OJK Siapkan Stimulus Lanjutan Pemulihan Ekonomi untuk Tahun 2021–2025

  • Whatsapp
Ilustrasi
Ilustrasi

JAKARTA – Stabilitas sektor jasa keuangan terjaga dengan baik di tahun 2020 di tengah tekanan ekonomi yang terjadi akibat pandemi Covid-19. OJK sudah menyiapkan berbagai kebijakan stimulus lanjutan untuk tetap menjaga industri jasa keuangan dan meningkatkan kontribusinya dalam mendorong serta memulihkan perekonomian nasional yang termuat dalam Masterplan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) 2021 – 2025.

Demikian disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) yang digelar secara virtual di Jakarta, Jumat.

Read More

Presiden RI Joko Widodo hadir secara virtual dalam pertemuan yang juga diikuti secara virtual oleh pelaku industri jasa keuangan, pimpinan Lembaga Negara, Menteri Kabinet Indonesia Maju, Gubernur dan Kepala Daerah, serta pelaku usaha mikro dan pimpinan media massa tersebut.

Wimboh menjelaskan, bahwa pandemi Covid-19 merupakan badai besar yang membawa guncangan hebat bagi perekonomian dan pasar keuangan global. Perekonomian nasional pun terkontraksi cukup dalam, sehingga menekan kinerja sektor riil dan mengurangi pendapatan masyarakat.

Untuk mengantisipasi dampak pandemi Covid-19 itu, OJK pada 2020 telah mengeluarkan berbagai kebijakan forward looking dan countercyclical policies yang ditujukan untuk mengurangi volatilitas pasar, memberikan ruang bagi sektor riil untuk dapat bertahan, serta menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Pemerintah dan Bank Indonesia juga sangat membantu dengan stimulus fiskal dan kebijakan moneter yang akomodatif.

“Kebijakan-kebijakan tersebut sangat efektif sehingga perekonomian domestik secara bertahap terus membaik Selain itu, stabilitas sistem keuangan sampai saat ini masih terjaga dengan baik,” kata Wimboh.

Di industri pasar modal, kebijakan pengendalian volatilitas yang dikeluarkan OJK sejak awal pandemi serta tindakan tegas pengawasan OJK telah meningkatkan kepercayaan investor yang tercermin dengan membaiknya IHSG di atas 6.000 pada awal 2021 setelah sebelumnya terpuruk di posisi terendah di 3.937,6 pada 24 Maret 2020.

Penguatan IHSG tidak terlepas dari meningkatnya jumlah investor ritel di pasar modal yang mencapai 3,88 juta investor. Sementara penghimpunan dana melalui penawaran umum mencapai Rp118,7 triliun dengan 53 emiten baru yang merupakan angka tertinggi di ASEAN.

Di industri perbankan, pelambatan aktivitas di sektor riil dan belum penuh beroperasinya korporasi besar membuat kinerja intermediasi perbankan mengalami tekanan dan terkontraksi -2,41% (yoy) di 2020. Namun demikian, kredit Bank BUMN masih tumbuh 0,63% dan BPD tumbuh 5,22%, serta Bank Syariah tumbuh 9,50%.

Di sektor UMKM, berbagai kebijakan stimulus yang diberikan oleh OJK dan pemerintah berdampak pada stabilnya pertumbuhan kredit UMKM dan mulai tumbuh positif secara month to month pada beberapa bulan terakhir. Penempatan dana pemerintah di perbankan sebesar Rp66,7 triliun telah disalurkan sebesar Rp323,8 triliun atau memberikan leverage sebesar 4,8 kali.

Kebijakan restrukturisasi kredit perbankan yang telah diperpanjang, hingga akhir Desember telah mencapai Rp971 triliun (18% dari total kredit) dari sekitar 7,6 juta debitur UKM dan korporasi. Kebijakan ini menghasilkan profil risiko perbankan yang terkendali dengan rasio NPL gross pada level 3,06% (2019: 2,53%) atau net 0,98% (2019: 1,19%) dan didukung oleh permodalan yang cukup tinggi, yaitu CAR sebesar 23,78% (2019: 23,31%).

Sejalan dengan itu, likuiditas perbankan masih cukup memadai (ample) ditandai oleh alat likuid perbankan yang terus meningkat mencapai sebesar Rp2.111 triliun dibandingkan tahun lalu sebesar Rp1.251 triliun, dan Dana Pihak Ketiga yang tumbuh sebesar 11,11% yoy. Alat likuid per non-core deposit 146,72% dan liquidity coverage ratio 262,78%, lebih tinggi dari threshold-nya.

Sementara itu, kinerja intermediasi IKNB masih tertekan akibat pandemi Covid-19. Premi asuransi komersial terkontraksi sebesar -7,34% yoy (2019: 4,77% yoy). Piutang Perusahaan Pembiayaan terkontraksi sebesar -17,1% yoy (2019: 3,7%), akibat belum pulihnya berbagai sektor perekonomian.

