Pemda Lembata Didesak Hadirkan Kantor Imigrasi

  • Whatsapp
Ist
Ist
Ist

LEWOLEBA, berandanusantara.com – Pemerintah Kabupaten Lembata didesak segera hadirkan kantor imigrasi di Kabupaten Lembata, agar masyarakat yang hendak bermigrasi ke luar negeri tidak lagi mengalami kesulitan mengurus dokumen perjalanan sebagaimana selama ini dilakukan.

Desakan itu mengemuka dalam kegiatan sosialisasi Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPTPO) yang berlangusung selama dua hari di Hotel An’nisa Lewoleba Jumat dan Sabtu, 28 & 29 september akhir pekan lalu.

Kegiatan yang dilakukan atas kerja sama Yayasan Kesehatan untuk Semua (YKS) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu menghadirkan pemerintah desa, tokoh agama, tokoh masyarakat, komunitas buruh migran dan sejumlah elemen lainnya dari enam desa di Kecamatan Ileape dan Ileape Timur.

Lambertus Kopong, salah seorang peserta dari Desa Bao Lali Duli, pada kesempatan itu mengatakan kehadiran sebuah kantor Imigrasi di Kabupaten Lembata merupakan hal yang mendesak, mengingat selama ini masyarakat Lembata yang bermigrasi ke Malaysia selalu mengurus dokumennya di Nunukan dengan biaya yang tinggi melebihi standar pemibiayaan yang ditetapkan.

“Di Nunukan kami mengurus paspor dengan harga hingga lima juta rupiah. Sementara bila paspor itu diurus dari Lembata, tidak akan mencapai angka itu bahkan sejuta pun tidak sampai. Namun di Nunukan harganya begitu tinggi karena harus melalui calo. Kami tidak punya pilihan lain. Bila mengurus sendiri pihak imigrasi tidak akan melayani karena mereka sudah bekerja sama dengan calo,” ungkap Kopong

Dia menambahkan, reformasi mental di tubuh birokrasi nampaknya belum berjalan. Terbukti banyak pelayanan publik dimanfaatkan oknum PNS yang masih bekerja sama dengan calo untuk memeras masyarakat.

Selain mendesak didirikannya kantor Imigrasi, masalah lainnya yang mengemuka dalam dua hari pertemuan itu adalah juga menghendaki didirikannya Balai Latihan Kerja (BLK) agar masyarakat yang hendak merantau mendapatkan pelatihan keterampilan terlebih dahulu, termasuk bahasa yang digunakan di negera tujuan.

Pasalnya, selama ini banyak warga Lembata yang ke Malaysia pada awalnya yang tidak mengerti bahasa Malaysia, sehingga banyak terjadi miskomunikasi.

Menanggapi semua itu, Direktur Yayasan Kesehatan untuk Semua (YKS), Mans Balawala mengatakan semua pertanyaan itu seharusnya didengar oleh pemerintah Lembata sebagai pengambil kebijakan, sayangnya mereka hanya hadir dan membuka kegiatan tanpa menyampikan materi.

“Kita sudah menyurati Pemda Lembata dan berkomunikasi langsung membuka kegiatan kita dan membawakan materi tentang “Kebijakan Pemerintah Lembata dalam Pencegahan TPPO”, sayangnya pemerintah hari ini hanya hadir dan membuka kegiatan. Ini yang sangat kita sayangkan. Katanya disposisi Bupati tidak menunjuk orang untuk membawa materi dan karena itu tak ada yang berani datang untuk memberi materi. Namun demikian Pemda sudah berniat baik untuk datang membuka kegiatan ini dengan menunjuk Pak Thomas Tipdes selaku staf ahli,” jelas Balawala.

Untuk mendirikan kantor imigrasi dan kantor BLK, Balawala menjelaskan, semua itu sudah dimandatkan oleh Perda Nomor 20 Tahun 2015. Perda itu tidak saja memandatkan pendirian kantor Imigrasi dan BLK, namun juga memandatakan Desbumi dan rumah singgah di wilayah perbatasan yakni, Nunukan untuk memfasilitasi warga Lembata yang pergi dan pulang Malaysia sebagai negera tujuan migrasi masyarakat Lembata .

Karena itu, Balawala mengajak semua pihak untuk terus mengawal Perda Nomor 20 Tahun 2015 agar segera diimplementasikan oleh pemerintah daerah. Khusus untuk pembangunan kantor imigrasi, demikian Balawala, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) sudah menawarkan, dan Pemda Lembata juga merespon dengan menyiapkan salah satu gedung di daerah Lusikawak. Tinggal bagimana komitmen Pemda Lembata untuk mersepon tawaran itu dengan membangun komunikasi yang intens dengan Kemenkumham.

“Saya harap kita terus mendesakan ini kepada Pemda Lembata dalam berbagai kesempatan baik formil maupun non formil agar apa yang dicita-citakan bersama bisa terwujud secepatnya,” pinta Balawala.

Banyak Ber KTP Luar NTT

Sementara itu Pemimpin Redaksi aksiterkini.com dan Aktivis LSM, Fredy Wahon yang tampil membawakan materi Pemetaan Kasus Perdagangan Orang mengatakan banyak warga NTT termasuk di Lembata ber KTP luar NTT ketika bermigrasi. Hal ini diketahui setelah mereka menghadapi kasus-kasus tertentu bahkan kematian.

Dengan memiliki KTP luar NTT, akan terjadi kesulitan. Sebagai contoh ketika meninggal, orang akan mengirim pulang bukan ke daerah asal melainkan dikirim ke alamat yang tertera dalam KTP.

Dijelaskan pula, bahwa NTT merupakan kasus human traficking tertinggi di tahun 2014 dan 2015, sayangnya kasus hukum yang diselesaikan amat sedikt. Ironisnya, lagi kasus human traficking ini lebih banyak menimpa perempuan dibanding laki-laki. Sementara pelakunya lebih banyak melibatkan perusahan yakni sebanyak 61 % menyusul aparat kepolisan mencapai 17 %. Wahon juga mengatakan bahwa trafficking tidak selalu harus di luar negeri tapi juga dalam negeri. (Rty)

Related posts