Kupang, berandanusantara.com- Salah satu Notaris Senior NTT, Albert Wilson Riwu Kore, SH berpendapat, perlu ada aturan atau regulasi tentang Biaya Pengalihan Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang sedikit meringankan, terutama untuk masyarakat penerima warisan baik ulayat maupun bangunan yang dipandang kurang mampu.
Ia menjelaskan, selama ini memang BPHTB merupakan salah satu sumber pendapatan yang masuk ke kas daerah. Namun, kata dia, bertolak hal tersebut perlu dipertimbangkan juga dengan kemampuan masyarakat sebagai sumbek pajak yang tidak mampu, ataupun yang tidak memiliki pekerjaan.
“Ini merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan oleh para anggota DPRD khusunya DPRD Kota Kupang yang telah dilantik,” jelas Albert Riwu Kore, di ruang kerjanya, Kamis (28/08/2014).
Dikatakan Albert, ada tiga subjek pajak yang dikenai beban BPHTB yakni diantaranya; penjual, pembeli, dan penerima hak baru atas tanah dan bangunan. Untuk penerima hak baru, jelasnya, yang selama ini menurut pengamatannya sebagai Notaris kebanyakan adalah orang-orang tidak mampu dan tidak punya pekerjaan, yang mendapatkan warisan dari orang tua.
“kalau untuk penjual dan pembeli tidak ada persoalan, karena yang pasti mereka punya uang untuk biaya tersebut. Sementara subjek pajak yang tidak punya pekerjaan kan yang pasti kesulitan untuk itu, tetapi mereka juga butuh kepastian atas hak yang mereka terima,” jelasnya.
Untuk itu, jelas Albert, DPRD Kota Kupang perlu membuat regulasi atau undang-undang yang dapat meringankan beban BPHTB untuk masyarakat penerima warisan yang tidak memiliki pekerjaan atau yang tidak mampu. “perlu ada regulasi untuk itu,” ungkapnya.
“Dengan beban BPHTB sebesar 5 persen, belum tentu juga masyarakat kecil yang kurang mampu atau yang tidak memiliki pekerjaan mampu bayar,” pungkasnya. (Andyos Manu)