Kisah Mama Bambu Bisa Kuliahkan Anak, Bangun Rumah Hingga Bisa Bertemu Presiden

  • Whatsapp
Aktivitas Mama-mama Pelopor Bambu di Kabupaten Nagekeo. (Foto: istimewa)

KUPANG, berandanusantara.com – Program Bambu dari Yayasan Bambu Lestari (YBL) mulai masuk ke Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak tahun 2021 lalu. Meski terbilang baru, namun dari hasil pemberdayaan dan pendampingan berbuah manfaat yang sangat besar.

Menariknya, program ini menyasar para kaum perempuan di pedesaan untuk ikut berpartisipasi dalam program pembibitan hingga penanaman bambu.

Read More

Koodinator Kabupaten (Korkab) Yayasan Bambu Lestari Kabupaten Manggarai Timur Maria Wuda menjelaskan, saat awal pendampingan, ada sejumlah kendala yang dihadapi karena pihak YBL tidak sanggup bekerja sendiri dalam hal pembibitan. Setelah dilakukan pendekatan, sosialisasi, dan pemahaman, dari situ para kaum perempuan sudah mulai tertarik untuk melakukan pembibitan.

“Saat itu, kita mulai berdinamika. Mulai dari 10 orang, mereka mulai pembibitan dalam jumlah yang kecil. Setelah ada pencairan, di tahap pertama, jumlah orang sudah mulai bertambah. Karena mereka tahu bahwa ini ada manfaatnya,” kata Maria.

Maria menjelaskan, program Bambu Lestari masuk ke Manggarai Timur pada bulan Mei tahun 2021. Saat itu, dirinya mendampingi tiga desa yakni Desa Gololoni dan Desa Sita di Kecamatan Ranamese, serta Kelurahan Ranggakoe di Kecamatan Kota Komba.

“Di Gololoni ada 18 ibu, Desa Sita ada 15, dan Kelurahan Ranggakoe ada 17. Jumlah keseluruhan sebanyak 50. Mereka melakukan pembibitan bambu sebanyak 314 ribu,” jelas Maria.

Ada beberapa jenis bambu yang dilakukan pembibitan saat itu yakni Bambu Petung, Bambu Pering dan Bambu Aur. Namun menurut Maria, yang paling banyak dibudidayakan adalah Bambu Aur. Dari berbagai jenis bambu itu, yang sudah ditanam dari program swadaya mama-mama pelopor sebanyak 18.350 anakan bambu.

Menurutnya, Ada juga proram penanaman dengan dana yang dialokasikan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebanyak 150 ribu bibit. Dari jumlah tersebut, yang sudah ditanam sebanyak 107.260 bibit.

“Yang lebih banyak menanam itu dari mama-mama di Desa Gololoni,” jelas Maria kepada media ini melalui sambungan telepon, Senin (19/9/2022) siang.

Dalam menjalankan program bambu ini, selain keterlibatan para kaim ibu, atau oleh YBL biasa disebut Mama-mama Pelopor, juga berkolaborasi dengan berbagai pihak. Menurut dia, yang utama terlibat dalam mendukung prigram ini adalah dari pihak gereja.

“Ada keterlibatan pihak gereja yakni Orang Muda Katolik (OMK) Paroki Pita, OMK Paroki Mbaling, juga Umat Paroki Wairana,” ujar Maria.

Dalam bekerja dan dengan target yang diberikan, Mama-mama Pelopor ini diberi fasilitas berupa handphone android. Selain agar mereka bisa mengenal teknologi, juga bisa mengupdate data berapa jumlah bibit yang sudah ditanam, berapa yang mati, berapa yang hidup, serta berapa yang diganti.

“Selama ada hanphone android, sangat membantu pendamping karena di lapangan dengan jumlah personil sangat terbatas,” ungkap Maria.

Setelah bekerja terus menerus setiap saat, kata Maria, sampai pada desember 2021, banyak cerita-cerita menarik yang diterima dari masyarakat, terutama dari Mama-mama Pelopor bahwa mereka sangat merasakan manfaat dari pembibitan bambu ini.

“Ada cerita mereka bisa membeli mesin perontok padi, membiayai pendidikan anak, ada juga yang bisa membeli beras dan bahan makanan. Ada juga yang bisa membiayai rumah sakit, saat ada yang sakit,” bebernya.

Yohana Owa, salah seorang ibu yang ikut terlibat dalam program Bambu Lestari bersama YBL asal Nagekeo mengaku sangat bangga karena lewat program ini, dirinya sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) bisa turut membantu perekonomian dalam keluarga.

“Yang paling utama adalah bisa membiayai anak untuk sekolah. Tetapi dengan hasil yang didapat juga bisa bangun rumah,” ungkapnya.

Menurut Yohana, pendapatan rata-rata yang diperolehnya dari Program Bambu Lestari ini sebesar Rp20 juta. Jumlah ini, jelas Yohana, diperoleh setiap setiap proses pembibitan anakan bambu yang sudah bertunas.

“Ini (pendapatan) sangat cukup untuk biaya dalam keluarga,” ungkap ibu dua anak dengan suami yang berprofesi sebagai petani ini.

Yohana mengaku sangat senang bisa terlibat dalam program ini. Dia berharap program ini bisa berlanjut, karena sangat membantu dan bermanfaat bagi masyarakat.

Sementara Maria Ermelita Bai, Ketua Kelompok Musa Mula, Desa Wolobobo, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo mengalami perubahan ekonomi yang sangat signifikan dari pembibitan bambu.

Ia mengatakan anggota kelompoknya berjumlah 25 orang. Ia dan anggota kelompok mempunyai semangat yang sama untuk merubah perekonomian keluarga dari pembibitan bambu.

“Kami mama mama bambu merasa semangat sekali ketika mendapat program pembibitan bambu. Memang awalnya kami merasa susah tapi dalam perjalanan kami semangat untuk bekerja. Kami susahnya dalam mencari bibit bambu. Untuk media tanam dan air tidak sulit tapi awalnya memang soal bibit saja.tapi sekarang tidak lagi karena bapak bapak juga bantu kami cari bibit,” jelasnya.

Dijelaskannya, kehadiran Yayasan Bambu Lestari sangat membantu kelompoknya dalam melakukan aktivitas pembibitan. Dengan intervensi Yayasan Bambu Lestari, para kaum ibu juga turut bisa menyekolahkan anak hingga ke perguruan tinggi, sekaligus menyokong perekonomian rumah tangga bahkan bisa membangun rumah.

“Kami bangga sekali. Itu berasal dari uang pembibitan. Kami per mama bambu itu harus melakukan pembibitan 8000 bibit bambu. Kelompok Musa Wula ada 25 anggota. Tiap anggota harus melakukan pembibitan 8.000 bibit bambu,” jelasnya.

Ia juga menyebut sosok Julie Sutrisno Laiskodat, Ketua Dekranasda NTT yang juga istri Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat. Menurutnya, sosok yang lebih akrab disapa Bunda Julie itu adalah orang yang sering bertemu anggota kelompok mama mama bambu.

Bunda Julie kata Maria merupakan sosok yang selalu memberi motivasi dan jalan keluar untuk kelompok mama mama bambu agar terus melakukan pembibitan bambu.

“Mewakili Mama Bambu saya merasa bangga terkait pembibitan bambu. Kemarin kemari. Tidak ada yang begini terkait pembibitan bambu. Kami tidak ada lowongan kerja hanya urus di dapur, cuci masak saja. Tapi sekarang tidak lagi karena kami sudah punya pekerjaan. Ini karena programnya ibu Julie. Kami sekarang sudah punya pekerjaan,” kata Maria.

Ia mengaku setiap bulan itu bisa meraup belasan juta setiap bulan. Ia secara teratur mengirim uang untuk anak yang sementara mengenyam pendidikan tinggi.

“Saya setiap bulan kirim uang kuliah untuk anak. Bisa bangun rumah dan masih ada sisah sekitar 5 jutaan yang sangat gunakan untuk kebutuhan rumah tangga dan biaya operasional waktu kerja pembibitan. Sekarang kami sudah terima lagi mesin untuk penganyaman untuk anyam anyam dari bambu. Sekali lagi terimakasih Ibu Julie,” jelasnya.

Hal senada juga disampaikan oleh mama Lusia yang merupakan wakil ketua kelompok bambu Musa Wula. Ia merasa terbantu dengan aktivitas pembibitan bambu. Penghasilan bulanan dari pembibitan bambu sangat mendukung perekonomian keluarga nya.

Ia mengungkapkan kebanggaannya dengan program bambu yang digagas oleh Julie Sutrisno Laiskodat. Ia mengatakan ia beberapa kali bertemu Julie Sutrisno Laiskodat yang merupakan Anggiat Komisi IV DPR RI dari Fraksi Nasdem.

“Kami begitu bersemangat ketika bertemu ibu Julie. Semangatnya untuk memberi kami motivasi membuat kami lebih giat bekerja. Berkat bambu dan Ibu Julie, kami bisa bertemu bapak Presiden Joko Widodo. Kami senang sekali bisa bertemu bapa presiden bisa bicara dengan bapa presiden. Bapak Presiden sangat mendukung program bambu dan mendukung kami untuk pembibitan bambu,” ujarnya bangga. (*/BN)

Related posts