KUPANG, berandanusantara.com – Para Pekerja Seks Komersial (PSK) dari lokalisasi Karang Dempel (KD) Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) menolak penutupan tempat prostitusi yang dihuni mereka.
Bentuk penolakan itu dilakukan dengan berdemonstrasi di kantor DPRD NTT, Senin (10/12/2018). Namun sayangnya, mereka tidak bertemu dengan pimpinan maupun anggota DPRD, karena sedang bertugas keluar daerah.
Dalam aksi tersebut, mereka menilai pemerintah tidak pernah memikirkan jalan keluar, agar bagaimana mereka hidup lebih baik, apalagi dengan kebutuhan hidup yang kian bertambah.
“Negara selama ini hanya beri kami status; pelacur dan sampah masyarakat,” ungkap Adelia, salah seorang PSK saat berorasi.
Menurutnya, negara atau pemerintah sepatutnya mencari solusi agar para PSK bisa bekerja lebih layak. PSK, kata dia, selama ini bekerja untuk tidak sekadar hidup, tetapi menyekolahkan anak.
“Meski hidup dan dicap sebagai PSK, tapi kami sadar bahwa generasi yang kami lahirkan harus lebih baik untuk bangsa dan negara,” tegas dia.
Adelia lantas mengatakan bahwa selama ini para PSK pun menjalankan kewajiban sebagaimana rakyat pada umumnya. Dan, negara pun tidak memikirkan sampai pada tingkatan itu.
“Kami juga bayar air, bayar listrik, bayar pajak sama dengan masyarakat lain pada umumnya,” katanya.
Dia berharap agar pemerintah lebih bijak mengambil keputusan. Menurutnya menutup KD tidak akan pernah menyelesaikan masalah, malah akan menimbulkan dampak ikutan yang lebih besar.
“Kami di lokalisasi banyak hutang. Kalau ditutup, kami harus bayar hutang dengan apa? Lalu anak kami sekolah bagaimana? Semua harus dipikirkan dengan baik,” pungkasnya.
Sebelumnya, Wali Kota Kupang Jefirtson Riwu Kore bersama semua stakehorder telah bersepakat untuk menutup semua tempat prostitusi di Kota Kupang, terhitung tanggal 1 Januari 2019. (AM)