Jakarta- Yusril Ihza Mahendra menghimbau MK tidak menjadi lembaga kalkulator dalam memutus perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU). Mengapa?
“Sehingga bukan persoalan perselisihan mengenai angka-angka belaka. Masalah substansial dalam Pemilu sesungguhnya adalah terkait dengan konstitusional dan legalitas pelaksanaan Pemilu itu sendiri,” ungkap Yusril Ihza Mahendra, pakar Hukum Tata Negara, selaku saksi ahli dalam sidang ketujuh PHPU Pilres di MK, Jakarta Pusat, Jumat (15/8/2014).
Sebagai saksi ahli yang diajukan Tim Prabowo- Hatta, menurut Yusril, seperti diatur dalam UU Nomor 23 tahun 2003 tentang MK, kewenangan Mahkamah dalam memutus PHPU presiden dan wakil presiden adalah bentuk penyederhanaan pembuat UU yang saat itu memiliki waktu yang amat terbatas.
“Kalau hanya ini kewenangan Mahkamah Konstitusi yang dirumuskan pada saat itu, Mahkamah Konstitusi hanya akan menjadi lembaga kalkulator dalam menyelesaikan perselisihan yang terkait dengan angka-angka perhitungan suara belaka ataupun dalam perkembangannya MK dalam yurisprudensi menilai perolehan suara itu apakah dilakukan dengan atau tanpa pelanggaran yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif,” beber Yusril.
Dalam perjalanan MK yang telah berdiri lebih dari satu dekade, menurut Yusril, MK sesungguhnya bisa memutuskan perkara ke arah yang lebih substansial. Sebagai contoh, mantan Menteri Hukum dan HAM itu, merujuk MK Thailand yang bisa memutuskan apakah Pemilu itu konstitusional atau tidak.
Yang dimaksud Yusril sebagai masalah legalitas dan konstitusional itu adalah, apakah KPU telah melaksanakan Pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai yang diharapkan rakyat atas Pemilu.
Persoalan konstitusionalitas, lanjut Yusril, penting dipertimbangkan MK agar terkait dengan aspek legalitas pelaksanaan Pemilu sebagai aturan pelaksaaan sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Hal ini sangat penting, agar presiden dan wakil presiden terpilih memperileh legitimasi konstitusional.
“Karena tanpa itu, siapapun yang terpilih presiden dan wakil presiden akan berhadapan dengan krisis legitimasi, yang akan berakibat terjadinya instabilitas di negara ini. Ada baiknya dalam memeriksa PHPU presiden dan wakil presiden kali ini, Mahkamah sebaiknya melangkah ke arah itu,” kata Yusril. (aprilia hariani/dpy/Nevosnews)