Naikoten I Ditetapkan sebagai Kelurahan Ramah Disabilitas, Kota Kupang Harus Menjadi Rumah Bersama

  • Whatsapp
Launching Kelurahan Naikoten I sebagai Kelurahan Ramah Disabilitas. (Foto: istimewa)

KUPANG, BN — Pemerintah Kota Kupang menetapkan Kelurahan Naikoten I sebagai Kelurahan Ramah Disabilitas dalam sebuah acara peluncuran yang digelar pada Senin (30/6/2025). Penetapan ini dilakukan langsung oleh Wali Kota Kupang, Christian Widodo, didampingi Wakil Wali Kota Serena Francis, sebagai bagian dari komitmen pemerintah kota dalam membangun sistem pelayanan publik yang inklusif dan merata bagi seluruh warga kota, termasuk penyandang disabilitas.

Wali Kota Kupang dalam sambutannya menyatakan bahwa Kota Kupang harus menjadi rumah bersama bagi seluruh warga tanpa memandang perbedaan. Ia menegaskan bahwa penetapan Kelurahan Naikoten I sebagai kelurahan ramah disabilitas merupakan tonggak sejarah yang menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap kelompok yang selama ini sering terpinggirkan.

Read More

“Kota Kupang harus menjadi rumah bersama bagi semua warga kota tanpa melihat perbedaan yang ada. Hari ini adalah sejarah bahwa kota ini terbuka bagi semua, termasuk saudara-saudara kita penyandang disabilitas,” ujar Christian Widodo.

Kelurahan Naikoten I akan dijadikan sebagai pilot project pelayanan inklusif di Kota Kupang. Wali Kota meminta para lurah di seluruh wilayah kota untuk belajar dari Naikoten I dalam menyiapkan fasilitas dan pelayanan yang ramah bagi kaum disabilitas. Ia menekankan bahwa inklusi bukan sekadar soal belas kasihan, melainkan pemenuhan hak-hak yang setara bagi seluruh masyarakat.

“Kita minta semua teman-teman lurah untuk datang belajar di Kelurahan Naikoten I bagaimana menyiapkan fasilitas yang ramah pada kaum disabilitas. Pelayanan inklusi harus kita mulai sehingga tidak ada warga yang tidak terlayani di kota ini,” tegasnya.

Christian Widodo juga menginstruksikan agar setiap kegiatan resmi pemerintah kota wajib menghadirkan juru bahasa isyarat (JBI) sebagai bentuk penghormatan terhadap hak komunikasi warga tunarungu. Ia menyebut kehadiran JBI adalah bagian dari sistem pelayanan publik yang inklusif dan menghargai keberagaman komunikasi di tengah masyarakat.

Upaya membangun lingkungan ramah disabilitas di Kota Kupang juga ditopang dengan kebijakan yang konkret. Pemerintah Kota Kupang telah menerbitkan Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 14 Tahun 2025 tentang pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2019 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Disabilitas. Selain itu, Pemkot juga mengeluarkan Perwali Nomor 15 Tahun 2025 tentang Bantuan Hukum bagi Penyandang Disabilitas, sebagai bentuk perlindungan hukum yang menyeluruh bagi kelompok ini.

Dengan adanya payung hukum dan komitmen dari semua pihak, Pemkot Kupang berharap Kelurahan Naikoten I bisa menjadi model pelayanan publik yang inklusif dan inspiratif bagi kelurahan-kelurahan lainnya. Wali Kota Christian Widodo optimistis bahwa Kupang bisa menjadi kota yang benar-benar ramah disabilitas jika semua wilayah bergerak bersama.

“Kalau semua kelurahan ikut ambil bagian dan belajar, saya yakin Kota Kupang bisa jadi contoh bagi daerah lain dalam membangun pelayanan publik yang inklusif,” tutupnya.

Lurah Naikoten I, Budi Imanuel Izaac, dalam kesempatan itu menjelaskan bahwa pihaknya terus berupaya memberikan layanan kepada semua elemen masyarakat, termasuk warga disabilitas. Ia mengatakan, Kelurahan Naikoten I tidak puas hanya dengan status sebagai Kelurahan Ramah Disabilitas, tetapi berkomitmen menjadi Kelurahan Inklusi dengan menyediakan berbagai fasilitas publik yang ramah bagi kelompok rentan lainnya.

“Kami ingin melengkapi fasilitas seperti playground untuk anak-anak, ruang menyusui bagi ibu-ibu, dan kebutuhan lainnya agar semua warga merasa dilayani,” ujar Budi.

Ia juga menjelaskan bahwa sejak tahun 2023 pihaknya telah bekerja sama dengan lembaga Garamin NTT serta tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk membentuk kelompok Difabel Kasih Naikoten I. Kelompok ini dijadikan wadah untuk mendata dan menjangkau penyandang disabilitas di wilayah kelurahan. Dari awalnya hanya 32 orang, kini terdapat 59 penyandang disabilitas aktif yang terdata di 28 RT dan 11 RW di Naikoten I.

Direktur Garamin NTT, Yafas Aguson Lay, mengakui bahwa proses membangun kesadaran dan sistem pelayanan ramah disabilitas tidak mudah. Ia menyebut tantangan terbesar adalah stigma di masyarakat yang masih menganggap disabilitas sebagai aib. Menurutnya, pendekatan dari rumah ke rumah dilakukan bersama ketua RT dan RW untuk mendata dan memberdayakan warga penyandang disabilitas.

“Tantangan kita adalah masih banyak keluarga yang menganggap disabilitas sebagai sesuatu yang memalukan. Mereka disembunyikan. Tapi setelah pelatihan dan pendekatan, kini masyarakat mulai sadar bahwa disabilitas bukan aib atau kutukan. Mereka sejajar dengan masyarakat lainnya,” kata Yafas.

Data terbaru mencatat 59 penyandang disabilitas yang aktif di Kelurahan Naikoten I. Jumlah ini sebelumnya sempat mencapai 65 orang, namun beberapa di antaranya telah berpindah domisili atau meninggal dunia. (*/BN)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *