KUPANG, berandanusantara.com – Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) NTT, Andre W. Koreh menyatakan, seturut data yang diperbaharui tahun 2015, dari kurang lebih 3,4 juta Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Indonesia, ada sekitar 190.960 RTLH di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Penegasan tersebut disampaikan saat memandu Rapat Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Pemukiman dengan Para Bupati/Walikota dan Pimpinan DPRD Provinsi NTT di Aula Rumah Jabatan Gubernur, Selasa (7/6/2016).
Lebih lanjut, Andre Koreh menguraikan, RLTH tersebut tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di NTT. Permasalahan umum yang ditemukan karena masalah perumahan masih belum diprioritaskan oleh Pemerintah Daerah terutama lewat dukungan APBD.
Selain itu, aturan yang masih tumpang tindih serta belum tersedianya lahan yang dipersiapkan melalui Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Pemukiman (RP3KP).Tugas Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Pemukiman adalah mendorong Pemerintah Daerah untuk merealisasikan Rumah Layak Huni (RLH).
“Terdapat tiga kabupaten dengan RTLH lebih dari 15.000 rumah di NTT yakni Kabupaten TTS, Belu dan Malaka,” jelas Kadis PU yang sekaligus Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) NTT.
Andre Koreh menjelaskan sesuai kajian tim Pokja PKP NTT, RLH versi NTT khususnya untuk masyarakat pedesaan berukuran 7 m2 x 9 m2, setengah tembok, beratap seng dengan dinding dari bebak atau bambu serta berlantai semen. Anggaran yang dibutuhkan untuk membangun rumah tipe tersebut sekitar Rp. 30-40 juta. Satker Perumahan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTT dalam tahun 2016 berencana merehab 2.000 unit rumah dengan dana stimulant Rp. 15 juta per rumah.
Gubernur NTT, Drs Frans Lebu Raya dalam arahannya menegaskan pentingnya ketersediaan RLH. Dari empat belas variabel kemiskinan yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), ada sekitar tujuh yang berhubungan dengan perumahan. Jika pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota bersinergis untuk mengatasi sepuluh variabel, angka kemiskinan akan menurun drastis di Provinsi NTT.
Lebu Raya menegaskan, bersamaan dengan Program Desa Mandiri Anggur Merah, Pemerintah Provinsi NTT telah menjalankan Program Pemugaran Perumahan dan Lingkungan Desa Terpadu (P2LDT). Masing-masing desa/kelurahan dianggarkan dana sebesar Rp. 50 juta untuk lima rumah.
“Filosofi dari program ini adalah semangat gotong royong dan partisipasi aktif dari para penerima sehingga masyarakat juga terlibat dalam semangat pemberdayaan,” jelas Gubernur.
Lebih jauh, Gubernur mengajak para Bupati/Walikota yang hadir dalam kegiatan tersebut untuk bersama-sama memikirkan cara yang efektif agar masyarakat dapat menikmati RLH versi NTT. Prinsipnya, masyarakat harus diberdayakan dan bukan dimanjakan dengan bantuan. Masyarakat harus dilatih bertanggung jawab untuk membangun rumah yang layak.
”Bantuan dari pemerintah hanya berupa stimulus untuk membangkitkan semangat kerja masyarakat desa,” jelas Gubernur seraya meminta Bupati/Walikota untuk segera membentuk Pokja PKP tingkat Kabupaten/Kota.
Supardi, Pejabat Senior dari Pokja Perumahan dan Kawasan Pemukiman Kementerian PU dan Perumahan Rakyat mengapresiasi sikap proaktif dari pemerintah Provinsi NTT dan Kabupaten/Kota se-NTT. Ia juga memberikan penghargaan terhadap Pokja PKP NTT yang telah menemukan RLH khas NTT yang punya ventilasi yang memadai serta tahan terhadap gempa bumi. “NTT bisa menjadi contoh bagi daerah lainnya dalam membangun RLH,” jelasnya.
Rapat yang dikemas dalam situasi informal tersebut dihadiri oleh Ketua DPRD NTT,Ketua REI NTT, Bupati TTS, Bupati Sumba Barat, Bupati Sumba Timur, Bupati Sumba Tengah, Wakil Bupati TTU, Wakil Bupati Kabupaten Kupang, Wakil Bupati Belu, Pejabat yang mewakili Walikota Kupang serta Pejabat yang mewakili Bupati Nagekeo dan Rote Ndao.
Dalam acara tersebut, MoU antara Gubernur dan Wali Kota, serta para Bupati se-NTT tentang Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman di Provinsi NTT. (Hms NTT)