REFLEKSI DIRI BAGI PENDIDIK 1

  • Whatsapp

Oleh : Wilhelmus Rambung, S.pd.

HARI itu, jumat 2 mei, adalah Hari Pendidikan Nasional. Suatu hari yang sangat baik untuk melakukan refleksi mengenai dunia pendidikan kita. Dan refleksi ini sebaiknya merupakan refleksi diri bagi semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan: guru, murid, orangtua, pemegang kebijaksanaan dibidang pendidikan, penyelenggara sekolah dan masyarakat pada umumnya..

Melakukan refleksi diri yang dimaksud disini ialah, menelaah pribadi masing-masing dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya di bidang pendidikan. Guru misalnya, bisa bertanya kepada diri masing-masing, apakah saya selalu berusaha mempersiapkan pelajaran yang akan saya berikan dengan sebaik mungkin? Apakah ideal sebagai guru, sebagai pendidik,masih saya junjung tiggi dan saya upayakan realisasisinya?

Sementara itu murid pun bisa menguji diri masing-masing dengan menjawab pertanyaan berikut: apakah saya berusaha belajar sungguh-sungguh dan tidak hanya belajar menjelang ujian? Apakah saya selalu jujur dalam mengerjakan ulangan, apakah saya tidak terlalu menyita waktu untuk menekan sms dan menggunakan HP yang tidak kenal waktu, dan apakah saya selalu mematuhi ketentuan – ketentuan sekolah?

ORANGTUA bisa bertanya diri: Apakah saya memperhatikan studi anak-anak saya, ataukah saya mengagganggap pendidikan di sekolah tanggungjawab guru sepenuhnya? Penyelenggara sekolah bisa mencoba menjawab pertanyaan berikut : Apakah saya menyelenggarakan sekolah atas pertimbangan komersial, ataukah saya dijiwai cita-cita mencerdaskan dan memuliakan bangsa? APakah saya terbukti mampu menegakkan disiplin disekolah-sekolah yang saya selenggarakan?

Pertanyaan yang meminta jawaban dari pemegang kebijaksanaan pendidikan, antara lain : Apakah kebijaksanaan pendidikan yang saya gariskan, sudah saya kaji seluruh implikasinya; baik implikasi pelaksanaanya maupun implikasinya terhadap berbagai aspek pembinaan bangsa; tidak hanya implikasi politis, tetapi lebih-lebih implikasi cultural; tidak hanya implikasinya masa kini, tetapi juga masa depan?

Dalam mengkaji bidang pendidikan di negeri kita dewasa ini, kita cendrung bertitik-tolak dari asumsi, bahwa generasi muda kita cukup memadai potensinya untuk belajar, dan cukup terbuka untuk dididik serta dibina. Mereka bersedia diajak memuliakan pribadinya sebagai manusia. Beranjak dari asumsi itu, kita cendrung mencari sebab musebab kelemahan dan kekurangan di bibidang pendidikan terutama pada pihak guru, orang tua, penyelenggara sekolah, dan pemegang kebijaksanaan pendidik. Misalnya, sampai ada guru yang tidak dihormati oleh murid-muridnya, dianggap sepi jika mengajar, maka pertama-tama harus diteliti, apakah guru yag bersankutan menguasai materi yang diajarkanya dan apakah ia berdaya tarik pada waktu mengajar? Apakah dia juga dekat dengan anak-anak didiknya tanpa kehilangan wibawanya, dan apakah ia tidak pernah meninggalkan tugas tanpa alasan lagi pula apakah dia selalu obyektif dalam memberikan penilaian?

Murid biasanya amat peka terhadap kekurangan guru, dan mudah bersaksi negatif terhadapnya. Antara lain menjadi kendur minatnya belajar. Karena itu, penyelenggara sekolah perlu menuntut disiplin, tidak saja dari murid-muridnya, tetapi juga dari para guru. Mengendurnya disiplin di suatu sekolah akan merusak iklim pendindikan di sekolah yang bersangkutan.

Iklim belajar tidak saja harus tercipta di lingkungan sekolah. tetapi juga harus terasa dalam kehidupan keluarga. Bagaimana menciptakanya, setiap keluarga bisa memilihnya sendiri sesuai dengan kondisinya. Misalnya ayah ibu menjadi pecinta buku, dan selalu menunjukan perhatian studi kepada anak-anaknya. Suasana bermalas-malasan tidak dibiarkan merajalela.

Ada kesan, pihak-pihak yang terlibat dalam bidang pendidikan terlalu mudah saling menyalahkan dalam menghadapi permasalahan pendidikan. Malah tidak saja saling menyalahkan, tetapi juga saling menonjolkan bahwa dirinyalah yang paling benar. Dengan cara ini, permasalahan tidak kunjung teratasi. Maka ada baiknya melakukan refleksi diri dijadikan kebiasaan oleh semua pihak yang terlibat dalam bidang pendidikan. Apalagi refleksi diri adalah sesuai dengan jiwa semangat pendidikan.

