KUPANG, berandanusantara.com – Air mata Antonia Nomleni tak bisa dibendung saat menceritakan pengalamannya menerima pelayanan kesehatan di Puskesmas Nunkolo, kecamatan Oinlasi, kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
Di hadapan sejumlah awak media, Sabtu (14/7/2018), Antonia mengungkap apa yang dialami, hingga endingnya suaminya, Markus Missa juga harus ikut mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawai dari aparat Puskesmas setempat. Dia diduga dianiaya Kepala Puskesmas Nunkolo dan sejumlah staf.
Luapan sakit hati dan kecewa meluap dari bibir Antonia. Betapa tidak, untuk mencapai lokasi dimana Puskesmas berada, dia dan suami harus menempuh perjalanan sekitar 30 kilometer. Jika menggunakan jasa ojek, maka harus mengeluarkan uang hingga hampir Rp 100 ribu.
Namun apa yang diperoleh? Nasib apes yang diperoleh keduanya. Kandungannya batal diperiksa, sementara suaminya babak belur dihajar oknum yang seharusnya melayani masyarakat kecil dengan hati. Mereka harus menerima rasa sakit yang dalam. Entah apa juga yang dirasakan bayi dalam kandungannya?
Mirisnya lagi, pagi itu, tanggal 29 Juni 2018, loket sudah ditutup saat hendak ingin memeriksa kandungan Antonia. Padahal waktu masih menunjukan pukul 09.00 Wita pagi. Seorang ibu menghampiri Antonia dan meyampaikan bahwa loket pelayanan sudah ditutup.
Mendengar itu, Antonia pun merasa lemas. Karena sudah berjalan sangat jauh. Apalagi sudah dua kali dirinya datang hanya untuk memeriksa kandungannya. Antonia pun meminta untuk dilayani, meski harus dengan memelas. “Ibu tolong bantu, rumah kami jauh dari sini,” ungkap Antonia mengulangi permintaannya saat itu.
Menurut Antonia, usai meminta tolong, bukannya dibantu, malah dirinya mendapatkan perlakuan kasar. Dia malah dibentak oleh oknum pegawai Puskesmas dan menyuruhnya kembali pada keesokan harinya. Sementara oknum tersebut malah asyik dengan handphonenya.
Meski dibentak, Antonia tetap sabar dan tidak membalas dengan tindakan yang sama. Dia malah tetap meminta bantuan untuk diperiksa kandungannya. Suaminya, Markus Missa, juga ikut memohon demi buah hati mereka yang masih dalam kandungan itu.
Berulang kali memohon namun tidak digubris, suaminya kemudian mengatakan kepada petugas agar pintu loket ditutup saja jika tidak ada pelayanan. “Kalau loket sudah tutup maka sebaiknya pintu juga tutup biar tidak ada yang datang berobat lagi,” kata Antonia menirukan suaminya.
Usai mengatakan demikian, dia dan suaminya bergegas untuk pulang. Namun, baru beberapa langkah, petugas kembali memanggil keduanya. “Om mari dulu, saya punya bapa tua (kepala puskesmas) ada panggil”, ujar Antonia menirukan ucapan petugas loket.
Seperti diberitakan sebelumnya, mendengar ada panggilan dari petugas, Markus merasa lega. Dalam hatinya, dia berpikir bahwa panggilan itu untuk istrinya bisa dilayani. Markus pun bergegas menemui kepala puskesmas.
Tiba di ruangan Kepala Puskesmas, Markus kaget karena dirinya langsung dimarahi. Menurut Markus, Kepala Puskesmas menganggap dirinya tidak sopan lantaran tidak melepas alas kaki yang dikenakannya.
“Biadab, kurang ajar, binatang, kau tidak sopan,” ujar Markus menirukan umpatan Kepala Puskesmas.
Mendengar amukan sang Kepala Puskesmas, Markus pun dengan rendah hati meminta maaf seraya membungkuk dan langsung membuka sepatunya. Sepatu itu pun langsung dilempar.
Meski demikian, tindakan membuang sepatu keluar pun tetap dianggap salah. Seorang Perawat pun datang dan langsung memarahi Markus karena dianggap tidak sopan karena membuang sepatu keluar. Padahal menurut Markus, sepatu yang dibuangnya dilempar ke halaman.
Sontak, aksi brutal sang Kepala Puskesmas pun terjadi. “Kepala Puskesmas kemudian bangun dan langsung pukul saya pas di pelipis, kemudian dia hajar trus sampai saya tidak berdaya. Stafnya juga datang dan semua ambil bagian sampai saya mandi darah,” jelas Markus.
Beruntung, jelas Markus, ada seorang anggota pospol yang datang dan mengamankan. Markus kemudian dibawa anggota Polisi itu ke pospol dan selanjutnya dibawa ke Polsek Oinlasi.
“Saya sudah visum dan diambil BAP, tapi sampe hari ini pelaku belum ditangkap, bahkan menurut pak Kapolsek hasil Visum belum ada”, tandasnya.
Saat ini kasus penganiayaan tersebut masih ditangani oleh aparat kepolisian setempat.
Baik Antonia maupun suaminya Markus merasa sangat sakit hati dan kecewa. Antonia yang terus berurai air mata juga mengaku sampai mengandung anak yang ketiga ini pun, dia harus mendapatkan pelayanan yang tidak mengenakan.
Dia bahkan harus jauh-jauh ke Kupang untuk melahirkan, lantaran pelayanan kesehatan yang diperoleh di kampung halamannya sangat mengecewakan. “Saya hanya butuh pelayanan kesehatan. Kasihan anak saya yang masih dalam kandungan ini,” pungkasnya sambil berurai air mata. (AM/BN/Tim)