PMKRI Kecam Pernyataan Mantan Bupati Rote Ndao Leonard Haning

  • Whatsapp
Ist
Ist
Ist

KUPANG, berandanusantara.com – Pernyataan kontroversi mantan Bupati Rote Ndao, Leonard Haning pada penutupan Festival ‘Mulut Seribu’ kembali menuai kecaman. Kali ini datang dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) cabang Kupang.

Ketua PMKRI cabang Kupang, Oswin Goleng kepada media ini, Sabtu (2/11/2019) mengatakan bahwa pernyataan mantan Bupati Rote Ndao yang menyebut “orang-orang yang mengkritik pemerintah adalah orang-orang cacat” telah menciderai esensi demokrasi. Bahkan tidak memahami arti demokrasi.

Read More

Dia juga mensinyalir bahwa pemerintahnya antik kritik dan mengarah pada totaliter. “Sistem pemerintahan yang totaliter adalah sistem pemerintah yang tidak memberikan kesempatan penuh kepada warga negaranya untuk berpartisipasi secara aktif,” ungkapnya.

Di sisi lain, lanjut Oswin, peryataan mantan Bupati Rote Ndao justru sedang mencerminkan resim kediktatoran masa orde baru. “Tentu saja sebagai generasi muda, jelanya, pantas memberikan tanggapan serius sebagai bentuk penyadaran terhadap pemikiran sempit yang ditunjukan oleh mantan Bupati Rote Ndao tersebut,” tegasnya.

Menurutnya, megkategori orang yang mengkritik sebagai kelompok cacat sesungguhnya sedang menelanjangi diri serta menunjukan “kedunguan” karena ketidakpahaman konteks bernegara di alam demokrasi.

Oswin mengingatkan agar selayaknya Mantan Bupati perlu menyadari eksistensinya sebagai pemimpin yang diutus sebagai pelayan bagi rakyat Rote Ndao. Kritik bukan sebuah perlawanan terhadap pemerintah, tetapi kritik itu merupakan bentuk pengontrolan terhadap setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah.

“Sebagai negara demokrasi, secara konstitusi sudah diatur dalam UUD 1945 Pasal 28 E ayat 3 bahwa negara menjamin hak setiap warga negara untuk bebas berpendapat dan berekspresi di muka umum,” jelasnya.

Kebebasan mengemukan pendapat, lanjut Oswin, merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini diatur dalam deklerasi Universal Hak-hak asasi Manusia dalam pasal 19 dan 20. Demokrasi mengizikan warga negara untuk berpartisipasi baik secara langsung maupun melalui perwakilan dalam mengawal kebijakan pemerintah.

“Esensi dari proses demokrasi tidak hanya momen pemilihan, lebih dari itu adalah partisipasi langsung warga negara dalam mengawal, mengkritik setiap kebijakan pemerintah,” tegas Oswin.

Terkait hal ini, PMKRI cabang Kupang juga menyampaikan beberapa catatan kritis diantaranya;

Pertama, mantan Bupati Rote Ndao harus mengklarifikasi pernyataannya sebagai bentuk penghargaan terhadap marwah rakyat Rote Ndao tercinta.

Kedua, pernyataan tersebut sepatutnya menjadi pembalajaran bagi para pemimpin yang lain agar dalam menjalankan kewajiban sebagai pelayan tidak terjadi lagi dan sebagai seorang mantan bupati, sudah selayaknya menunjukan siakap terbuka, transparan, dan mau mendengar segala usul saran termasuk kritikan. Pemimpin adalah pelayan bukan ‘Raja’ yang bebas bertindak sesuai selera tanpa pengawasan. (*tim)

Related posts