RONDA, berandanusantara.com – Masalah pinjam – meminjam BBM Bersubsidi antara Personal Selling PT Rote Ndao Energi Indonesia (REI) dengan pihak Pangkalan TNI AL Pulau Rote (Lanal), bakal membuka sekat dalang permainan minyak bersubsidi di Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang selama ini selalu dikeluhkan masyarakat.
Betapa tidak, semua pihak yang selama ini berkecimpung dengan BBM bersubsidi kini saling membuka sisi gelap masing – masing. APMS Rote Ndao dengan APMS milik Niti Sosanto, para penyalur dengan APMS, bahkan merambat hingga oknum yang bermain di balik layar para pihak yang mendapat ijin dari pemerintah daerah sebagai penyalur pun turut timbul ke permukaan.
Salah satu yang diduga sebagai penyalur BBM bersubsidi adalah anggota Intel Polres Rote Ndao Brigpol Yogi Mulyana (Kasat Satuan Intelkam). Dengan menggunakan surat ijin atas nama istrinya, Nur Zaina Fitriani, yang diduga melakukan pengisian dan penimbunan BBM bersubsidi di tempat penyimpanan BBM miliknya di Kelurahan Mokdale – Lobalain, Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur.
Saat ditemui pada 5 Agustus 2015, sekita pukul 21.24 wita yang lalu, ia mengatakan dirinya melakukan kegiatan tersebut berdasarkan ijin yang ia miliki. Dirinya juga menyebut sejumlah nama atau pihak yang dinilainya sebagai penimbun BBM Bersubsidi kelas atas. Mereka yang disebut adalah : Martence Suwongto, Ir Yahya B F Sodakh dan Keluarga Kiah
Sementara Pihak Personal Selling PT REI, Alvian S. Manopo melalui Bagian Operasinal Johan Albert kepada Beranda Nusantara di ruang kerjanya, Kamis (6/8/2015) yang lalu mengatakan, kuota BBM Bersubsidi yang dikelola pihaknya alias APMS Rote Ndao selalu mengalami kehabisan stok.
Hal ini diakibatkan oleh pihaknya melayani penyalur dan masyarakat umum, sedangkan jatah BBM Bersubsidi untuk kabupaten Rote Ndao sebanyak 500 ton untuk dua AMPS di Rote Ndao. yakni APMS Rote Ndao punya kuota untuk jenis bensin 180 ton dan solar 40 ton, sedangkan kuota bagi APMS Niti Susanto, untuk jenis bensin 320 ton dan solar 70 ton. Namun, APMS Niti Susantu tidak melayani masyarakat umum secara langsung dari APMS.
Menurut Johan Albert, APMS Rote Ndao sering terjadi kehabisan stok karena BBM Bersubsidi lebih besar disalurkan kepada pihak penyalur dari pelayanan langsung di APMS kepada kendaraan yang melakukan pengisian di APMS.
Johan Albert mengakui bahwa penyalur yang mendapat ijin pemerintah sebagai penyalur dari APMS Rote Ndao melebihi kuota, hingga mencapai tujuh penyalur yang seharusnya cukup dua sampai empat penyalur.
Namun, kondisi riil yang ada. lanjutnya, hingga mencapai tujuh dikarenakan pihaknya tidak bisa berbuat banyak sehubungan dengan batasan penyalur, karena semua penyalur tersebut diduga merupakan titipan para penguasa, baik Eksekutif maupun Legislatif.
“Kami tidak bisa berbuat banyak, apalagi membatasinya,” ungkapnya sambil menambahkan, kalau dengan terpaksa pihaknya menolak salah seorang penyalur yang diminta oleh salah satu petinggi di Rote Ndao.
Johan mengatakan, masyarakat perlu ketahui bahwa Rote Ndao memiliki dua APMS yakni APMS Rote Ndao dan APMS Niti Susanto. “Mengapa dalam pelayanan konsumen, pengguna BBM bersubsidi terfokus kepada APMS Rote Ndao,” ungkapnya.
Selain itu, Johan menanyakan sejauh mana pelayanan APMS Niti Susanto yang mendapat jatah BBM bersubsidi melebihi APMS Rote Ndao, namun tidak memiliki SPBU untuk melayani kebutuhan masyarakat umum.
Martence Suwongto, salah satu penyalur BBM yang ditemui di kediamannya, di jalan Pabean, Kelurahan Namodale, Kecamatan Lobalain, Rote Ndao, Sabtu (16/8/2015), membantah tuduhan atas dirinya sebagai penimbun BBM bersubsidi. Ia bahkan menilai pernyataan Yogi Mulyana yang juga anggota Polres Rote Ndao merupakan pernyataan yang tidak benar.
“Saya tahu, ada oknum anggota Polres ikut bermain minyak BBM bersubsidi,” ujarnya. “Itu pernyataan bodoh, beta tahu, dia (Yogi) ikut bermain minyak selama ini. Dan kalau dia katakan beta penimbun minyak, itu wajar karena ketika kuota untuk beta itu masuk, tidak mungkin hari itu juga semuannya beta droping keluar,” ucap Suwongto.