Kebijakan restrukturisasi kredit di Perusahaan Pembiayaan juga berjalan dengan baik yang mencapai Rp189,96 triliun (48,52% dari total pembiayaan) dari 5 juta kontrak. Hal ini telah menjaga profil risiko Perusahaan Pembiayaan dengan NPF yang masih terkendali sebesar 4,5%.

Profil risiko IKNB masih terjaga dalam level yang terkendali terlihat dari Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 540% dan 354%, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120%. Begitupun Gearing Ratio Perusahaan Pembiayaan yang tercatat sebesar 2,19%, jauh di bawah maksimum 10%.

Arah Pengembangan

OJK melihat perekonomian nasional masih akan menghadapi berbagai tantangan di 2021 di antaranya upaya menciptakan permintaan pasar, percepatan penanganan pandemi Covid-19, serta adanya momentum kebutuhan digitalisasi untuk mendukung aktivitas ekonomi.

Selain itu, secara struktural, industri jasa keuangan harus menyelesaikan berbagai hal di antaranya daya saing dan skala ekonomi yang masih terbatas, masih dangkalnya pasar keuangan, kebutuhan akan percepatan transformasi digital di sektor jasa keuangan, pengembangan Industri Keuangan Syariah yang belum optimal dan ketimpangan Literasi dan Inklusi Keuangan.

Untuk menjawab berbagai tantangan tersebut, OJK telah menyusun kebijakan komprehensif dalam mengembangkan sektor jasa keuangan yang termuat dalam Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) 2021-2025 yang diluncurkan pada pertemuan ini. Master Plan ini diharapkan dapat menjawab tantangan jangka pendek dari pandemi Covid-19 dan tantangan struktural dalam mewujudkan sektor jasa keuangan nasional yang berdaya saing, kontributif dan inklusif.

MPSJKI 2021 – 2025 akan fokus pada lima prioritas, yaitu:

1. Kebijakan stimulus program pemulihan ekonomi nasional (PEN)

a. Memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit bagi debitur terdampak Covid-19 hingga 2022.

b. Memberikan sovereign rating dalam perhitungan permodalan berbasis risiko apabila lembaga jasa keuangan (LJK) membeli efek yang diterbitkan oleh Lembaga Pengelola Investasi (sovereign wealth fund/LPI) sesuai tujuan Undang-Undang Cipta Kerja.

c. Mengeluarkan relaksasi kebijakan prudensial yang sifatnya temporer yakni; restrukturisasi kredit/pembiayaan berulang selama periode relaksasi dan tanpa biaya yang tidak wajar/berlebihan, penurunan bobot risiko kredit (ATMR) untuk Kredit dan Pembiayaan Properti serta Kredit dan Pembiayaan Kendaraan Bermotor, serta penyesuaian Batas Maksimum Pemberian Kredit dan Penurunan bobot risiko kredit (ATMR) untuk sektor kesehatan

d. Mempermudah dan mempercepat akses pembiayaan bagi pelaku usaha khususnya UMKM antara lain dengan memperluas proyek percontohan KUR Klaster yang telah berhasil diterapkan di beberapa daerah seperti di Desa Sendang Biru – Jawa Timur, Desa Tempuran – Lampung dan Desa Karang Sari – Sumatera Selatan.

e. Memperluas ekosistem digitalisasi UMKM dari hulu sampai hilir, antara lain dengan pengembangan BWM, platform securities crowdfunding, proses KUR dan juga pengembangan platform marketplace digital yang disebut “UMKM-MU”. Hal ini diharapkan akan membuka akses pasar dan pembiayaan bagi UMKM dan milenial yang usahanya terkendala akibat pandemi.

2. Penguatan ketahanan dan daya saing sektor jasa keuangan.

OJK akan mempercepat konsolidasi di industri jasa keuangan melalui penerapan kebijakan permodalan minimum. Sebelumnya sudah empat Bank Umum melakukan akuisisi dan 29 BPR merger yang akan dilanjutkan pada 2021.

DI IKNB OJK akan memperkuat penerapan tata kelola dan manajemen risiko melalui beberapa kebijakan antara lain Batasan Investasi dan Penyediaan Dana Besar, Penyempurnaan Aturan Permodalan, serta Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan (Exit Policy).

