KUPANG, berandanusantara.com – Mutasi yang dilakukan oleh Wali Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), menuai banyak kecaman dan menjadi pembicaraan hangat di kalangan akademisi. Mutasi yang dilakukan tanggal 1 Juni 2016 itu dinilai melanggar undang-undang nomor 10 tahun 2016.
Hal ini terkuak dalam diskusi publik yang diselenggarakam oleh Aliansi Masyarakat Pencinta Demokrasi (AMPD), yang diselenggarakan di Hotel Maya, Jumat (7/10/2016) beberapa waktu lalu. Diskusi tersebut dilakukan untuk mencari keadilan dan penegakan hukum, setelah sebelumnya hal tersebut telah dilaporkan ke Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) dan KPUD setempat.
Dalam diskusi tersebut menghadirkan tiga pakar hukum diantaranya pakar hukum perdata, DR Jhon Tuba Helan, pakar hukum tata negara, DR Suryono Yohanes, serta pakar hukum pidana, Mikael Feka SH, M.Hum. Kesimpulan pun diambil dalam diskusi tersebut bahwa perlu adanya penegakan hukum terhadap siapa saja yang melanggar undang-undang tereebut.
Alhasil, usai duskusi bertemakan “Kontroversi Mutasi Wali Kota Kupang dan Pelanggaran Pelanggaran UU Pilkada Nomor 10 tahun 2016”, ketiga pakar hukum tersebut secara tegas menyatakan kesiapan mereka untuk mendampingi AMPD kota Kupang, dalam hal menindaklanjuti laporan yang sudah dilayangkan ke Panwaslu dan KPUD Kota Kupang tersebut.
“Kami siap dampingi, dan akan melakukan kajian terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Wali Kota Kupang, Jonas Salean,” ujar DR Suryono Yohanes. (AM/Pit/PortalNTT)