“Jaksa Dinilai Tidak adil dan Takut Terhadap Eny Anggrek”
KUPANG, berandanusantara.com – Rony Anggrek, Direktur PT Timor Pembangunan yang merupakan terdakwa kasus proyek perumahan Masyarakata Berpenghasilan Rendah (MBR) di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT), menangis saat membacaan Nota Pembelaan (Pledoi) pribadi. Penasehat Hukum (PH), Yanti Siubelan yang mendampingi terdakwa pun ikut berlinang air mata.
Peldoi tersebut dibacakan terdakwa dalam sidang lanjutan yang dipimpin majelis hakim ketua, Ida Bagus Dwiyantara, S.H,M.Hum dengan anggota, Jult M Lumban Gaol, Ak dan Ansyori Syaefudin, S.H dibantu Panitera Pengganti Ande Benu, S.H, Senin (15/6/2015) malam.
Dalam pledoinya, Rony mengungkapkan kekesalannya terhadap Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dinilai sangat tidak adil dalam vonis yang dilayangkan kepadanya yakni pdana delapan tahun penjara, denda Rp 500 juta, subsidair Sembilan bulan kurungan. “Ini tuntutan yang sangat bombastis dan spektakuler,” katanya sambil sesekali menghapus air matanya
Menurutnya, tuntuntan yang diberikan kepadanya sangat tidak masuk di akal. Apalagi, katanya, sejak awal proses ini berjalan sudah terlihat begitu banyak kejanggalan dan ketidaklaziman secara hukum. Sementara Eny Anggrek yang secara jelas merupakan penerima kuasa yang bertindak sebagai pelaksanan proyek tahun 2012 tersebut, hanya berstatus sebagai saksi. “Dugaan saya Jaksa takut terhadap Eny Anggrek,” ujarnya.
PH terdakwa, John Rihi mengungkapkan, terdakwa adalah orang yang bukan mengerjakan proyek tersebut. Dikatakan, yang mengerjakan proyek dengan nilai kontrak Rp 2,1 miliar tersebut adalah Eny Anggrek, yang juga merupakan adik kandung Rony Angrek.
“Rony Angrek hanya sebatas proses administrasi, penandatanganan kontrak dan juga soal pencairan uang muka sebesar Rp 998.320.000,” ujarnya.
Ia menambahkan, dalam fakta persidangan sejak awal sudah sangat jelas bahwa yang patut ditetapkan sebagai tersangka adalah Eny Anggrek, selaku pelaksana dan pengendali proyek tersebut. “walapun secara formal terdakwa yang tandatangan kontrak tapi secara materil dilakukan oleh saksi Enny Anggrek,” katanya.
John Rihi menilai tuntutan yang dilayangkan JPU terkesan tendensius dan sangat merugikan kliennya Rony Anggrek. “Ini sangat tendensius dan merugikan klien saya,” pungkas Jhon Rihi. (*Tim)