KUPANG, berandanusantara.com – PT. Bank Pembangunan Daerah (Bank NTT) terlibat langsung dalam menyukseskan program andalan pemerintah provinsi NTT yakni Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS).
Keterlibatan Bank NTT dalam program yang digagas Gubernur dan Wakil Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat-Josef Nai Soi ini adalah melalui sistem pembiayaan langsung kepada petani.
Direktur Utama (Dirut) Bank NTT Harry Alexander Riwu Kaho menegaskan, pelaksanaan program TJPS tidak mengalami kendala, terutama dalam sistem pembiayaan
Menurutnya, Bank NTT bersama Bank BUMN lainnya akan menyiapkan akses pembiayaan yang berbasis KUR maupun non KUR dengan menerapkan prinsip murah, mudah, dan cepat.
Untuk menyukseskan program TJPS, Bank NTT sendiri telah menyiapkan skim Kredit Mikro Merdeka, untuk besaran lahan yang dikelola petani minimal 1 hektar dengan hitungan pembiayaan kurang lebih Rp10 Juta.
Dengan skema pembiayaan ini, maka dapat dipastikan bahwa kapasitas produksi akan melampaui hasil panen yang diperoleh dari pola tanam biasa.
“Pola tanam biasa 5 ton per hektar, maka eksositem ini diprediksi menghasilkan minimum 8 ton per hektar. Dengan hitungan teknis ini, maka tidak ada masalah bagi akses keuangan maupun pembiayaan, serta pelunasan kredit,” kata Dirut Bank NTT Alex Riwu Kaho dalam Bimtek Daring Strategi dan Upaya Peningkatan Produksi Jagung di NTT, Rabu 19 Januari 2022.
Ia menjelaskan selain modal kerja, para petani jagung juga akan dibekali dengan asuransi dalam bentuk BPJS Ketenagakerjaan.
Pada saat petani jagung menandatangani akad atau pinjaman dalam bentuk Kredit Merdeka, maka perlindungan sosial ketenagakerjaan langsung diberikan kepada yang bersangkutan.
“Jika dalam bekerja ada risiko-risiko yang ditimbulkan, maka risiko itu bisa langsung diambil alih oleh BPJS,” tegas Dirut Alex Riwu Kaho.
Selain BPJS, pihaknya juga telah menyiapkan sistem mitigasi risiko kredit. Bank NTT telah bekerja sama dengan beberapa lembaga asuransi, untuk mencegah masalah-masalah yang timbul saat proses tanam dan panen.
“Tantangannya beberapa petani kita terjebak dalam kredit macet, sehingga menyulitkan dalam ekosistem ini. Namun kita sedang mendesain dan mengusulkan agar petani jagung yang terjebak dalam kredit KUR diberikan jalan keluar, sekaligus kesempatan untuk mengangsur kredit macet tersebut,” jelas Alex Riwu Kaho.
Di samping itu, Dirut Bank NTT menegaskan, para Off taker yang terlibat dalam ekosistem program TJPS diwajibkan harus memenuhi beberapa persyaratan khusus yang menjadi mandatori.
Off taker tidak hanya hadir sekadar untuk memanfaatkan swasembada agar bisa bermain harga, tetapi juga Off taker hadir untuk menyiapkan kapasitas petani, produksi, dan usaha yang dimiliki oleh para petani.
Dirut Bank NTT menambahkan, ekosistem program TJPS juga melibatkan TNI dalam hal ini para Babinsa yang akan memberikan keamanan, ketertiban dan kenyamanan bagi para petani.
Selain Baninsa, turut serta dalam kerja sama menyukseskan program TJPS adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN), Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, BMKG dan Kanwil DJPB yang memiliki hak dalam alokasi dan pemanfaatan dana KUR serta pemulihan ekonomi nasional.
“Menjawab arahan Pak Gubernur untuk target di 2022-2023 60.000 Ha yang kita garap, maka dari sisi pembiayaan dapat dipastikan ketersediaan dana dan akses pembiayaan tidak ada masalah,” tandas Alex Riwu Kaho yang juga adalah Ketua Forum Komunikasi Lembaga Jasa Keuangan (FKLJK) Provinsi NTT itu.
Rekrut Petani Pelopor
Dalam kesempatan yang sama, Dirut Bank NTT Harry Alexander Riwu Kaho menyarankan untuk dilakukan perekrutan terhadap petani-petani pelopor.
Para petani pelopor akan dikembangkan sumber daya manusianya dalam bidang pertanian melalui program magang.
Dalam program ini, Bank NTT bersama pemerintah akan melakukan transformasi sistem pertanian dari pola konvensional menjadi pola industri.
“Ketika rekrutmen petani-petani yang masuk dalam ekosistem ini, kita memastikan bahwa masalah administrasi kependudukan sudah tidak menjadi kendala bagi akses petani ke lembaga pembiayaan,” kata Dirut Alex Riwu Kaho.
Persoalan-persoalan sederhana seperti Kartu Keluarga (KK) dan KTP harus bisa diminimalisir sejak dini. Petani harus bisa bebas dari persoalan KK dan KTP demi kemudahan dalam mengakses pembiayaan.
Dalam hal ini, Dirut Bank NTT meminta agar para petani tidak hanya dimudahkan dalam mengakses pembiyaan, tetapi dari sisi pelayanan publik pun harus dimudahkan oleh pemerintah.
Dirut Bank NTT menyarankan agar perlu dilakukan perekrutan terhadap petani pelopor dari beberapa tempat yang sudah terbukti maju dalam industri jagung baik di NTB, Jawa Timur maupun di Jawa Tengah.
“Kita juga bisa kontrak petani-petani dari luar untuk sekaligus dilakukan transfer knowledge, skills, dan culture, agar merangsang petani kita mengadopsi pola pertanian,” ujarnya.
Ia menambahkan, dalam proses pengembangan SDM melalui pola petani pelopor ini, akan dibiayai sepenuhnya oleh dana CSR atau Corporate Secretary Responsibility dari beberapa perusahaan.
Dirut Bank NTT juga berharap agar beberapa pihak lainnya seperti PLN juga ikut serta dan dimasukan dalam ekosistem program TJPS demi tercapainya visi NTT Bangkit, NTT Sejahtera.
60.000 Hektar Lahan Jagung
Semetara itu, Kepala Dinas Pertanian Provinsi NTT Lecky Frederich Koli mengatakan di musim tanam pertama tahun 2022, akan ditanam jagung di atas lahan seluas 2.500 hektar.
“Sampai dengan hari ini yang sudah kita tanam adalah 1.127 hektar. Sisanya akan diselesaikan sampai bulan Maret, khususnya di Sumba Barat Daya dan Manggarai Timur serta di Belu, TTU dan TTS,” kata Kadis Lecky Koli.
Ia menyebut, sumber pembiayaan untuk pelaksanaan program TJPS pada awal tahun ini berasal dari Kredit Merdeka Bank NTT dan Off taker. Sedangkan dari KUR Bank Himbara belum ada.
“Tahun 2022 targetnya 60.000 hektar. Di masa tanam 2, kita akan menanam 6.000 hektar. Sedangkan di masa tanam 1 kita akan menanam 50.000 hektar dengan proyeksi produksi 420.000 ton,” jelasnya.
Lecky menambahkan, pada tahun 2023 pihaknya akan menanam 100.000 hektar jagung atau meningkat 2 kali lipat dari tahun 2022. (*/BN/KN)