3. Pengembangan ekosistem sektor jasa keuangan

a. Melanjutkan upaya pendalaman pasar keuangan, menjaga market integrity, serta meningkatkan inklusi pasar modal dengan memasukkan bisnis ritel sebagai investor maupun sebagai emiten untuk mendukung pembiayaan pembangunan. Hal ini akan dilakukan dengan memfasilitasi penerbitan berbagai efek, termasuk obligasi daerah, pengembangan instrumen derivatif dan infrastruktur pasar (CCP OTC).

b. Memberikan ruang yang lebih luas bagi lembaga jasa keuangan untuk melakukan multi-activities business yang lebih universal dan berbasis digital.

c. Mempercepat perluasan akses keuangan dan meningkatkan literasi keuangan masyarakat serta memperkuat perlindungan konsumen, melalui integrasi beberapa skema pembiayaan seperti KUR, Bank Wakaf Mikro, Laku Pandai, dan simpanan pelajar. Upaya ini akan dikoordinasikan oleh Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) yang akan berada di seluruh Provinsi dan Kabupaten Kota pada 2021. Adanya aturan baru mengenai disgorgement fund juga diharapkan dapat meningkatkan perlindungan bagi investor di pasar modal.

d. Penerapan Roadmap Sustainable Finance Tahap II tahun 2021-2025 dalam rangka mendukung tercapainya komitmen Indonesia dalam SDGs.

e. Meningkatkan kemampuan SDM sektor jasa keuangan berpedoman pada Cetak Biru Pengembangan SDM Sektor Jasa Keuangan 2021-2025.

4. Akselerasi transformasi digital di sektor jasa keuangan.

a. OJK mendorong digitalisasi produk dan proses bisnis di industri jasa keuangan, termasuk memberikan izin bagi Lembaga jasa keuangan untuk mempunyai bisnis yang full digital (bank digital).

b. Memperkuat aturan prudensial untuk fintech peer to peer lending (P2P lending) dengan meningkatkan permodalan minimum dan menerapkan fit & proper test bagi pengurusnya.

c. Mendukung pertumbuhan start-up fintech, dengan mengembangkan regulatory sandbox yang menerapkan prinsip same business, same risks, same rules untuk meminimalkan terjadinya regulatory arbitrage.

d. Menyiapkan ekosistem produk keuangan Syariah yang lengkap, termasuk mendigitalkan produk Syariah, meningkatkan skala bisnis keuangan Syariah dan juga memperluas akses masyarakat ke produk keuangan Syariah dengan berbagai kebijakan.

5. Penguatan kapasitas internal OJK

OJK akan mengembangkan pengawasan secara terintegrasi seluruh produk jasa keuangan termasuk produk digital, serta memonitor potensi risiko yang berasal dari luar sektor jasa keuangan maupun perusahaan korporasi. OJK mendukung Pemerintah dalam mempercepat penyusunan peraturan perundang-undangan yang mengatur Financial Holding Company.

Meningkatkan governance dalam proses bisnis internal untuk mempertahankan penghargaan dari KPK sebagai instansi dengan Sistem Pengendalian Gratifikasi Terbaik dan penghargaan Pengelolaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Terbaik 2020.
Menyesuaikan proses pengawasan market conduct yang dikaitkan dengan tahapan product life cycle serta memperkuat proses bisnis pengawasan dan surveillance yang berbasis digital melalui business process reengineering secara menyeluruh yang didukung penguatan integrasi manajemen data.

Proyeksi 2021

Melalui berbagai kebijakan strategis yang akan dilakukan dan didukung dengan sinergi kebijakan antara Pemerintah, Bank Indonesia dan pemangku kepentingan lainnya di tahun 2021 kredit perbankan diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,5 ±1% (yoy), sesuai Rencana Bisnis Bank (RBB). Dana Pihak Ketiga diperkirakan akan tumbuh solid di rentang 11 ± 1% (yoy).

Sementara itu, penghimpunan dana di pasar modal tahun 2021 diperkirakan akan meningkat kembali sebagaimana sebelum pandemi yakni dikisaran Rp150 triliun s.d Rp180 triliun yang didukung akan maraknya penerbitan surat utang sebagai implikasi dari likuiditas global yang masih memadai dan berlanjutnya tren suku bunga rendah.

Sejalan dengan kredit perbankan, piutang industri perusahaan pembiayaan diperkirakan juga akan menunjukkan pertumbuhan positif di tahun 2021 seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat yang kembali pulih di kisaran 4±1% (yoy).

Penghargaan OJK

Dalam kesempatan Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan ini OJK juga memberikan penghargaan kepada beberapa tokoh yang berperan penting dalam menggerakkan keuangan mikro, mendorong inklusi keuangan di daerah dan penggerak fintech dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional.

Penghargaan Penggerak Keuangan Mikro Syariah diberikan kepada:

1. Baiq Mulianah. Pengurus BWM Ahmad Taqiuddin Mansur, Lombok Tengah, NTB
2. KH. M. Sholahuddin Humaidullah. Pengurus BWM Apik, Kendal, Jawa Tengah

Penggerak Program Inklusi Keuangan Tingkat Provinsi:

1. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo
2. Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah

Penggerak Program Inklusi Keuangan Tingkat Kabupaten/Kota:

1. Walikota Malang Sutiaji
2. Bupati Kabupaten Kerinci Adirozal

Penggerak Fintech Mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional:

1. Karaniya Dharmasaputra (Sekjen Asosiasi Fintech Indonesia)
2. Reynold Wijaya (Ketua Klaster Pendanaan Produktif Asosiasi Fintech Pendanaan
Bersama Indonesia)

(*BN/OJK)

Related posts