Jakarta (ANTARA News) – Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan hasil rekapitulasi suara Pemilihan Presiden dan wakil presiden (Pilpres) tingkat nasional dan menyatakan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai pemenang.
Dalam rekapitulasi tersebut, KPU menyatakan bahwa pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa memperoleh 62.576.444 suara dan Joko Widodo-Jusuf Kalla 70.997.833 suara.
Namun hasil ini ditolak oleh pasangan Prabowo-Hatta dengan mengajukan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan wakil presiden (sengketa Pilpres) 2014.
Menghadapi gugatan Prabowo-Hatta ini, Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva menegaskan pihaknya akan tetap menjaga indepedensi dan imparsial dalam menyidangkan sengketa Pilpres 2014.
“Kami berharap dapat menjalankan agenda emas dengan baik, sehingga terbentuknya pemerintahan baru dalam rangka mewujdukan masyarakat yang adil,” kata Hamdan saat berbicara dalam pertemuan antarpimpinan lembaga negara di MK Jakarta, Jumat (18/7).
Hamdan juga percaya semua lembaga Negara dan semua pihak percaya pada independesi dan imparsial MK.
Dalam pertemuan pimpinan lembaga negara yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono, Ketua MK Hamdan Zoelva, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali, Ketua MPR Sidart Danusubroto, Ketua DPR Marzuki Alie, Ketua DPD Irman Gusman, Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki dan Wakil Ketua BPK Hasan Bisri, Hamdan juga mengungkapkan bahwa pimpinan lembaga negara berkomitmen untuk menjaga independensi MK dalam mengadili sengketa Pilpres.
“Pada tahapan sekarang ini, simpul kritis berada pada KPU dan kemungkinan nanti juga pada MK. Oleh karena itu, pimpinan lembaga negara berkomitmen untuk menjaga independensi KPU,” kata Hamdan.
Hamdan mengatakan jika ada sengketa ke MK, pimpinan lembaga negara juga sepakat untuk menjaga independensi dan imparsialitas mahkamah dalam memutus dan mengadili sengketa tersebut.
“Pimpinan lembaga negara akan turut memastikan tidak ada intervensi dan tekanan kepada MK dalam bentuk apapun,” katanya.
Dia juga mengungkapkan bahwa pimpinan lembaga negara berkomitmen untuk bersama-sama mengamankan suara rakyat.
“Dalam hal ini ikut mengawal, mengawasi sekaligus membantu agar suara rakyat benar-benar terjaga kemurniannya sejak pemungutan suara 9 Juli hingga penetapan hasil pilpres nanti,” kata Hamdan.
Sengketa Pilpres yang diajukan Tim hukum Prabowo-Hatta yang terdiri dari 95 pengacara telah mendalilkan adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif dalam penyelenggaraan Pilpres 2014.
Salah satu Kuasa Hukum Prabowo-Hatta, Firman Wijaya, mengatakan hasil rekapitulasi suara Pilpres tingkat nasional yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menyatakan bahwa pasangan Prabowo-Hatta memperoleh 62.576.444 suara dan Joko Widodo-Jusuf Kalla 70.997.833 tidak sah, karena perolehan suara itu dinilai diperoleh dengan cara-cara kecurangan.
Kecurangan itu antara lain tidak dijalankannya rekomendasi pengawas pemilu atas pemungutan suara ulang dan penghitungan suara ulang, dugaan penggelembungan suara pasangan Jokowi-JK sebanyak 1,5 juta suara, dan pengurangan suara pasangan Prabowo-Hatta sebanyak 1,2 juta suara dari 155.000 TPS.
Sehingga menurut Tim Pembela Merah Putih, berdasarkan bukti-bukti berita acara yang ada seharusnya Prabowo-Hatta memperoleh 67.139.153 suara sedangkan Jokowi-JK hanya 66.435.124 suara.
“Bahwa oleh karenanya, beralasan hukum bagi Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk menetapkan Pemohon (Prabowo-Hatta) sebagai pasangan calon terpilih dalam Pilpres 2014,” ujar Tim Pembela Merah Putih dalam pokok permohonannya itu.
Hamdan memperkirakan bahwa sidang perdana gugatan Pilpres dapat dilaksanakan Rabu (6/8) dengan agenda mendengarkan keterangan lisan dari pemohon untuk menjelaskan pokok-pokok permohonannya.
Hamdan mengatakan jika permohonan perlu disempurnakan, maka pemohon harus menyampaikan perbaikannya pada keesokan hari atau Kamis (7/8). Sedangkan sidang untuk menerima perbaikan permohonan dilakukan Jumat (8/8), sekaligus mendengarkan keterangan dan jawaban dari termohon, serta Bawaslu.
“Setelah itu adalah proses persidangan biasa untuk pembuktian, mendengarkan saksi-saksi dan bukti. Itu memakan waktu kira-kira tujuh hari kerja. MK sendiri membutuhkan waktu sekitar empat hari untuk menganalisa dan juga mempersiapkan putusan,” jelas Hamdan. (sumber; ANTARA News)