CME-ID dan Tholos Foundation Rilis Agenda Inovasi Sektor Kunci Perekonomian untuk Pemerintah Indonesia

  • Whatsapp

JAKARTA, BN – Center for Market Education Indonesia (CME-ID) dan Tholos Foundation dengan bangga mempersembahkan laporan berjudul Sebuah Agenda Inovasi untuk Pemerintah Indonesia.

Laporan yang disusun Center for Market Education Indonesia (CMEID) dan Tholos Foundation ini mengangkat sejumlah sektor kunci dalam perekonomian Indonesia. Diluncurkan menjelang peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke-79, laporan ini mengusulkan sejumlah agenda kebijakan bagi pemerintah yang akan datang, dengan tujuan untuk mendorong inovasi dan memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. Dalam kata pengantarnya, David E. Sumual, Chief Economist Bank Central Asia (BCA) mengulas karakter disruptif dari inovasi. Meskipun dilanda banyak masalah struktural yang menghambat kemampuan inovasi Indonesia di dalam negeri, masih ada potensi untuk tumbuh berkembang. Pencapaian dalam Global Innovation Index (GII) menunjukkan bahwa Indonesia termasuk ekonomi yang menonjol dalam sejumlah tahun terakhir.

Read More

ANALISA MAKROEKONOMI

Masalah-masalah struktural ekonomi Indonesia juga kembali disoroti oleh Dr. Carmelo Ferlito, CEO Center for Market Education dan Research Fellow Bank Negara Malaysia dalam analisa makroekonominya. Meskipun ekonomi Indonesia diproyeksikan tumbuh stabil dalam kisaran 5% per tahun, berbagai tantangan muncul dari kemerosotan kontribusi manufaktur terhadap PDB, melambatnya laju investasi, meningkatnya inflasi, dan penurunan nilai mata uang. Potensi peningkatan rasio utang pemerintah juga harus menjadi perhatian bersama.

PROPERTI

Selanjutnya, Dr. Ferlito dan Chandra Rambey (Wakil Presiden DPD Real Estate Indonesia Jakarta) mengangkat industri real estat, yang pada tahun 2023 menyumbang 2,8% terhadap PDB. Industri ini diperkirakan mencapai nilai USD 64,78 miliar pada tahun 2028 dengan pertumbuhan CAGR sebesar 5,82% hingga 2029. Perspektif inovasi yang disajikan mengadopsi Entrepreneurial Railway Model (ERM) milik Peter Newman dalam konteks Jakarta sebagai Kota Transit Cerdas (Smart Transit City) selepas statusnya sebagai ibukota negara. Dalam model ini, pengembang (developer) memegang peran penting dalam merancang dan merencanakan proyek transit. Jika diaktulisasikan, ERM diperkirakan menghasilkan USD 166 miliar, menciptakan 8,2 juta pekerjaan dalam 20 tahun ke depan, menambah USD 830 miliar ke PDB, dan mengurangi jejak karbon dari 969 kg CO₂ per individu menjadi 610 kg CO₂.

TEMBAKAU

Bab berikutnya, yang ditulis oleh Benedict Weerasena (Research Director di Bait Al Amanah dan Research Associate CME) dan Dr. Ferlito, mengangkat industri tembakau, di mana Indonesia adalah produsen tembakau terbesar ke-4 dengan nilai kapitalisasi pasar USD 34 miliar. Industri ini saat ini memiliki sistem cukai yang rumit, yang ditandai peningkatan penerimaan cukai di tengah penurunan konsumsi. Cukai mewakili sekitar 11% dari total pendapatan pajak, dan cukai tembakau meliputi sekitar 95% dari total cukai. Mengingat tingginya kontribusi tembakau pada penyakit tidak menular dan morbiditas, terobosan inovatif menjadi mendesak untuk dipertimbangkan dengan serius. Betapa tidak, biaya terkait merokok bagi pemerintah, ekonomi, dan masyarakat Indonesia mencapai IDR 846 triliun (atau 4,2% dari PDB Indonesia) setiap tahun, dengan rincian: pengeluaran terkait biaya kesehatan sebesar IDR 45 triliun, kerugian ekonomi akibat kematian dini sebesar IDR 694 triliun, dan kerugian ekonomi terkait produktivitas sebesar IDR 107 triliun. Pendekatan inovatif yang diadopsi oleh penulis disebut Tobacco Harm Reduction (Pengurangan Bahaya Tembakau) yang berfokus mendorong konsumen untuk beralih ke alternatif yang lebih aman. Jika disimulasikan dalam konversi konsumen, penulis mengajukan estimasi manfaat sebagai berikut: jika 1% saja perokok aktif beralih ke alternatif yang lebih rendah risiko, potensi penghematan total antara 0,04% dan 0,09% dari PDB, dan jika semua perokok beralih, manfaat bagi ekonomi nasional antara 3,7% dan 8,98% dari PDB. Selain itu, pendekatan THR diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja melalui inovasi dan investasi dalam proyek manufaktur bernilai tambah tinggi dan R&D.