Menurut Suwongto yang juga pengusaha ternama di Rote Ndao ini, penimbun itu kecuali pengencer yang menyimpan BBM brsubsidi mencapai sepuluh drum atau lebih, karena hal itu tidak diperkenankan dan jika ketahuan maka dengan sendirinya ijin pengencer tersebut akan dicabut.
“Kenyataan di Rote Ndao, hampir semua anggota Polisi yang ada di Rote Ndao ikut bermain BBM bersubsidi, karena diduga bekerjasama dengan pengusaha proyek yang menggunakan BBM bersubsidi,” tegas Suwongto
Selain Yogi Mulyana, Martence Suwongto menyebutkan Joni (anggota Intel Polres Rote Ndao) ikut bermain minyak. Nama Joni disebutkan karena selalu mendatanginya untuk meminta BBM Bersubsidi jenis solar dengan volume mencapai 2 ton alias 10 drum.
“Kenyataannya hampir polisi yang ada di Rote ikut bermain minyak seperti itu yogi,dan salah satu intel dipolres namanya joni berdomisili disebelah kali, diduga kerjasama dengan pengusaha proyek baru datang minta-minta minyak solar, pikirnya ketong takut mereka intel,” ucap Suwongto
Dijelaskannya, Tanggal 3 Agustus 2015 yang lalu, Joni datang meminta kepadanya BBM bersubsidi jenis solar sebanyak 10 drum. Namun pihaknya hanya memenuhi permintaan Joni sebanyak 2 drum. Tiga hari kemudian, tanggal 6 Agustus 2015, Joni kembali meminta 10 drum namun sampai dengan tanggal 16 Agustus 2015, dirinya belum melayani permintaan tersebut.
Selain itu, sebut Suwongto, Yunus Kolifay, Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada lingkup pemerintah daerah Kabupaten Rote Ndao yang selama ini melakukan kegiatan penimbunan minyak digudang miliknya di depan TK Tongkat Harun Jln Baa-Busalangga Desa Sanggaoen Kecamatan Lobalain, namun didiamkan saja.
Soal SPBU dan APMS Niti Susanto, ia menjelaskan, sedang dalam tahapan proses pembangunan. Sementara menyangkut dengan aktifitasnya, kata dia, semua BBM bersubsidi saat kegiatan pendropingan diisi langsung ke dalam drum, kemudian langsung didistribusi ke penyalur dan pengecer.
Suwongto menambahkan, pihaknya selama ini melayani kebutuhan masyarakat se – wilayah Rote Ndao melalui para penyalur yang tersebar di Pepela, Rote Tengah, Pantai baru, Delha, Baa dan Oelaba. Sehingga, dirinya mengaku bahwa pernyataan pihak Personal Selling PT REI dan atau APMS Rote Ndao tersebut tidak benar.
“Bagaimana pihak APMS Rote Ndao menuduh saya tidak menyalurkan BBM bersubsidi? Jika pemerintah Rote Ndao menilai juga seperti itu, maka tentunya harus mencabut semua ijin penyalur dan pengencer yang ada,” tegasnya.
Dijelaskan, untuk BBM bersubsidi jenis prenium saat ini stok cukup memadai, sedangkan untuk jenis solar sangat kurang, karena sebelum terbentuknya Kabupaten Rote Ndao, kuota yang ia dapatkan sebanyak 600 drum atau 70 ton. Namun, menurut dia, saat ini kuotanya hanya 300 drum, sementara kebutuhan dan tingkat volume kendaraan di Rote Ndao semakin banyak. Ia juga menduga kuat ada permainan BBM bersubsidi di pihak APMS Rote Ndao dengan mengeluarkan BBM dengan drum-drum.
Menurut Suwongto, APMS Rote Ndao hanya memiliki 3 tangki penampung dengan volume dan kapasitas tampung kurang dari kuota pendrompingan dari kapal pengangkut BBM sehingga sisanya tidak jelas dikemanakan.
“Secara logika, BBM untuk APMS berasal dari kapal yang limit waktu bongkar dari pelabuhan ke APMS tidak lebih dari empat hari, karena biaya operasional selama empat hari saja tidak murah, apalagi kapal tersebut harus melayani lagi daerah lain,” ungkapnya.
Seputar BBM bersubsidi yang diduga untuk dimanfaatkan dalam kegiatan proyek, Suwongto membantah kalau selama ini dirinya tidak pernah menggunakan BBM bersubsidi dalam kegiatan proyek yang dilaksanakan pihaknya. Bantahan tersebut dia buktikan dengan menunjukan bukti pembelian BBM Industri yang dimanfaatkan dalam kegiatan proyeknya.
Sementara itu, Yunus Kolifay yang dihubungi Beranda Nusantara melalui ponselnya membenarkan kalau ijin usaha yang dikantonginya adalah milik dan atas nama anaknya Irvan A.I.Kolifay. Nama usahanya Kios BBM Iralin Jaya. Sementara dirinya hanya sebagai penyangga.
Dia menjelaskan, dirinya tidak bisa dikategori peninimbun karena BBM yang dikuasainya adalah jenis BBM Industri, dan bukan BBM bersubsidi. Untuk kuota BBM industrinya sebesar 5 ton, namun sementara dalam penjualan dan memakan waktu 3 sampai 5 bulan dengan harga perliter RP 12.500.
“Dari kuota tersebut, pendrompingannya ke Rote disesuaikan dengan kondisi karena untuk menghabiskannya membutuhkan waktu yang lama. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya pengguna BBM Industri termasuk para pengusaha tidak menggunakan minyak industry dari pihaknya,” jelas Kolifay.
Kolifay mengungkapkan, pengguna BBM Industri yang membeli darinya hanyalah pihak PLTU Rote Tengah dengan volume perminggu sebanyak tiga drum, atau sekurang-kurangnya 600 liter. Sedangkan bagi pengusaha dan kontraktor di Rote Ndao seperti Martence Suwongto, Yohanis Bouk, Rofinus Fanggidae dan lainnya, walau menggunakan alat berat untuk pelaksanaan proyek, tidak pernah membeli dari pihaknya.
“Saya sudah punya ijin untuk BBM Industri sejak Desember 2014 hingga saat ini. Tapi tidak pernah ada pengusaha atau kontraktor datang beli minyak industry di tempat saya,” ujar Kolifay
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Rote Ndao, Messakh N. Nunuhitu, saat dikonfirmasi, Sabtu (16/8/2015), mengatakan, dua APMS di Rote hanya menyalurkan BBM Subsidi, karena belum ada pihak yang berminat untuk menangani APMS non Subsidi atau BBM Industri. Sehingga, sebut dia, untuk saat ini baru ditangani oleh Yunus Kolifay
Menurut Nunuhitu, kalau sudah ada pengusaha yang mau menghandle BBM non bersubsidi, maka kendaraan atau proyek-proyek harus mengunakan BBM industry, bukan BBM bersubsidi. Ia mencotohkan, bahwa pernah pengusaha yang kendaraan dum trucknya mengantri APMS, namun tidak mendapat pelayanan. Namun dengan berjalannya waktu dan karena terbatasnya BBM industry, akhirnya mendapat pelayanan guna kelancaran pekerjaan proyek.
Dikatakan pula, untuk di Rote Ndao masih ada pihak yang memonopoli semua BBM. Martence Suwongto, sebut Nunuhitu, masih memonopoli semua minyak, dan kenyatanya sampai sekarang sebagai pihak yang menguasai APMS Niti Susanto tidak mau membangun SPBU.
Menurutnya, hal ini terkesan disengajakan untuk meraup keuntungan sebesar- besarnya, karena jika sudah dibangun SPBU, maka dia (Martence Suwongto) tidak lagi menjual dengan harga Industri tetapi dengan harga subsidi.
“Setiap minyak bersubsidi masuk ke APMS Niti Susanto. Suwongto dalam menyalurkannya kepada penyalur hanya 1 atau 2 drum saja, sedangkan yang lebihnya ditampung kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi dan proyek. Hal ini sebenarnya sangat berbahaya karena seharusnya BBM Industrilah yang digunakan, namun perlakuan ini tidak pernah ditindak oleh yang berkewenangan. Tetapi kami bisa disalahkan jika melihat hal ini sebagai sebuah persoalan,” ujarnya.
Nunuhitu mengakui kalau selama ini pemanfaatan BBM Bersubsidi jenis Solar hanya dikuasai oleh Martence Suwongto bersama keluarganya. Ia menilai bahwa tindakan tersebut merupakan kejahatan, karena rakyat yang punya barang tetapi mereka yang menggunakannya untuk proyek.
“Solar hanya dong basudara, bapak dan anak yang kelolah. itu kejahatan, rakyat punya barang tapi mereka gunakan untuk proyek, sedangkan ada BBM idustri yang jual Yunus Kolifay, bila ketong bicara malah disalahkan kembali. Buktinya beta minta data BBM yang tersalur kemana-mana namun hingga saat ini data belum diberikan,” ucap Nunuhitu.
Menurut rencananya, Selasa 18 Agustus 2015, digelar rapat untuk pendataan reel terhadap kendaraan penguna BBM bersubsidi dan industry sesuai dengan kuota dan juga pemakai, untuk kebutuhan rumah tangga dan lainnya.
“Rapat sebelumnya, Kamis (14/8/2015), tidak tuntas, karena para APMS dan Penyalur tidak membawa data lengkap untuk dijadikan bahan evaluasi,” tandasnya.
“Kalau kebutuhan dan kuota mencukupi, kenapa terjadi kelangkaan minyak? Sebab dalam pengamatan kami di Rote Ndao kuota cukup memberi jawaban atas kebutuhan BBM bagi masyarakat,” pungkasnya. (Arkhimes Molle/Ryan Tulle)