Dira Tome Rubah “Maindset” Masyarakat Soal Jagung

  • Whatsapp
Bupati Sabu Raijua, Marthen Dira Tome berpose bersama mahasiswa Fakultas Pertanian Undana, di sela-sela acara pengresmian Laboratorium Lapangan Terpadu Lahan Kering Kepulauan Undana. (Ist)
Bupati Sabu Raijua, Marthen Dira Tome berpose bersama mahasiswa Fakultas Pertanian Undana, di sela-sela acara pengresmian Laboratorium Lapangan Terpadu Lahan Kering Kepulauan Undana. (Ist)
Bupati Sabu Raijua, Marthen Dira Tome berpose bersama mahasiswa Fakultas Pertanian Undana, di sela-sela acara pengresmian Laboratorium Lapangan Terpadu Lahan Kering Kepulauan Undana. (Ist)

KUPANG, berandanusantara.com – Bupati Sabu Raijua, Marthen Dira Tome memiliki konsep tersendiri tentang jagung. Tujuannya bukan untuk membantah atau mementahkan konsep yang selama ini menjadi spirit pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagai provinsi jagung.

Pemikiran mendasar Bupati yang juga menjadi sosok kontroversial beberapa waktu terakhir, lebih kepada kepada keinginan dirinya mewujudkan kedaulatan pangan. Sebab itu, dia menginginkan masyarakat merubah cara berpikir, yang menurut dia harus lebih logis dan berjangka panjang.

Menurut Marthen, masyarakat harus diajarkan untuk berpikir maju dan jangan terus-terusan untuk kembali ke masa lalu. Jagung, jelas Marthen, selama ini didengungkan sebagai makanan pokok, karena memang tidak ada lagi alternatif makanan lain untuk dikonsumsi.

“Masyarakat dihimbau untuk makan jagung secara terus menerus pun saya rasa salah. Salahnya di mana? Justru itulah yang menjadi tanggung jawab pemimpin, untuk bagaimana masyarakat bisa makan makanan yang lebih baik,” jelas Marthen Dira Tome kepada wartawan, Jumat (15/4/2016).

Dia lantas mengajak semua pihak, terutama masyarakat untuk berpikir realistis. Sebaliknya Marthen pun tidak membantah jika kebiasaan menanam jagung sudah turun-temurun, dan pada musim tertentu, yakni saat musim hujan. Namun, dirinya juga menginginkan masyarakat yang menanam jagung, tidak harus menjadikan jagung sebagai makanan pokok, atau terus-terusan hanya makan jagung.

“Saya ingin bertanya, apakah makan jagung atau makan nasi, telur, ikan, daging, sayur lebih bergizi, ataukan makan jagung? Saya yakin semua orang pasti ingin makan nasi dan lain-lain itu. Dan, pastinya telur, daging, ikan, sayur asupan gizinya jauh lebih baik,” tandas Marthen.

Masyarakat petani, jelas Marthen, perlu juga diajarkan untuk tidak sekedar menanam. Karena jika hanya menanam, tentu cuma menghasilkan dari yang ditanam. Kedaulatan pangan yang ingin didengungkan Bupati Sabu Raijua dua periode ini adalah bagaimana mengelolah setiap hasil bumi, seperti jagung, menjadi makanan jadi dan bernilai.

“Bernilai secara gizi, bernilai secara ekonomis. Artinya, ketika hasil itu sudah bernilai ekonomi tinggi, masyarakat, dalam hal ini petani, bisa membeli beras, ikan, telur, daging, dan lain-lain yang notabenya bernilai gizi tinggi untuk mereka dan anak-anaknya. Jika bergizi, kan akan berdampak pada kecukupan gizi yang juga berpengaruh pada sumber daya manusia,” jelas Marthen.

Marthen memiliki dasar pemikiran yang kuat bahwa sumber daya manusia juga ditentukan oleh makanan yang dikonsumsi, dengan asupan gizi yang baik. Oleh karena itu, konsep kedaulatan pangan yang sesungguhnya menurut Marthen, adalah pengolahan secara baik hasil yang ditanam. Sehingga, dari hasil yang ditanam masyarakat bisa mengkonsumsi makanan bergizi yang sesungguhnya.

“Sekali lagi, konsep berpikir saya ini adalah realistis. Dan inilah yang seharusnya diajarkan kepada masyarakat. Jangan membawa masyarakat kembali ke masa lalu, namun harus berpikir maju,” pungkas Marthen Dira Tome. (And/bn)

Related posts