MINYAK KELAPA SAWIT

Bab selanjutnya ditulis oleh Alfian Banjaransari, Country Manager CME Indonesia, yang membahas industri minyak kelapa sawit. Sebagai produsen dan pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia menyumbang 58% dari pasokan global dan menghasilkan sekitar $35 miliar per tahun, atau sekitar 11% dari total pendapatan ekspor Indonesia. Namun, sektor ini sangat rentan terhadap fluktuasi ekonomi global dan juga dinamika domestik. Hal ini terlihat jelas dalam krisis minyak goreng tahun 2022, yang membuka mata masyarakat akan betapa kompleks dan signifikan pengaruh industri ini dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai respons atas krisis minyak goreng ini, pemerintah meluncurkan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Minyak Goreng – meskipun hal ini tak luput dari kritik. Seruan agar pemerintah hendaknya membereskan tata kelola minyak goreng pun mengemuka. Sebagai solusi jangka panjang, penulis menyarankan pembentukan cadangan minyak goreng strategis (strategic reserve) yang ramah pasar. Biaya yang ditengarai pun setidaknya dapat menghemat hingga 40% dibanding dengan skema BLT minyak goreng. Terlebih jika hal ini dibarengi penghapusan bertahap atas kewajiban domestik produsen.

MINYAK DAN GAS

Bab selanjutnya mengangkat soal transisi energi nasional. Ditulis oleh Ninasapti Triaswati Ph.D, ketergantungan Indonesia pada energi fosil, terutama minyak bumi dan batubara, masih sangat tinggi meskipun target penurunan sudah ditetapkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) 2017. Proyeksi dari Dewan Energi Nasional menunjukkan bahwa peran batubara dan minyak bumi masih akan dominan pada tahun 2025, dengan dua skenario yang menggambarkan peran energi terbarukan yang meski meningkat tetapi masih tertinggal dibandingkan sumber energi fosil. Tantangan utama yang dihadapi adalah kebijakan subsidi energi yang tidak efektif dan meningkatkan ketergantungan pada energi fosil. Karenanya, pemerintah perlu mempertimbangkan penghapusan kebijakan yang meningkatkan polusi, seperti subsidi energi batubara dan BBM, serta mengalihkan subsidi BBM menjadi program langsung yang lebih efektif bagi rakyat berpendapatan menengah-bawah semisal investasi di bidang pendidikan dan kesehatan. Selain itu, kebijakan pengembangan industri bahan bakar nabati harus direvisi melalui inovasi dan tata kelola yang baik dalam pengelolaan dana kelapa sawit, memastikan alokasi dana digunakan untuk kesejahteraan petani dan melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan alokasi dana.

Pesan utama dari laporan ini adalah bahwa kebijakan dapat dan harus diilhami oleh inovasi. Kebijakan yang diambil bertolak dari kesadaran bahwa tantangan baru memerlukan jawaban baru. Disinilah pentingnya desentralisasi pengambilan keputusan. Proses inovasi harus bersifat polycentric, di mana berbagai elemen berkontribusi merancang dan menegakkan tata kelola. Hal ini penting karena menyangkut sumber daya paling utama: pengetahuan. Dalam hal ini, penting bagi Indonesia untuk terus meningkatkan perlindungan hak kekayaan intelektual, yang merupakan titik terlemah negara ini menurut International Property Rights Index 2023. Sebagaimana yang ditunjukkan dalam laporan ini, pendekatan inovatif terhadap kebijakan dapat menguntungkan semua pihak, baik individu, masyarakat, maupun pemerintah baik di masa kini maupun masa yang akan datang. Jelas, inovasi bertujuan untuk meningkatkan kehidupan kita dan kehidupan orang-orang di sekitar kita. (*/BN/ADV)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *