Kunci Lompatan Ekonomi

  • Whatsapp
Dok CME.

JAKARTA, BN – Innovation Summit Southeast Asia (ISSA) 2025, ajang dua tahunan yang digagas oleh Center for Market Education (CME) bersama Tholos Foundation (Washington, D.C.), digelar di Jakarta.

Tahun ini, ISSA menggandeng Universitas Prasetiya Mulya, Provalindo Nusa, dan Ecolex dalam penyelenggaraannya.

Read More

Inovasi kerap diidentikkan dengan terobosan teknologi. ISSA 2025 justru mengajak publik melihat sisi lain dari inovasi: bagaimana terobosan dalam products, processes, dan policies bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memperkuat sektor industri, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. ISSA 2025 menghadirkan pembuat kebijakan, pelaku usaha, akademisi, serta masyarakat umum hadir untuk membahas tantangan dan peluang inovasi.

Peluncuran International Trade Barrier Index (TBI) 2025

Salah satu highlight ISSA tahun ini adalah peluncuran International Trade Barrier Index (TBI) 2025. TBI sendiri merupakan indeks global yang membandingkan tingkat keterbukaan dan hambatan perdagangan antarnegara. Peluncuran TBI 2025 juga mengangkat case study kontroversi pelarangan penjualan Apple iPhone 16 di Indonesia. Di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan akibat perang tarif, tentu muncul pertanyaan di masyarakat: apa yang harus dilakukan Indonesia?
Penelitian menyimpulkan bahwa proteksionisme justru menghambat kemajuan. Daya saing muncul dari keterbukaan dan inovasi—bukan isolasi.

Lantas, bagaimana dengan peringkat Indonesia? “Memang Indonesia berada di peringkat terakhir, tapi justru ini menunjukkan potensi yang luar biasa. Ada harapan besar terhadap pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto. Apalagi saat ini banyak perusahaan di AS dan Eropa yang tengah mencari alternatif rantai pasok di kawasan Asia. Common sense reform dapat membawa Indonesia melompat menuju era baru,” ujar Phillip Thompson, dari TBI.

Alih-alih terus melindungi industri lewat tarif dan pembatasan kandungan lokal, ISSA 2025 mendorong Indonesia untuk mengandalkan inovasi dan persaingan sehat. Datanya jelas: isolasi menghambat kemajuan, sementara keterbukaan memicu produktivitas dan ketahanan.

Sektor Andalan: Itu-itu Saja?

Selama ini, sektor-sektor seperti pertanian, komoditas, dan sumber daya alam kerap dipandang miring. Padahal, justru di sektor-sektor “tradisional” inilah peluang inovasi terbuka lebar—mulai dari sustainable farming, sistem logistik modern, hingga ekspor berbasis added-value.

Pada 2024, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menyumbang 12,61 persen terhadap PDB Indonesia. Perkebunan sendiri berkontribusi 4,17 persen. Kelapa sawit tetap menjadi andalan ekspor, dimana Indonesia merajai sektor ini. Industri tembakau juga memberikan sumbangan besar terhadap penerimaan negara, mencapai lebih dari Rp150 triliun per tahun.

Di saat bersamaan, sektor energi terbarukan, perumahan, dan industri kreatif terus menunjukkan pertumbuhan—dan berpotensi menjadi penopang ekonomi masa depan.

“Pemerintah perlu membiarkan sektor-sektor ini tumbuh dengan organik. Dengan insentif yang tepat dan iklim usaha yang sehat—bukan intervensi atau regulasi berlebihan—sektor lama dan sektor baru, the overlooked and the underrated, dapat tumbuh berdampingan,” ujar Alfian Banjaransari, Country Manager CME.

Peran Societal Instutions

Gagasan ini sejalan dengan pandangan tiga peraih Nobel Ekonomi 2024—Daron Acemoglu, Simon Johnson, dan James Robinson—yang menekankan pentingnya institusi. Ketika hukum mampu melindungi hak milik (property rights) dan membatasi intervensi berlebihan, entrepreneurship dan inovasi akan berkembang lebih cepat.

Momentum Pemerintahan Baru

“Di tengah hiruk-pikuk ketegangan perdagangan dan geopolitik, Presiden Prabowo menunjukkan komitmennya untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat investasi yang kompetitif. Beliau menekankan pentingnya kemudahan berusaha dan penyederhanaan birokrasi & regulasi yang selama ini membebani pelaku usaha,” kata Dr. Carmelo Ferlito, CEO CME sekaligus pengajar di Universitas Prasetiya Mulya.

“Pesan ini sangat sejalan dengan misi kami—mendorong perdagangan yang lebih terbuka, arus investasi, serta inovasi. Ketiganya, jika dipadukan, akan menjadi resep untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas dan mengelurkan Indonesia dari middle income trap,” pungkasnya. (*/BN)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *