
KUPANG, berandanusantara.com – Berbagai cara dilakukan masyarakat indonesia untuk merayakan detik-detik proklamasi. Di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Komunitas Jurnalis “Pantang Pulang Sebelum Tayang” (Papa Setan) dan Fotografer Art Colaboration, melakukan upacara bendera bersama warga di Pulau Kera dengan perlengkapan seadanya, serta jauh dari hingar- bingar keramaian kota.
Pulau Kera merupakan sebuah pulau kecil di tengah perairan teluk kupang, dengan luas 22 hektar. Pulau itu bisa dicapai dengan menempuh perjalanan laut kurang lebih satu jam dari Pelabuhan Tenau Kupang.
Walaupun jauh dari hingar bingar keramaian kota, serta jarang menggelar upacara bendera karena belum memiliki gedung sekolah, tidak membuat anak-anak dan warga di Pulau Kera, Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), patah semangat untuk memperingati Detik-Detik Proklamasi tahun ini.
Pulau Kera merupakan salah satu gugusan pulau yang berada di tengah perairan Laut Timor, yang hingga kini seluruh tanahnya masih di kuasai oleh pemerintah kabupaten kupang. Meski di daerah ini terdapat 50-an kepala keluarga, namun pulau ini tak pernah mendapat perhatian dari pemerintah.
Sebagai bentuk kecintaan terhadap keutuhan NKRI, puluhan pemuda dari komunitas Jurnalis “Pantang Pulang Sebelum Tayang” (papa setan) dan Fotografer Art Colaboration, mengajak warga yang menempati pulau itu untuk bersama-sama mengibarkan bendera merah putih, dalam perayaan HUT RI yang ke 70, Senin (17/8/2015).
Puluhan anak yang mengibarkan bendera ini diketahui semuanya tidak mendapat pendidikan formal, karena daerah ini tak memiliki gedung sekolah dan juga guru yang mengajar. Meski terlihat kaku, namun dengan penuh semangat anak-anak ini terus menarik bendera hingga ke ujung tiang yang di tancap di pantai.
Roy Pareira, Ketua Komunitas Fotografer Art Colaboration mengatakan, daerah ini dikenal masih sangat tertinggal, baik dari segi ekonomi, infrastruktur dan pendidikan. Sehingga, sebagai anak bangsa yang cinta tanah air, mereka datang merayakan Kemerdekaan RI yang ke 70 secara bersama.
“Kami pilih Pulau Kera karena salah satu pulau yang jarang sekali terdengar di mana-mana dan masyarakatnya masih terbelakang. Sehingga kita mau menunjukan kepada orang luar, bahwa masyarakat disini bisa merayakan kemerdekaan walaupun dengan sangat sederhana,” ungkapnya.
Pulau Kera ini sudah dihuni sejak tiga puluh tahun yang lalu. Namun, hingga kini keberadaan warga belum diakui oleh pemerintah setempat. Bahkan, tanah yang mereka pakai untuk membangun rumah pun hanya di pinjam pakaikan oleh pemerintah. (Andyos/PPS)