KUPANG, berandanusantara.com – Dalam waktu dekat, batu Akik asal kandungan Nusa Lontar, Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT) ikut dalam ajang pameran batu Akik di Pasar Senen Jakarta. Hal ini membuktikan kepada seluruh masyarakat, terutama pencinta batu akik, bahwa potensi batu akik di Kabupaten Rote Ndao memiliki kualitas yang tidak kalah dengan yang dimiliki daerah lain di Indonesia.
Piter lelo, merupakan salah satu pengrajin batu akik asal Rote Ndao yang memiliki kesempatan ikut dalam pameran batu akik di Jakarta. Ditemui di kediamannya, belum lama ini, ia mengaku tengah mempersiapkan diri untuk dapat menampilkan yang terbaik di dalam pameran yang diselenggarakan selama satu minggu mulai tanggal 28 Agustus sampai dengan 6 September 2015.
Keikutsertaan dirinya dalam ajang berkelas nasional tersebut dengan bermodalkan koleksi puluhan jenis batu akik miliknya. “Saya sangat yakin terhadap kualitas batu akik Rote Ndao dan tentunya bisa bersaing di tingkat nasional,” ungkap Anggota Asosiasi Akik provinsi NTT ini.
Sebanyak 35 jenis batu akik Rote Ndao miliknya telah diseleksi di Kupang dan siap dipamerkan. Ia memiliki harapan besar agar lewat ajang bergengsi ini, dapat membawa dampak positif terutama pada peningkatan perekonomian di kabupaten Rote Ndao. “Mudah-mudahan para kolektor batu akik di Jakarta memiliki minat terhadap akik Rote Ndao,” ujarnya.
Ke 35 jenis batu akik tersebut antara lain; Sisik Naga merah (Darah Naga), Sisik Naga kuning, Sisik Naga hitam, sisik Naga Hijau, Sisik Naga bermotif kura-kura, Green Rote, Solar hitam, Solar Coklat, Solar Kuning, Panca Warna, Batu pasir, Ratna Cempaka (Madu) dan Batu corak Cemara Rote.
Selain itu, Kecubung Api, Badar Emas, Badar Besi, Badar Lumut Hijau, Badar Lumut Hitam, Lumut Merah, Lumut Corak Tokek, Ruby Rote, Pandan Kapas, Lavender, Giok Air, Kali Maya Rote, Lapis Legit, Manik Permata dan Bulu Macan Rote. Sementara untuk jenis Batu akik fosil adalah Fosil Kula, Fosil Kusambi, Fosil Asam, Fosil Tulang, Fosil Marungga (Kelor), Fosil Tuak (Lontar), Fosil Cemara dan Fosil Cendana
Menurut Piter Lelo, dari ke 35 batu akik tersebut, yang dijadikan icon Rote Ndao adalah jenis Sisik Naga, Bulu Macan, Fosil Tuak (Lontar), Giok Air, Solar dan Lavender. Enam batu tersebut memiliki kekuatan 8 sampai dengan 9 Most.
“Selain akan membawa batu akik dalam bentuk lempengan, akan dibawa juga dalam bentuk cincin dan liontin untuk dipasarkan,” katanya sambil berharap pemerintah daerah setempat dapat memberi perhatian serius terhadap batu akik Rote Ndao yang memiliki kualitas dan potensi menjanjikan.
Ia menjelaskan, di Kabupaten Rote Ndao masih menyimpan puluhan jenis batu akik yang belum terdekteksi jenis dan namanya. Bahkan saat ini, sekian jenis akik yang sudah terdeteksi baru yang ada pada permukaan bumi Rote Ndao. Sementara yang masih terkubur pada sekian kedalaman belum tersentuh.
Ia berharap sentuhan dan perhatian pemerintah agar harta kekayaan pulau terselatan Indonesia ini jangan sampai terbawa keluar tanpa bermanfaat bagi masyarakat Rote Ndao. Sehingga kekayaan ini hanya membuat masyarakat menjadi penonton.
Lelo mencontohkan, dari pengamatannya selama ini, batu akik asli dari pulau Rote banyak yang dibawa keluar. Setelah itu, yang kembali dibawa masuk ke Rote Ndao dari luar adalah batu plastic yang menyerupai batu akik, kemudian diperjual-belikan kepada masyarakat.
Sebagai pengrajin batu akik, Piter Lelo mengaku bahwa dirinya telah mendapat perhatian dari pemerintah setempat berupa sarana pendukung usahanya. Namun, ia meminta penegasan dari pemerintah daerah Rote Ndao untuk melindungi potensi yang ada tersebut agar tidak seenaknya dibawa keluar.
“Potensi ini sangat berpeluang dalam memberi pekerjaan bagi generasi sekarang yang belum memiliki lapangan pekerjaan, sehingga harus dijaga dengan baik,” tuturnya.
Khusus untuk jenis batu akik Fosil Tuak alias Lontar, jelasnya, perlu dijadikan icon untuk kabupaten Rote Ndao, karena memiliki nilai dan ciri khas tersendiri. Batu bacan doko, misalnya, memiliki kekuatan dibawa disbanding batu akik asal Rote Ndao, namun tingkat promosinya cukup tinggi sehingga dapat dikenal dengan cepat. Oleh karena itu, Lelo sangat sesalkan jika batu akik Rote Ndao tidak dipromosikan secara baik, apalagi memiliki kualitas sangat baik.
“Lemahnya batu akik Rote Ndao terletak pada promosi, sehingga para peminat pun kurang. Sementara pengaruh batu dari luar di daerah sangat kuat. Yang harus dijaga juga adalah Batu Fosil hal, jenis batu ini sangat kental ciri khasnya dengan Rote Ndao,” katanya.
Pada pameran dalam rangka HUT Rote Ndao yang ke 13 belum lama ini, Petrus Lelo berhasil meraup keuntungan sampai Rp 9 juta rupiah. Ia mengaku para pencinta batu akik dari Jakarta memesan batu akik jenis Badar Lumut bercorak Tokek darinya dengan harga Rp. 1,5 juta per mata cincin. Sementara jika dalam satu bongkahan, batu jenis ini harganya bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Piter berharap, melalui event pameran di Jakarta nanti, dirinya akan mempromosi batu fosil Lontar, dengan harapan “Batu adat” ini mendapat daya tarik dari para kolektor. Selain itu, untuk mencintai potensinya, orang Rote pun diharapkan dapat berminat memakai batu jenis ini sebagai “batu adat” yang selalu digunakan dalam berbagai acara.
“Jangan kita unggulkan batu akik dari luar daerah, sementara batu akik kita yang berkualitas baik diabaikan,” pungkasnya. (Arkhimes Molle/Ryan Tulle)