Menuju Pasar Bambu Internasional, Komunitas Sao Ngada Belajar Metode Hutan Bambu Lestari

  • Whatsapp
Para peserta Sosialisasi dan Workshop Metode Hutan Bambu Lestari (HBL) dan Pengelolaan Keuangan Keluarga di Kampus Desa Bambu Turetogo. (Foto: istimewa)

BAJAWA, berandanusantara.com – Sebanyak 30 orang perwakilan komunitas Sao di Desa Radabata, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengikuti Sosialisasi dan Workshop Metode Hutan Bambu Lestari (HBL) dan Pengelolaan Keuangan Keluarga di Kampus Desa Bambu Turetogo, Yayasan Bambu Lestari, 23-25 November 2021.

Kegiatan ini merupakan bagian dari proyek bertema “Bring Local Community into Global Market through Sustainable Bamboo Forest Method” yang didanai oleh Pemerintah Australia melalui Alumni Grant Scheme (AGS) dan diadministrasikan oleh Australia Awards in Indonesia.

Read More

Project Leader AGS, Budiyanto Dwi Prasetyo menjelaskan, selain melakukan transfer pengetahuan dan implementasi metode HBL, project ini diharapkan membantu masyarakat memperoleh penghasilan tambahan di masa pandemi Covid-19.

“Di saat semua terpuruk akibat Covid-19, melalui project ini kami berupaya membangkitkan kembali ekonomi skala rumah tangga di tingkat Sao melalui transfer pengetahuan dan implementasi metode HBL serta pengelolaan keuangan keluarga,” ujar Budiyanto, peneliti madya Sosiologi Lingkungan di KLHK, Selasa (23/11/2021) kemarin.

Metode HBL yang dipelajari peserta workshop merupakan prosedur standard pengelolaan bambu secara berkelanjutan. Dimulai dari melakukan survey rumpun bambu, pemberian kode, perawatan dengan menimbun akar rimpang, hingga pemanenan lestari.

Metode HBL adalah kunci bagi masyarakat Sao jika ingin menjual bambu betho milik mereka ke pabrik Indobambu secara berkelanjutan dengan harga yang lebih baik.

“Melalui metode HBL, para tuan bambu akan memiliki semacam ‘ATM’ di kebun bambunya. Sebab mereka akan panen bambu setiap tahun tanpa merusak rumpun-rumpun yang ada. Jadi lingkungan terjaga karena bambu tetap lestari, ekonomi masyarakat terpenuhi, dan industri bambu nasional bisa terus dapat pasokan bambu dari masyarakat,” jelas Budiyanto.

Sosialisasi dan Workshop ini menghadirkan narasumber berpengalaman terkait HBL. Mereka di antaranya berasal dari Project Kanoppi-2 KLHK (Desy Ekawati) dan Yayasan Bambu Lestari (Muayat Ali Muhshi, Paskalis Lalu, Alfredo dan Sefrin Weti). Sedangkan pengetahuan pengelolaan keuangan keluarga akan disampaikan narasumber dari Koperasi Sehati.

“Yayasan Bambu Lestari mempromosikan bambu sebagai solusi ekonomi dan ekologi. Kalau dulu bambu dipakai untuk rumah, kalau sekarang bambu nilainya lebih tinggi karena sudah ada pabrik di Aeboe,” jelas Direktur Program Yayasan Bambu Lestari, Muayat Ali Muhsi.

“Untuk kedepannya pabrik membutuhkan 900 lonjor dan harus mempunyai standar HBL. Untuk sekarang masih didampingi untuk dapat sertifikasi dimana kedepannya harus ada lembaga sendiri,” tambahnya.

Pada Januari 2022 mendatang, proyek ini akan melakukan ujicoba penerapan metode HBL seluas satu hektare di hutan bambu komunal milik komunitas Sao Neguwula di Desa Radabata.

“Ujicoba ini merupakan langkah awal bagi masyarakat Sao untuk terlibat aktif di dalam rantai pasar nasional yang kelak menghubungkan mereka dengan pasar internasional,” pungkas Budiyanto, yang menyelesaikan studi masternya tahun 2014 di FIinders University, Australia melalui Australia Development Scholarship. (*BN)

Related posts