KUPANG, berandanusantara.com – Tim DPRD Kabupaten Rote Ndao yang dipimpin Wakil Ketua Paulus Henuk menemukan sejumlah kejanggalan saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) di gudang pupuk bersubsidi pekan lalu.
Berbagai kejanggalan tersebut rupanya menjadi penyebab keresahan masyarakat kabupaten Rote Ndao, khususnya petani yang kesulutan mendapatkan pupuk bersubsidi. Hal ini berimbas pada hasil panen petani.
Paulus Henuk menegaskan, sindikat para mafia pupuk bersubsidi di Kabupaten Rote Ndao sudah tidak bisa dibiarkan, karena petani sering menjerit kekurangan pupuk, bahkan hingga gagal panen.
Politisi Partai Perindo itu mengaku geram, dengan praktik-praktik mafia pupuk bersubsidi yang membuat petani kesulitan, sehingga mereka rela membeli pupuk non subsidi, yang harganya terbilang cukup mahal.
Menurut Paulus, beberapa minggu lalu, ia menerima pengaduan masyarakat terkait kelangkaan pupuk, dimana sejak tahun 2021 lalu, mereka sudah menyetor uang ke distrubutor, namun hingga kini belum juga mendapatkan pupuk.
“Begitu juga dengan tahun ini. Masyarakat sudah menyetor uang sejak bulan Januari lalu, tetapi belum dapat pupuk. Sementara mereka sudah memasuki masa dimana harus menyiram pupuk di padi mereka,” ujar Paulus kepada wartawan, Minggu 13 Februari 2022.
Melihat kondisi itu, Paulus berkoordinasi dengan anggota DPRD lainnya untuk melakukan sidak, atau inspeksi mendadak ke gudung distributor pupuk Rote Ndao. Disana mereka menemukan sejumlah kejanggalan yang dilakukan para distributor pupuk.
“Disana kami hanya temukan 6 sak pupuk, dan mereka beralasan bahwa produsen belum menyediakan stok pupuk ke gudang mereka yang berlokasi di Pantai Baru, stok pupuk di gudang produsen pun lagi kosong,” jelasnya.
Sementara di gudang produsen, ternyata mereka menemukan ratusan sak pupuk, yang diperkirakan sekitar 12,5 ton pupuk jenis urea yang tersimpan di dalam gudang milik produsen.
Mirisnya, selain ratusan sak pupuk, terlihat juga tumpukan karung bekas pupuk, dimana isinya sudah dikeluarkan, dengan alasan sudah kadaluarsa sejak bulan Juli tahun 2021 lalu, sehingga di paking ulang dengan masa edar hingga tahun 2025.
“Kenapa sudah kadaluarsa kok di paking ulang. Itu kemungkinan besar, di paking menggunakan karung non subsidi, kemudian dijual kembali ke masyarakat dengan harga yang lebih mahal,” terang Paulus.
Selanjutnya, kata dia, di gudang produsen berikutnya, pihaknya menemukan berbagai jenis pupuk, dan puluhan mobil yang baru saja membongkar puluhan sak pupuk di gudang. Dan pernyataan manejer gudang bahwa pihaknya selalu menyiapkan stok pupuk, tetapi distributor tidak menebusnya tepat waktu.
Ia menerangkan, mekanisme dugaan mafia pupuk di Rote Ndao adalah, misalkan petani menanam bulan lalu, maka bulan berikut harus sudah menyiram pupuk. Tetapi pupuk tidak disiapkan, maka mereka terpaksa membeli pupuk non subsidi dengan harga mahal, untuk menyiram padi mereka.
“Ketika padinya sudah disiram pupuk, maka jatah dia tidak lagi ditebus. Sehingga jatah pupuk para petani akan ditimbun terus, kemudian bisa dijual kembali dengan harga yang mahal,” jelas Paulus.
Menurutnya, sangat gampang menumpas para mafia pupuk di Kabupaten Rote Ndao. Dimana harus meminta data dari para produsen, terkait kapan melakukan pengiriman pupuk ke distributor, dengan jumlah dan jenis pupuk yang dikirimkan.
Kemudian kapan distributor mengirimkan pupuk ke tingkat pengecer, dan pengecer mengirimkan lagi ke para kelompok tani, berdasarkan jumlah pupuk dan jenisnya.
“Kalau data ini kita dapatkan, maka akan sangat gampang kita selesaikan persoalan dan mainan dari para mafia ini. Hanya saja, sudah dua kali RDP, pihak-pihak terkait tidak mampu sediakan data itu,” terangnya.
“Sebenarnya dari data itu bisa ketahuan. Karena di 2021 petani rote triak-teriak tidak ada pupuk. Tetapi nyatanya ada kadaluarsa 450 ton pupuk. Ini kan aneh,” jelas Paulus menambahkan.
Minta Polisi dan Jaksa Usut Mafia Pupuk
Dugaan mafia pupuk bersubsidi, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Rote Ndao, Paulus Henuk dengan tegas meminta Aparat Penegak Hukum (APH), baik polisi maupun kejaksaan untuk segera mengusut dan menindak para pelaku.
“Saya minta kasus ini diusut. Kalau sampai dijual kembali ke petani maka pasti para petani yang dirugikan. Karena pupuk-pupuk itu sudah kadaluarsa. Selain itu, kita duga pupuk yang di paking ulang pasti menggunakan karung non subsidi,” tegasnya.
Menurut Paulus, kasus dugaan mafia pupuk harus menjadi atensi serius dari pihak kepolisian dan kejaksaan, karena diduga sudah terjadi korupsi terhadap uang milik negara.
“Polisi dan jaksa harus segera usut tuntas. Karena bukan baru terjadi kali ini. Sudah sekian tahun petani rote ndao mengalami hal yang sama,” harapnya.
Jika kedepan kasus itu tidak mengalami perkembangan dari pihak APH, maka ia akan segra melaporkan secara langsung ke Polda NTT, maupun ke pihak Mabes Polri. Karena ini merupakan mafia dari tingkat atas sampai tingkat bawah.
“Dan maslah ini bukan hanya terjadi di Rote. Tetapi di Kabupaten/ Kota lain juga mengalami hal yang sama. Sehingga penyelesaian ini harus secara holistik dari pusat sampai daerah,” pungkasnya. (*/BN/HN)