Kadis PPO Lembata : Anak-Anak Lembata Miliki Potensi Yang Besar

Kepala dinas Pendidikan Pemuda dan olahraga (Kadis PPO) Kabupaten Lembata, Drs. Zakarias Paun, menyampaikan bahwa anak-anak Lembata memiliki potensi yang luar biasa, dan  tidak kala saing dengan anak-anak di daerah lainnya.

“saya melihat dan mengatakan bahwa anak-anak kita mampu,” ungkapnya ketika diwawancarai berandanusantara.com di kediamanya,  di Lamahora,  belum lama ini

Ia menjelaskan,  mungkin selama ini banyak sorotan dari luar bahwa anak-anak Lembata lemah atau tidak mampu pada semua jenjang pendidikan. Penilaian tersebut, menurutnya,  relatif adanya karena orang-orang yang menilai seperti itu kemungkinan hanya melihat sepintas dan melihat kulit arinya saja,  tapi tidak melihatnya secara detail dan mendalam.

Akan tetapi, lanjutnya,  kalau kita melihat tidak cuma sepintas, anak-anak lembata punya potensi besar. Cuma terkadang potensi yang dimiliki oleh anak-anak ini sifatnya terpendam. “Ini terbukti bahwa banyak anak-anak lembata yang melanjutkan jenjang pendidikan di daerah lain mereka mampu bersaing. Nah dari aspek apa sehingga orang menyoroti anak-anak kia tidak potensi,” ungkap Paun bertanya.

Menurut kadis, mampu atau kurang mampunya seseorang tidak dilihat cuma dari satu atau dua aspek semata, akan tetapi harus melihat dari banyak aspek. ketika kita melihat dari satu  sudut pandang saja maka prediksi yang muncul adalah anak-anak kita tidak miliki potensi yang berarti, namun apabila melihatnya dari banyak sudut maka anak-anak kita punya potensi. Hanya saja mental malas dari anak-anak itu yang perlu diperbaiki agar potensi yang mereka miliki bisa berarti dikemudian hari.

“Mental malas yang saya maksudkan adalah kebanyakan anak-anak itu tidak keras berusaha, tetapi hanya menunggu suapan dari para pendidik (guru) semata mereka tidak punya daya juang untuk berkreatif untuk melakukan sesuatu demi memperbaiki dirinya. kadis Paun.  menjelaskan, persaiangan didunia pendidikan saat ini sangat ketat, oleh karena itu daya kreatif, aktif dan inofatif pada diri anak perlu dan harus dipersiapan dengan matang, sebab tanpa persiapan maka rapuhlah kita,” harapnya.

Ditambahkan Paun, oleh karena dengan potensi yang mereka miliki sangat diharapkan agar pihak-pihak terkait dengan dunia pendidikan harus peduli dengan persoalan ini, sehingga potensi yang mereka miliki dapat  tersalur dengan baik.

Selain itu, sebut dia,  selama ini sorotan kelulusan di Lembata selalu berada pada posisi buntut atau terakir kata orang. Tetapi fakta yang ada prosentasi kelulusan disemua jenjang terus meningkat.

“Nah kalau ada yang bilang pendidikan di Lembata tidak ada peningkatan dari tahun ketahun itu tidak benar. Apa dasarnya sehingga anggapan “pendidikan di Lembata jalan ditempat” kita ini punya persiapan seperti yang disiapkan ditempat lainya. Dan guru-guru pun telah bekerja maksimal guna mendongkrak mutu pendidikan di kabupaten ini,” pungkasnya. (Mus Rambung)

 

SEJENAK UNTUK LEMBATA :

DARI MANA ASAL NAMA LEMBATA?

Sampai beberapa waktu lampau orang mengenal hanya nama Lomblem atau Lomblem atau juga Kawela, yang memang terdapat pada peta-peta dan buku-buku. Tetapi sejak kapan nama Lembata dipakai untuk menggantikan Lomblen, tidak jelas. Menurut almarhum Prof. DR. Gorys Keraf, kelahiran amalera, Lembata, sarjana bahasa, sastra dan linguistic pertama dari Nusa Tenggara Timur, nama Lomblen tidak sesuai dengan pola susunan kata dasar dalam bahasa Indonesia. Mungkin harus dicari nama Lembata itu diantara nama-nama seperti Lambote, Lambaka dan sebagainya.

Mencari-cari dimana gerangan terdapat sebuah nama yang mirip dengan Lembata, muncullah nama Lombatee dalam catatan harian penjelajah dunia Laksamana Schouten mengenai pelayaranya diantara pulau-pulau Lembata, Solor, dan Adonara (Schouten’s voyage kurang lebih 1672 Langs Lomblem/Lombatte). Dan F.C. Heinen dalam sebuah manuskrip yang diketik berjudul : Het rijk van Larantuka op het eiland Flores (1876) menyebut “sebuah pulau bernama Lomblen, juga Lombatta atau juga Kawela, yang terletak berhadapan dengan selat solor.” Nama Lembata itu bukan dari hari kemarin. Mungkin begitulah sepenggal catatan yang dirilis penulis untuk mengingat kambali tentang Lembata yang kerap kali terus digoncang oleh kekicauan yang tidak menentu dibumi ikan Paus ini, yang menyebabkan warga Lembata hidup panik disepanjang masa. (Mus Rambung)

Related posts