KUPANG, BN – Meningkatnya kasus HIV/AIDS di Kota Kupang, termasuk yang telah menyasar pelajar dan mahasiswa, mendorong Rotary Club Kupang Rastamores dan RRI Kupang menjalin kolaborasi strategis melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) tentang sinergi edukasi, kemanusiaan, dan pembangunan masyarakat.
Penandatanganan MoU dilakukan bersamaan dengan Dialog HIV/AIDS dan Kesehatan Mental di Aula Rumah Jabatan Wali Kota Kupang, Selasa (2/12/2025), yang menyoroti fenomena pergaulan pemuda dan pelajar di tengah penetrasi teknologi digital.
Dialog tersebut menghadirkan Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang dr. Retnowati, Pimpinan Komisi IV DPRD Kota Kupang Jemari Yosep Dogon, Direktur LSM Perjuangan Emu Lisnahan, Direktur WPA Yerry Frans serta Sekretaris KPAD Kota Kupang Jems Bore, dengan moderator Gusti Brewon dari PKBI NTT.
Presiden Rotary Club Kupang Rastamores, Abed Frans, mengatakan MoU tersebut menjadi bentuk komitmen bersama untuk memperluas edukasi publik, meningkatkan literasi sosial, serta menghadirkan program siaran yang inspiratif dan bermanfaat bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur. Melalui kerja sama ini, Rotary dan RRI Kupang bertekad menghadirkan program berkelanjutan yang relevan bagi masyarakat, terutama terkait kesehatan, pendidikan, lingkungan, dan penguatan nilai kebangsaan.
Acara yang dipandu Semmy Ndolu dan disiarkan langsung oleh RRI ini menarik perhatian banyak pelajar SMP dan sebagian mahasiswa. Mereka aktif bertanya dan meminta pandangan mengenai cara menghindari HIV/AIDS, termasuk kekhawatiran mereka terhadap pergaulan di era media sosial dan gawai yang menjadi ruang interaksi sekaligus potensi risiko. Sepuluh pelajar terlibat langsung menyampaikan pertanyaan, dan sebagian besar mengaku khawatir terhadap pengaruh dunia digital yang dapat mendorong perilaku berisiko jika tidak diawasi.
Sekretaris KPAD Kota Kupang, Jems Bore, memaparkan bahwa hingga September 2025 terdapat 173 kasus baru HIV/AIDS, sementara angka akumulatif telah mencapai 2.543 kasus. Menurutnya, kondisi tersebut merupakan “fenomena gunung es” karena masih banyak kasus yang belum terdeteksi. Ia menyebut penularan kini juga menyasar ibu rumah tangga, remaja, perempuan, migran, dan kelompok perilaku berisiko.
KPAD terus melakukan edukasi dan sosialisasi rutin, termasuk mendatangi sekolah dan kampus, menyediakan layanan tes dan konseling melalui VCT mobile, serta bekerja sama dengan lintas sektor untuk mengantisipasi penyebaran virus. Jems mengajak pelajar dan mahasiswa untuk menjaga diri, tidak mudah terpengaruh iming-iming dari siapa pun, serta berani melakukan tes HIV jika merasa berisiko tanpa perlu malu.
Pimpinan Komisi IV DPRD Kota Kupang, Jemari Yosep Dogon, menyatakan keprihatinannya terhadap meningkatnya kasus HIV/AIDS dan menegaskan DPRD akan memastikan dukungan anggaran yang memadai untuk penanganan. Ia meminta keterlibatan aktif orangtua dalam mengawasi anak-anak, terutama dalam penggunaan handphone yang kerap menjadi pintu masuk pergaulan berbahaya. Menurutnya, penanganan HIV/AIDS tidak dapat hanya bergantung pada pemerintah, melainkan harus melibatkan keluarga, sekolah, lembaga keagamaan, dan komunitas.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang, dr. Retnowati, menambahkan bahwa Dinas Kesehatan terus memperkuat sosialisasi mengenai HIV/AIDS sekaligus memastikan layanan tes tersedia di beberapa puskesmas seperti Oebobo dan Oesapa, termasuk penyediaan obat bagi ODHA. Dinas juga menjalin kerja sama dengan KPAD, gereja, sekolah, dan berbagai lembaga untuk memperluas edukasi serta melakukan pengawasan terhadap tempat-tempat yang berisiko tinggi penularan.
Dalam dialog itu, dua aktivis peduli HIV/AIDS, Ferry Frans dari WPA dan Emu Lisnahan dari LSM Perjuangan, juga membagikan pengalaman mereka. Ferry menuturkan perjuangannya bersama relawan untuk mengedukasi komunitas rentan secara sukarela.
Sementara itu, Emu Lisnahan yang merupakan ODHA menceritakan perjalanan hidupnya dulu sempat divonis hanya memiliki waktu tiga hari untuk hidup pada 2010. Ia mengalami trauma berat, dijauhi lingkungan, dan kehilangan keluarga, namun bangkit setelah menyadari kesalahan jalan hidup dan memutuskan mengikuti pengobatan secara disiplin. Kini ia aktif mendampingi ODHA, menjadi penyintas sebaya, dan memimpin LSM Perjuangan sebagai ruang kontribusi dalam memerangi HIV/AIDS di NTT. (*/BN)






